Part 6 - Go

180 55 1
                                    

Saat kecil, aku ter-influence oleh kisah romantis kedua orangtuaku. Mama sering bercerita tentang bagaimana mereka bertemu. Kisah yang manis dan membuat iri semua orang yang mendengarnya.

Mama dan papa adalah cinta pertama masing - masing dan keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Itu terjadi ketika keduanya sama - sama berkuliah di salah satu perguruan tinggi. Papa adalah kakak tingkat mama, mereka bertemu di acara ospek. Papa yang posisinya saat itu adalah senior mama, sengaja mengerjai gadis pujaannya agar bisa dekat. Gayung bersambut, mama juga sudah tertarik pada papa sejak pandangan pertama.

Kemudian saat mama lulus, papa menikahinya dan mengajak mama ke luar Negeri saat sedang melanjutkan studi. Dan hubungan mereka hingga detik ini selalu romantis, saat aku bertanya pada kedua orangtuaku soal rahasia kelanggengan hubungannya itu, mama menjawab "never asking why." Sedangkan papa, berkata "never say 'no'."

Hubungan yang dewasa dengan mentalitas sehat membuat hubungan itu make sense awet memanjang hanya dengan satu prinsip kecil yang mungkin tidak bisa diterapkan pada semua orang. Bagaimana jadinya jika mama menikahi seorang penjudi dan peselingkuh, 'why' akan selalu penting ditanyakan di tiap - tiap kejanggalan yang terjadi. Dan bagaimana jika papa menikahi perempuan manja yang tidak bisa memilah antara keinginan pribadi dengan tanggung jawab, tidak bisa menempatkan diri pada hak dan kewajiban, mengatakan 'no' adalah penyelamat keduanya dari kehancuran sebab keegoisan pribadi.

Aku tertampar pada realita bahwa sosok seperti papaku terhitung langka untuk kutemukan dan aku bukan lah mama. Sehingga mustahil bagiku untuk tidak mempertanyakan ketika pasanganku melakukan hal - hal yang kuanggap tidak tepat.

Jatuh cinta dan menikah dengan laki - laki yang kucintai adalah impian gadis kecil bernama Danishtia Adinda saat umur sembilan tahun, yang ternyata kubawa hingga ke bangku SMA dan terjebak dalam perasaan manis–menyakitkan–penuh malu namun tidak pernah kusesali bernama puppy love. Dan cinta pertamaku itu adalah bayang - bayang yang tidak pernah pergi ketika aku merasa sendiri, lelah dengan kesendirian, bertengkar dengan Barry dan bahkan saat aku mulai muak menghadapi Dunia ini.

Cerita mama tentang kisah cintanya menjadi dongeng yang ingin kuwujudkan dengan keras kepala hingga aku terperangkap dalam perasaan semu yang hanya kumiliki sendiri. Suatu cerita yang menjadi akhir dari dongeng masa kanak - kanak yang harus kututup dengan hati penuh rasa malu. Bukan hanya karena cinta tak berbalas, melainkan buah dari kekeraskepalaanku itu lah yang mengacaukan segalanya. Dulu, saat aku masih seorang gadis naif yang berpikir semua anak laki - laki menyukai gadis berkulit putih, wajah kebule - bulean serta rambut lurus hitam milikku. Aku pernah berpikir bahwa hanya dengan menjadi cantik dan istimewa aku dapat menjerat siapa saja, ternyata aku salah. Sementara malam itu tidak pernah kembali dan mengembalikan apa yang telah ia ambil dariku. Dari masa remajaku dan dari airmata yang tumpah karena perasaan kecil hati dan tertolak yang melandaku luar biasa, malam itu.

"Sebenarnya elo kan sudah naik level jadi Sekretaris Corporate, Dan, bukan Sekretaris Pribadi gue lagi. Kayak gini - gini mending Erlangga yang lo suruh mobile." Aku terkejut atas kedatangan Mr. K yang membuyarkan lamunan sesaatku.

Ia menertawakan reaksi terkejutku, namun meminta maaf.

"Angga sedang saya minta kerjakan hal lain, Pak. Baca ulang soal kontrak – kontrak subdist dan beberapa mekanisme marketing. Deadline Jumat soalnya."

Aku mendongak, kemudian Mr. K menyuruhku pindah ke ruang kerjanya dan berkata kami akan bekerja dari sana. Aku mengikuti langkah bosku menuju ruang kerja, menyapa Kai yang sedang bermain di playroom bersama Kalula dan menyapa Tities juga yang sedang menemani anak mereka di sana sambil nge-scroll ponsel.

Tak lupa, mbak Susi membawakan tehku ke ruang kerja juga bersama beberapa penganan.

Aku duduk di kursi yang disediakan Mr. K karena sejak pandemi kami lebih sering bekerja di rumahnya atau di rumah masing - masing jika tidak terlalu urgent.

Kuberikan setumpuk berkas yang kubawa untuk ditandatangani, ia menghela napas hanya dengan melihat tumpukan itu di atas meja kerja.

"Oiya, Dan, lo tahu Maju Jaya bengkel langganan kita sudah menyatakan diri pailit?"

"Belum."

Aku menatap Mr. K yang masih terdistraksi layar laptop, menunggu ia melanjutkan penjelasan atas perkataannya sesaat tadi.

"Humm...jadi, kita sudah mengakhiri kerjasama dengan mereka."

Baik. Aku masih menunggu ia menuntaskan perkataannya.

"Nah, gue sudah dapat gantinya sih, tapi–lo bisa nggak kesana dan make a deal?"

"Hm?" Aku menaikkan kedua alis, mungkin bosku lupa, mengurus hal demikian bukan salah satu jobdesc-ku melainkan divisi GA dan kami memiliki staf yang kompeten di sana.

Mr. K tertawa melihat reaksiku yang mungkin terlihat bingung.

"Aris sedang paternity leave, two weeks. Dan staf-nya...yah mending elo deh yang kesana. Jadi kalau ada nego, bisa direct info ke gue." Saat Mr. K menyebutkan nama Manager GA, aku teringat tentang informasi di portal perusahaan, dia memang baru saja menyambut kelahiran anak pertamanya.

"Saya banget nih, Pak? Maksud saya, ada bagian operasional juga yang bisa dikirim."

Mr. K berdecak tidak sabar. "Nggak deh, mending elo. Biar enak juga negosiasinya. Jadi, bengkel ini juga punya carwash dan gue berniat propose kontrak soal promosi untuk karyawan kita. Perawatan kebersihan bukan tanggung jawab kantor, melainkan PIC pemegang inventaris ya, tapi kalau kita dapat diskon kan bisa mengarahkan staf pakai jasa mereka. Nego for goods lah. Keuntungan bersama."

Aku mendengar dengan baik yang disampaikan Mr. K, kemudian menyanggupi permintaannya. Dia terlihat puas dan kembali melanjutkan pembicaraan.

"Tahu nggak, nama brand-nya apa?"

Aku menggeleng seraya mengangkat kedua bahu dan menatap wajah geli Mr. K yang menahan tawa sebelum memberitahu jawaban yang sedang ia simpan sendiri.

"Nama bengkelnya 'BENERIN', nama carwash-nya 'CUCIIN'. What a joke!"

Spontan tawaku pecah mendengar perkataan Mr. K, "serius, Pak? Melawak banget owner-nya."

Mr. K menggelengkan kepala. "Kayak simple banget gitu cari nama, nggak mau ribet."

"Atau malas cari nama yang lebih proper." Sambil berkata demikian, aku menggelengkan kepala tidak percaya.

"Nanti gue kasih alamatnya, kalau bisa sih hari ini aja lo kesana, harusnya minggu ini ada beberapa armada yang service. Tapi baru dapat kabar bengkel langganan kita pailit gara - gara staf keuangannya terlilit judi tuh. Parah banget sampai bawa kabur uang perusahaan."

Aku cukup terkejut mendengar berita ini, karena mobilku juga difasilitasi untuk melakukan perawatan di bengkel yang ditunjuk perusahaan. Memang bukan bengkel resmi dari brand tapi bengkel tersebut memang kompeten dan telah bekerjasama dengan perusahaan kalau aku nggak salah sejak tujuh tahun yang lalu. Dan staf keuangan yang dimaksud Mr. K barusan juga salah satu orang yang cukup aku kenal dengan baik, Beno namanya.

"Okey, tapi soal Net World, gimana?"

"Erlangga aja yang minta kesana. Lo buat agreement sama pemilik bengkel, gue kenal dari Gemilang. Bilang saja lo staf gue, nanti dia paham."

"Oke."

Get Over SomethingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang