01

788 33 0
                                    

Hari itu adalah musim dingin. Salju dan hujan turun bersamaan di kota romantis dari benua Eropa itu –Paris.

Langkah santai nan elegan dari seorang gadis yang memantul sepanjang jalan kota menuju toko bunga langganannya itu semakin dipercepatkannya. Dia hanya berbalut jaket tebal serta celanan jeans untuk melawan dinginnya cuaca yang hampir menyentuh nol derajat celcius. Tak lupa payung hitam yang digunakannya untuk melindungi diri dari cuaca buruk dan basahnya air hujan.

Badan Meterologi Klimatologi memang sudah mengeluarkan peringatan jika akan terjadi badai salju malam ini. Namun, peringatan itu tak digubris oleh gadis cantik elegan itu. Dia tetap mantap melenggang sepanjang jalan yang sepi.

Namanya Lalisa Putri Grande. Gadis keturunan Amerika Latin-Indonesia itu baru saja kembali dari negara ibunya. Dia menghabiskan hampir enam bulan penuh untuk bersenang-senang di Indonesia setelah kelulusannya dari Université Paris 1 Panthéon-Sorbonn. Merindukan cuaca panas dari negara tropis itu adalah alasannya pulang ke tanah air.

Gadis yang kerap disapa Putri itu memang baru saja meraih gelar sarjananya. Usianya menginjak 23 tahun hari ini. Usia yang membebaninya karena dia harus segera mendapatkan pekerjaan untuk hidupnya. Memikul gelar sarjana Humaniora dan berkat almamaternya yang sangat terkenal memang memberikan banyak kesempatan dan peluang bagi Putri untuk memasukan lamaran pada kantor hingga perusahaan-perusahaan ternama di Indonesia. Namun, entah mengapa dia lebih memilih untuk kembali ke Perancis daripada harus melanjutkan hidupnya di Indonesia.

Kehilangan orang yang begitu dia kasihi adalah satu dari sekian banyak alasan yang membuat Putri harus berbahu baja hingga kini. Dwi Dave Grande, lelaki yang usianya terpaut dua tahun lebih tua dari Putri itu adalah kakak satu-satunya yang dia miliki sebelum kecelakaan tragis ketika badai salju tahun lalu merenggut nyawanya berserta Shena- kekasihnya.

Kabar duka yang datang pada Putri menyentaknya, membunuh nalarnya, mematikan daya pikirnya hingga menghancurkan hidupnya. Dia tengah menonton film kartun sebelum dering telefon membuatnya menangis tak tertahan kala itu.

Dia seperti orang gila yang berlari menerobos badai salju menuju rumah sakit. Menangis tersedu saat dokter mengatakan nyawa kakaknya beserta kekasihnya itu tidak bisa diselamatkan.

Getaran hebat melandanya kala manik basahnya bertemu dengan sosok bertubuh tegap yang dia idolakan untuk tiga tahun belakangan ini. Sosok dengan tatapan tajam hingga garis wajah berukir dewa itu menyiratkan amarah tak terbendung padanya, lalu detik itu juga Putri menyadari tatapan yang dulunya hangat berubah menjadi kebencian untuk dirinya.

Bell dari pintu toko yang sengaja dipasang untuk menjadi penanda jika pelanggan masuk itu berbunyi. Sang pemilik toko sudah tau manusia siapa yang berani menerobos hujan lebat seperti ini hanya untuk mendatangi toko bunganya.

"Kau sudah kembali?" Sang pemilik toko bertanya.

"Kau benar-benar penebak yang handal, Grace." Putri berucap lalu segera menemui Grace- sang pemilik toko.

"Enam bulan menikmati liburan, huh?"

"Ah, apa kau begitu merindukanku hingga berkata seperti itu?"

Sang pemilik toko yang bernama Grace itu terbahak. Putri memang tak berubah. Dia masih gadis kecilnya. Walau sebenarnya Grace tau betapa terpukul dan hancurnya gadis itu setelah kehilangan kakak sematawayangnya. Namun, Putri tak pernah menunjukan kesedihannya. Dia selalu berusaha menutupinya dengan candaan hingga tawa dan bak virus yang cepat menyebar. Orang lain ikut terbawa dalam tawanya.

"Mengapa kau tidak menetap saja di sana? Kau bisa mencari pekerjaan. Kemampuanmu itu banyak dibutuhkan perusahaan-perusahaan besar," tutur Grace.

"Ah, aku hanya tidak ingin jauh dari Dave."

Devil Husband • Liskook 21+ ⚠️ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang