03

682 20 0
                                    

Seakan dikejar oleh waktu, kala mobil mewahnya berhenti di depan mansion saat itu juga Jeka Beaufort terburu-buru keluar dari mobilnya, berderap masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan tubuhnya yang basah akibat hujan.

Bunyi pantofel yang beradu dengan keramik lantai terdengar menggema dalam mansion megah itu, perlahan menaiki anak tangga dengan semakin cepat hingga netranya menatap sebuah pintu ruangan yang menjadi tujuannya. Tak lama dia telah berdiri di sana, lalu membuka dengan kasar pintu itu.

Napasnya memburu, rahang tegasnya mengeras ketika tatapan tajam miliknya menangkap sosok gadis yang terduduk di tepi tempat tidur. Gadis itu menatapnya dengan ketakutan yang tergambar jelas di bola matanya. Tanpa menunggu lama, Jeka mendekat.

"Kenapa kau melakukannya?" tanyanya berang, dan langsung mencengkeram kuat pipi gadis itu hingga punggungnya menyentuh sandaran tempat tidur. Kedua kakinya mengangkangi tubuh mungil di bawahnya dengan salah satu lutut yang menyentuh kasur.

"Maaf, Jeka. Maafkan aku." Gadis itu melirih.

"Kata maafmu tidak sebanding dengan apa yang telah kakakmu lakukan, sialan!"

Suara berat Jeka menggelegar di dalam ruangan kamar nan besar itu. Terdengar tenang, namun mampu membuat siapa pun merinding ketika mendengarnya tanpa terkecuali seorang pelayan yang baru saja tiba di depan pintu kamar dan mendengar langsung tuturan Jeka. Dia sedikit meringis.

"Aku tidak tau, sungguh maafkan aku." Gadis itu masih membela diri dengan lirihannya. "Aku bahkan baru mengetahuinya setelah semua itu terjadi, Jeka." Gadis itu tau Jeka tidak akan dengan mudah percaya pada ucapannya.

"Aku tidak menerima semua alasan tidak masuk akal dari bibir sialanmu itu." Jeka menyergah kasar. "Dasar sialan. Pembunuh. Pelacur! Kau lebih kotor dan hina dari bangkai hewan di luar sana. Aku tidak akan pernah memaafkanmu, gadis sialan!" Napasnya terengah mengatakan semua itu. Wajahnya terlihat tegang dan menakutkan. Matanya memerah. Amarahnya benar-benar tak bisa dibendung lagi. Ingin rasanya ia meremukan wajah gadis di hadapannya saat itu juga.

Gadis itu menjerit kala rambutnya ditarik kasar oleh Jeka. Membuatnya mendongak dan langsung menatap mata biru laut tepat di atas wajahnya. Sementara tangannya berusaha mendorong tubuh Jeka.

"Kumohon dengarkan aku dulu, Jeka-"

"Aku tidak akan mendengar penjelasanmu, brengsek!" Jeka menyela tajam nan dingin. Dia mengehempas gadis itu dengan kasar. Jeka bergerak turun dengan tatapan yang masih menusuk, mengarah tepat pada wajah tirus ketakutan gadis itu. "Kau akan menikah denganku sebentar lagi, dan setelah itu aku akan menghancurkanmu, perlahan dan sangat menyakitkan. Tidak akan kubiarkan kau bernapas lega. Kau akan merasakan sakit yang teramat sakit setiap kali kau bernapas. Akan kubuat hidupmu bagaikan di neraka jahanam, Lalisa!"

Selepas berucap pria itu berderap meninggalkan gadis itu. Jeka mengancamnya. Bukan, bukan sebuah ancaman semata. Laki-laki itu akan melakukannya. Dia akan membuat gadis itu menderita. Membuktikan pada bajingan yang telah merenggut nyawa adik perempuannya, jika dia juga bisa melakukan hal yang lebih menyakitkan dari apa pun yang pernah bajingan itu lakukan.

Di lain sisi, gadis itu tampak terisak. Lalisa Putri. Namanya begitu sulit disebutkan oleh Jeka, hingga mau tidak mau nama pertamanya yang menjadi sasaran sebutan bagi lidah orang Eropa. Tak satu pun kata yang mampu mendeskripsikan perasaannya kini. Kalimat ancaman dari belah bibir Jeka benar-benar membuatnya bergidik ngeri.

Demi Tuhan semua itu bukan kesalahannya. Dia sungguh tidak mengerti mengapa Jeka begitu egois hingga tidak mau mendengarkan penuturannya, bahkan dia mengetahui semua perkara itu setelah maut menjemput sang kakak dan Shena.

Namun, jika laki-laki itu mau mendengarkannya sekali saja, apa dia bisa membuat Jeka percaya setelah apa yang telah terjadi?

Tidak mungkin.

"Kau tidak apa-apa?" Selepas Jeka pergi, seorang pelayan yang sejak tadi berdiri di ambang pintu mendekat pada Lalisa.

Gadis itu mengangguk pelan. "Aku baik-baik saja."

"Apa kau tahanan baru Tuan Jeka?" Pelayan itu bertanya.

"Apa aku seorang tahanan?"

Pelayan itu tersenyum, dan menggeleng. "Aku tidak tau. Kurasa Tuan Jeka sangat membencimu."

Lalisa memberikan senyuman kecut pada pelayan perempuan itu. "Kau baru bekerja di sini?"

"Ya, lima bulan lalu. Siapa namamu?"

"Putri," jawab gadis itu.

"Put-Put ... Aku tidak bisa menyebutkan namamu dengan baik, dan aku tidak mendengar Tuan Jeka memLalisalmu seperti itu."

"Panggil saja Lalisa. Siapa namamu?"

"Namaku Paulina," ucapnya. "Baiklah, Lalisa. Bersihkan dirimu, dan pakai ini." Pelayan itu menyodorkan sebuah dress putih panjang padanya. "Cepatlah sebelum Tuan Jeka kembali memarahimu."

"Aku tidak akan memakainya."

"Terserah kau saja. Aku hanya menjalankan tugasku," tutup pelayan itu lalu meninggalkan Lalisa tenggelam dalam sepinya kamar berukuran besar dengan pintu dan semua jendela yang terkunci rapat. Seakan dia benar-benar menjadi tahanan dalam mansion megah ini bersama pemilik yang layaknya seorang malaikat pencabut nyawa.

Menikah dengan Jeka.

Menikah dengan Jeka.

Menikah dengan Jeka.

Kalimat itu berputar dalam otaknya. Anggap saja dia menyerahkan diri pada laki-laki berhati iblis itu. Nyatanya seorang Jeka Beaufort telah mendirikan kebencian yang mendalam untuknya. Demi Tuhan, Lalisa hanya tidak mengerti mengapa laki-laki itu begitu naif hingga mendengarkan penjelasannya saja begitu sulit.

Bahkan kata-kata tajam laki-laki itu tak berperasaan, seakan menelanjangi dirinya, dan mempermalukannya.

×××

Hembusan napas berat terdengar, mengusir kesunyian yang ada di sekitar kamar luas bernuansa feminim gold itu.

Sepi dan hening. Tidak ada lagi suara melengking seorang gadis yang selalu menyuruhnya keluar jika dirinya memasuki kamar itu.

Jeka megitari kamar bercat putih emas milik adik perempuannya itu. Langkahnya terhenti tepat di jendela besar, lalu menengadah kepalanya. Memandangi langit gelap yang dihiasi bulan dan bintang di luar sana. Sungguh indah. Tak heran jika Shena senang berada di tempat ini.

Ingatannya kembali melayang kala dia selalu melihat Shena duduk di depan jendela besar ini. Termenung dengan sorot tatapnya yang kelam. Gadis itu bahkan selalu mengeluarkan air matanya. Menangis dalam diam, tanpa suara, tanpa isakan. Membuat hati Jeka saat itu seakan diremas oleh tangan tak kasat mata melihat kesedihan adiknya itu.

Shena adalah adik satu-satunya yang sangat dia cintai. Dia berusaha, selalu berusha untuk membuat gadis itu bahagia. Namun, kebahagiaan Shena hilang dan lenyap seketika. Tepat ketika Shena mengenal seorang pemuda bajingan, sialan, yang telah merenggut kebahagiaannya. Dave Grance, kakak kandung Lalisa.

Mengingat nama gadis itu, senyum licik kembali terukir di bibirnya. Jeka tak perlu khawatir lagi. Laki-laki itu sudah menemukan mainan barunya. Mainan yang sangat tepat untuk melampiaskan segala macam amarah dan dendam yang ada di dalam hatinya. Dia akan membuat gadis yang tengah disekapnya itu merasakan apa yang dirasakan Shena dulu. Bahkan mungkin lebih menderita lagi.

Jeka bersumpah untuk semua itu.

Devil Husband • Liskook 21+ ⚠️ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang