VI

602 106 3
                                    

Di hamparan rerumputan sebuah desa, seorang wanita berambut bergelombang tersenyum hingga menampakkan lesung pipinya. Ia sangat menikmati suasana yang tenang dan sejuk seperti ini.

Shani memutar mutar tubuhnya, membiarkan angin menerpa pakaian serta rambutnya. Tapi, semua itu harus berhenti ketika Shani melihat seorang gadis yang sedang duduk di sebuah kursi kayu berwarna putih. Kursi seperti di sebuah taman.

Dengan perlahan Shani berjalan mendekat. Semakin jelas terdengar bahwa gadis itu sedang terisak.

Shani sudah tepat berada di belakang gadis tersebut. Bahkan tangannya sudah mengambang di udara, berniat untuk menyentuh bahu sang gadis.

"Kakak ... Kakak di mana? Aku sendirian di sini..." Nafas Shani tercekat. Ia kenal betul dengan suara ini. Chika, ini suara sang adik yang selama ini Shani rindukan.

"Chika...?"

Tiba tiba saja tangisan dari sang gadis berhenti. Ia diam tanpa menjawab ucapan Shani. Terpaan angin pun tiba tiba senyap begitu saja. Seperti Shani sedang berada di ruangan yang hampa akan udara.

Shani mundur beberapa langkah ketika melihat tubuh gadis di depannya itu berdiri. Membalikkan badan dan memperlihatkan wujudnya yang sangat menyeramkan.

Bota mata yang hancur, menyebabkan di kedua pipinya terdapat darah yang mengalir. Jangan lupakan bibirnya tang tersenyum menyeramkan hingga memperlihatkan sesuatu yang membusuk di dalamnya.

Melihat itu Shani langsung berlari secepat mungkin. Namun itu hanya perasaannya saja. Ternyata makhluk itu tepat berada di belakangnya. Ingin meraih tubuhnya.

"Aaa! Tolong!"

Shani membuka matanya dengan nafas yang tidak teratur. Di sebelahnya terdapat Zee yang sudah berusaha membangunkannya sedari tadi. Shani mengelus dadanya untuk menenangkan diri.

Zee menyodorkan segelas air yang langsung di terima oleh Shani. Ditegaknya air itu hingga habis sepenuhnya. Kemudian ia letakkan di nakas sebelahnya. Ia masih merasakan jika jantungnya berdetak lebih cepat.

"Kamu mimpi buruk, Shan?" Shani mengangguk. "Mimpi buruk tentang Chika," Zee mengerti. Ia tak melanjutkan pertanyaannya agar Shani tak mengingat mimpinya tersebut.

Ini masih di pagi hari. Bahkan Shani belum sempat sarapan dan meminum obatnya. Selepas Zee yang membuat bubur dan membeli obat, ia mendapati Shani yang kembali terlelap. Tak enak hati membangunkan, akhirnya Zee meletakkan bubur serta obatnya di meja kecil yang ada. Lalu ia melanjutkan pekerjaannya.

"Sekarang, karena kamu udah bangun ..." Zee beranjak kemudian meraih bubur serta obatnya. Diberikan kepada Shani. "Kamu sarapan dulu. Abis itu minum obatnya. Nanti aku ambilin air lagi."

Shani mengangguk. Menerima bubur beserta obatnya. Shani memakannya dengan perlahan. Karena lidahnya yang mulai tak merasakan apa apa. Tapi ia harus tetap makan demi kesembuhan yang cepat.

Selagi Shani makan, Zee keluar dari kamar menuju dapur untuk mengambilkan Shani segelas air lagi. Di dapur, ia bertemu dengan Christy yang sedang membuat susu.

"Gimana keadaan kak Shani? Udah bangun terus minum obat kak?" Zee menoleh sekilas lalu mengangguk. Menuangkan air ke gelasnya hingga terisi penuh.

"Kamu di sini dulu, ya. Kakak mau bawain kak Shaninya air dulu." Christy mengangguk dan membiarkan kakaknya berjalan menuju ke kamarnya.

Sebenarnya Christy kasihan melihat keadaan Shani. Ingin sebenarnya turut membantu tapi ia tidak tau harus mulai dari mana. Christy memiliki niatan untuk bertanya langsung kepada kakaknya. Bersekongkol untuk membantu mencari.

Christy tersenyum bangga atas pemikirannya itu. Dengan cepat ia menuangkan iar hangat ke dalam gelas kaca yang sudah berisi bubuk susu. Menyeduhnya kemudian mengaduknya hingga rata. Christy membawa susunya menuju kamar sang kakak. Mencoba menjalankan rencananya.














Setelah minum obat, Shani ingin melanjutkan pekerjaannya tapi tidak di perbolehkan Zee. Ia diminta untuk istirahat lebih lanjut agar kondisinya cepat pulih.

"Terus kerjaan aku gimana? Adik aku gimana? Bundaku juga lagi sakit..." Zee menghela nafasnya. Shani memang sedikit keras kepala orangnya. Tapi Zee harus bisa melarangnya demi kebaikan Shani.

Pintu terbuka. Menampakkan Christy dengan gelas susu di tangannya. Dengan perlahan ia masuk lalu menutup kembali pintunya. Berjalan mendekat ke arah ranjang yang ditempati oleh Shani.

"Keadaan kak Shani gimana? Udah mendingan?" Shani mengangguk ketika punggung tangan Christy menyentuh dahinya. Christy mengangguk merasakan suhu tubuh Shani yang mulai membaik.

Setelah itu Zee memohon pada Shani untuk beristirahat terlebih dahulu. Zee berjanji akan menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin agar Shani bisa segera bertemu dengan Chika.

Mendengar itu, Christy menarik dengan lembut pergelangan tangan kakaknya. Mengajaknya untuk keluar sebentar.

"Kenapa Dek? Kakak mau lanjutin kerjaan kakak." Christy menutup rapat pintu kamar tersebut lalu mendekatkan bibirnya ke telinga sang kakak.

"Aku mau bantuin kak Shani cari adiknya. Nanti kalau ketemu, aku mau kasik kejutan ke kak Shani."

Terlihat Zee yang berpikir sejenak tentang tawaran sang adik. Namun secara perlahan ada sebuah senyuman yang terbit dari bibir tebal milik Zee.

"Oke!" sentaknya dengan mengankat kedua jempolnya. "Tapi ini rahasia kita berdua, ya." Christy pun mengangguk dengan antusias.

Christy menerima sebuah informasi mengenai alamat rumah dari Chika. Ia mengucapkan terijmakasih kepada sang kakak. Nanti sore Christy akan memulai pencariannya. Zee pun setuju dan meminta Christy untuk tetap berhati hati.
























Matahari sudah berjalan semakin ke barat. Kini Christy pun sudah rapi dengan pakaian santainya. Ia menemui sang kakak untuk meminta izin. Christy pergi menggunakan motor matic kesayangannya.

Alamat rumah Chika dari rumah Zee itu lumayan jauh. Karena tempatnya yang ada di tepi desa.

Christy berhenti di sebuah rumah yang cukup sederhana. Ia memeriksa kembali alamat yang telah diberikan oleh sang kakak.

Dirasa sudah benar, Christy meletakkan kendaraannya dengan rapi lalu membuka helmnya. Christy merasa jika di rumah ini tidak ada penghuninya sama sekali. Terlihat dari lampu depan yang masih menyala, padahal ini masih sore.

Christy mengetuk pintu lalu mencoba untuk memutar knop pintunya. Terkunci. Kemudian ia mengintip dari balik jendela. Melihat keadaan di dalam rumah yang sepi dan gelap.

Merasa tidak mendapatkan petunjuk apapun, kini Christy beralih ke tetangga sebelah. Bermaksud untuk bertanya tentang penghuni rumah tersebut.

Christy mengetuk pintu rumah tetangga yang ada di sana. Tak lama kemudian keluarlah seorang wanita paruh baya yang menggunakan dasternya.

"Permisi buk," ujar Christy dengan sopan kemudian dibalas anggukan oleh sang pemilik rumah.

"Saya mau tanya buk. Apa benar rumah di sebelah pemiliknya bernama Kak Chika?" Yang ditanya sedikit menoleh kemudian mengangguk lagi.

"Iya, bener Dek. Kamu ada perlu apa?" Tanya sang ibu penasaran.

"Saya cuma mau bertamu aja kok buk..." Jedanya

"Kalau boleh tau, Kak Chika nya kemana ya buk?"

Si pemilik rumah pun menceritakan bahwa ibu dari Chika mengalami musibah dan harus dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Mendengar itu, Christy langsung meminta alamat rumah sakitnya dan bergegas menuju ke sana. Sebelum ia menaiki serta menyalakan mesin motornya, Christy menyempatkan diri untuk mengirim pesan pada sang kakak.

"Kak, ibunya Kak Chika masuk rumah sakit. Ini aku otw ke sana sekarang."

"Tolong keep dulu ya kak dari kak Shani."

Missing You - ShanChik [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang