CHAPTER 2

619 105 1
                                    

[INI AKU KASIH SPOILER LAGI BIAR MAKIN PENASARAN 🤭. SAMA AKU KASIH KODE VOUCHER POTONGAN HARGA BUAT YANG BELI 'IBU WASIAT' DI KARYAKARSA. KODENYA UDAH AKU TARUH DI POSTINGAN SEBELUMNYA. SEMUA KODE BISA KALIAN COBA PAKAI UNTUK POTONGAN HARGA, YA. HAPPY READING.]


Selama dua minggu berada di sana, tidak ada perkembangan hubungan yang terjadi antara Yudisa dan Edris. Yang berkembang adalah hubungan Yudisa dengan Ela yang memang semakin membaik. Tentu saja membaik dalam makna yang sangat berbeda. Membaiknya Yudisa dan Ela adalah jenis hubungan yang tidak masuk kategori ibu tiri dan anak tiri yang saling sayang. Mereka berdua malah seringnya sibuk saling melontarkan banyak kata-kata untuk satu sama lain yang mirip sekali dengan Tom and Jerry.

"Tante jelek banget, sih."

Pagi-pagi begini saja Ela sudah melayangkan kalimat pertempuran yang pasti akan diladeni oleh Yudisa.

"Oh, iya, dong. Tante jelek begini soalnya terlalu sering deket-deket sama kamu."

"Kok deket sama aku jadi jelek? Apa hubungannya?"

"Ada. Keseringan deket sama anak jelek, Tante jadi ikutan jelek."

Wajah Ela langsung memerah, jengkel karena dibalas oleh Yudisa demikian.

Tanpa Yudisa tahu kemana anak itu pergi, Yudisa memilih untuk menyantap sarapannya dalam diam. Enaknya menjadi istri yang hanya sementara dan hanya berupa status memang seperti ini. Dia tidak perlu susah payah kerja, tidak susah payah mencari makanan sendiri, tidak perlu bingung mencari tempat tinggal kos atau mengeluarkan uang lagi. Kesulitannya hanya satu; menghadapi mulut julid anak kecil yang entah kenapa senang sekali memancing Yudisa untuk membalas.

"Nih!"

Yudisa terkejut saat Ela kembali dengan membawa cermin duduk yang diletakkan di meja makan.

"Apaan, nih nih??" Balas Yudisa.

"Bikin aku cantik! Aku nggak mau jelek."

Yudisa tidak merasa Ela adalah anak yang jelek. Ayah anak itu saja tidak memiliki ciri fisik yang jelek, dan setahu Yudisa sejauh ini dari foto mendiang istri Edris, wanita itu juga tidak jelek. Jadi, sudah jelas jika keturunan mereka tidaklah jelek. Tadi Yudisa memang hanya ingin membalas celetukan Ela yang selalu membuat telinganya gatal. Masih kecil saja ketus, bagaimana ketika besar nanti?

"Kamu mau Tante ngapain? Kalo jelek, ya, jelek aja."

Ela menatap Yudisa dengan tajam.

"Aku mau rambut kayak Tante. Aku juga mau bibir aku kayak Tante. Aku mau wanginya kayak Tante."

Yudisa terkejut dengan apa yang Ela sampaikan. Ketika diberikan kata-kata seperti ini, Yudisa sadar bahwa Ela menginginkan apa yang Yudisa miliki.

"Oh, Tante paham sekarang. Kamu tadi ngatain Tante jelek aslinya kamu suka sama fashion Tante di rumah, kan?"

Ela membuang muka, tapi tetap menunggu aksi Yudisa dengan tidak bergerak kemana-mana. Karena kasihan, Yudisa memberikan pengertian.

"Tante habisin makanan dulu. Baru nanti Tante kepang rambut kamu."

Ela menaruh rasa senang dan bertanya, "Terus bibir aku?"

"Tante cuma pake lip serum yang ada spf-nya."

"Apa itu?"

"Udah, deh. Nanti Tante kasih tahu. Sekarang, bawa cerminnya ke ruang tengah. Nanti kepangnya di sana aja, jangan di meja makan."

Ela tidak menunggu lebih lama lagi, dia berjalan cepat menuju ruang tengah dan menunggu Yudisa di sana. Melihat antusias yang ditahan-tahan itu, Yudisa jadi sedih juga melihat kondisi anak tanpa ibu itu. Yudisa jadi mengingat dirinya sendiri yang sejak kecil tidak mendapat perhatian dari orangtuanya.

"Gini amat nasib. Keluar dari panti berharap bisa bangun keluarga yang bisa bikin anak sendiri punya orangtua utuh, malah ketemu sama anak yang orangtuanya nggak ada satu."

***

Yudisa dengan hati-hati membagi beberapa bagian rambut Ela. Dia mengambil bagian kecil lainnya hingga bisa menghasilkan kepangan rambut yang manis untuk putri Edris itu.

"Tante belajar dari mana bikin rambut kepang?" tanya Ela.

"Belajar, dari tutorial di majalah dulu waktu masih SD."

"Majalah apa?"

"Majalah Go Girl! Bekas dikasih sama orang yang suka berkunjung ke panti."

"Panti itu apa?"

"Panti itu tempat tinggalnya Tante."

"Bukan rumah?"

"Rumah. Tapi buat banyak anak-anak."

"Kok, banyak? Emangnya mereka nggak punya rumah?"

"Nggak. Mereka dan Tante dibuang. Makanya cuma bisa tinggal di panti."

Ela berhenti memainkan bonekanya dan menatap ke cermin, hingga Yudisa juga bisa membalas tatapan anak itu.

"Tante dibuang sama mama papa?"

Yudisa mengangkat kedua alisnya dan berkata, "Hm."

"Kenapa dibuang?"

"Mana Tante tahu. Tante waktu dibuang, kan, masih bayi. Tante belum bisa nanya ke mereka kenapa mereka buang Tante."

Yudisa merasa dirinya sudah mati rasa dengan pembahasan orangtuanya. Tidak ada lagi kesedihan yang menaunginya ketika membahas hal semacam ini. Dia sudah terbiasa. Namun, dengan menatap Ela sekarang, ada hal berbeda yang tidak bisa membuat Yudisa biasa saja.

"Kenapa?" tanyanya pada si anak kecil.

"Aku juga masih bayi waktu Mama pergi. Aku jadinya nggak bisa nanya kenapa Mama pergi ninggalin aku sama Papa. Kata temen-temen aku di playground, aku yang bikin Mama aku pergi. Aku nggak mau Mama pergi."

Yudisa terus mengepang rambut Ela hingga selesai, tak lupa dia membentuk kepangan itu menjadi mahkota dan dijepit dengan jepit lidi yang lengkap Ela miliki di boks aksesorisnya. Yudisa juga memberikan jepit kupu-kupu disekitar mahkota itu. Ela masih belum menyadari kecantikan yang anak itu miliki karena Ela sibuk menunduk dan memainkan hidung bonekanya.

"Mama kamu orang baik. Karena itu mama kamu pergi untuk ke surga. Setelah melahirkan kamu, mama kamu sudah dipastikan masuk surga."

"Bener gitu?"

"Bener. Kamu tanya aja sama guru agama. Mama yang meninggal setelah melahirkan itu masuk surga. Kamu baik sekali karena membuat mama kamu masuk surga."

Ela langsung tersenyum bahagia, dia menatap hasil kepangan rambutnya dan tertawa puas.

"Aku suka!"

Yudisa mengangguk dan berniat merapikan bekas kepangan, tapi dia terkejut karena Ela yang berbalik badan dan memberikan pelukan untuknya.

"Makasih Tante Disa!"

Baru kali ini Yudisa mendapatkan pelukan erat seperti ini. Terlebih dari seorang anak yang memang seringnya sinis sekali mulutnya. Rupanya selama ini Ela memang tidak mendapatkan banyak pujian hingga mulutnya seperti orang tua yang suka berkata sinis. Ela hanya perlu dibimbing untuk berkata manis, menjadi anak manis. Tapi yang jelas, bukan Yudisa orang yang berhak melakukannya. Dia akan bicara dengan Edris mengenai hal ini nanti. 

IBU WASIATWhere stories live. Discover now