Hari baru telah dimulai. Mentari pagi menunjukkan sinarnya dan membangunkan orang orang yang berada di bumi. Memancarkan sinarnya untuk menjalankan aktivitas sebagai mana mestinya.
Di sebuah kamar, dua orang saudara kandung sedang saling memeluk satu sama lain. Perpisahan yang lama membuat mereka tak ingin melepaskan pelukannya.
Namun sang mentari sepertinya enggan memberikan mereka kenyamanan. Chika terusik karena wajah cantiknya terkena sinar matahari. Ia mengerjapkan matanya untuk mendapatkan kesadarannya.
Hal pertama yang Chika lihat adalah sang kakak yang sedang tertidur. Wajah teduhnya membuat hati siapapun akan tenang.
Akhirnya setelah penantian bertahun-tahun membuahkan hasil yang begitu manis. Chika kembali bertemu dengan kakaknya, melepas semua rindu dan juga beban yang membelenggunya selama ini.
Chika mengeratkan pelukannya dan meletakkan wajahnya di ceruk leher kakaknya, membuat Shani terusik dan bangun dari tidurnya. Iya tersenyum melihat sang adik yang berada di pelukannya.
"Kamu udah bangun, Chika?" Shani menggoyang-goyangkan tubuh adiknya, memastikan apakah ia sudah bangun atau belum.
"Udah kak. Baru aja,"
Karena kedatangan Chika kemarin malam, membuat Zee bergeser ke kamar adiknya. Memberikan ruangan kepada Shani dan juga Chika.
Setelah itu Shani meminta Chika untuk membasuh mukanya agar terasa lebih segar. Tanpa membantah, Chika beranjak dari tempatnya lalu berjalan menuju ke kamar mandi. Shani pun tersenyum melihat adiknya yang penurut itu.
Shani pun ikut beranjak dan merapikan tempat tidur yang mereka pakai. Sembari menunggu Chika, Shani memeriksa beberapa pekerjaannya yang sudah dikerjakan oleh Zee.
Shani mendengus kesal saat mendapati pekerjaannya belum selesai sepenuhnya. Padahal kemarin Zee mengaku bahwa semuanya telah selesai.
Chika yang baru keluar dari kamar mandi pun menghampiri kakaknya yang nampak kesal.
"Kenapa kak?" Shani menoleh kemudian menggeleng. Tersenyum melihat wajah adiknya yang lebih segar.
"Tunggu kakak sebentar. Mau cuci muka dulu." Shani melesat ke dalam kamar mandi. Tak berselang lama ia keluar dengan wajah berserinya. Meraih tangan adiknya untuk keluar dari kamar.
"Kamu mau 'kan anterin kakak ketemu sama bunda?" Chika menoleh ke arah Shani. Merasa aneh dengan pertanyaannya.
"Kenapa nggak mau coba? Aku dengan senang hati nganterin kakak." Shani tersenyum lalu mencubit pipi adiknya.
Mereka berdua pun keluar kamar dan mencari sang pemilik rumah.
Bangunan bertingkat dengan warna putih, mengelilingi tempat Shani dan juga Chika. Mereka berdiri di tengah tengahnya.
Chika menuntun Shani untuk melangkahkan kakinya menuju kamar nomor delapan. Pada saat masuk lobby, Chika menyempatkan diri untuk menanyakan keadaan ibunya.
"Setelah pengambilan tindakan, bagaimana keadaan ibu saya, Sus?" Chika tidak tau harus memanggilnya dengan sebutan apa.
"Sudah membaik kok, Mbak. Tapi pagi beliau sudah siuman dan mencari mbaknya."
Setelah mendengarkan itu, Chika bergegas mengajak Shani untuk ke ruangan delapan. Khawatir juga ibunya merasa kesepian di dalam sana.
Chika juga senang jika ibunya sudah siuman, jadi dengan mudah ya dapat mempertemukan Shani. Shani pun begitu, ia merasakan jantungnya yang terpacu lebih cepat. Seakan belum siap untuk hal yang akan terjadi berikutnya.
Diketuknya beberapa kali pintu yang tertutup rapat tersebut. Menyadarkan orang yang ada di dalam sana bahwa akan ada orang yang masuk. Sang ibu yang memang sudah sadar pun kian menoleh dan mendapati Chika yang masuk dengan seorang wanita cantik.
Mata Veranda membola dengan sempurna ketika ia menyadari siapa wanita tersebut. Detak jantungnya semakin cepat ketika wanita itu berjalan mendekat.
Shani tak kuasa melihat keadaan ibunya yang seperti ini. Diraihnya sebelah tangan sang ibu yang terpasang infus. Veranda pun menitihkan air matanya ketika tangan lembut anaknya mendarat dengan sempurna.
"Bunda ... Shani kangen," Shani memeluk ibunya dengan erat. Menumpahkan semua rasa sesal dan rindunya. Chika pun ikut memeluk sang kakak dari belakang.
🪐
Setelah proses pemulihan yang dilakukan beberapa hari. Kini Veranda akhirnya bisa pulang ke rumah. Melihat perkembangan kesehatannya yang semakin membaik.
Shani juga turun berada di sana untuk membantu ibunya pulang. Ia tak mau membiarkan Chika sendiri yang mengurusnya.
Masalah pekerjaan Shani pun sudah beres. Sang atasan memberikan ancungan jempol kepada mereka berdua–Shani dan Zee–karena berhasil membawa titik balik kepada proyeknya. Sesuai janjinya, mereka berdua akan diberikan bonus yang sesuai.
Shani meletakkan sang ibu di kursi penumpang sedangkan Chika duduk di sebelah kursi pengemudi. Mereka memutuskan untuk kembali ke rumah milik Chika terlebih dahulu. Barang barang milik Shani pun sudah lengkap berada di bagasi belakang.
Shani mengucapkan banyak terimakasih kepada Zee yang sudah bersedia menampungnya untuk sementara waktu. Bahkan merawatnya ketika sakit. Shani ingin mengganti uang milik Christy namun dengan cepat ditolak. Katanya mereka membantu dengan ikhlas.
Setelah sampai, Chika menuntun ibunya untuk masuk ke dalam rumah. Shani menyusul dengan tidak membawa barangnya sama sekali. Karena ia berniat untuk membawa adiknya dan juga sang ibu kembali ke ibukota. Namun semua itu harus dibicarakan terlebih dahulu.
Mereka bertiga duduk di ruangan tengah. "Udah enakan, Bunda?" Veranda mengangguk sembari meremas remas tangan Shani dengan lembut.
"Bunda, Shani mau ngomong sesuatu, boleh?" Veranda mengangguk. Membuat Chika menajamkan pendengarannya juga.
"Shani pengen bawa kalian ke Jakarta lagi. Kita tinggal di sana bareng bareng." Ujar Shani dengan lembut. Chika melayangkan tatapan khawatir ke arah ibunya.
"Nggak! Bunda nggak mau!" Sentak Veranda membuat Shani terkejut. "Bunda udah nyaman di sini sama adik kamu."
Chika mengedipkan satu mata untuk memberikan isyarat kepada kakaknya. Dan Shani pun mengangguk dan tak memaksa ibunya. Shani menunggu dulu agar keadaan sedikit membaik.
Chika dan Shani menuntun sang ibu untuk beristirahat di dalam kamarnya. Sedangkan Shani akan beristirahat di kamar milik Chika. Bersama Chika, tentunya.
Setelah Shani dan Chika merebahkan tubuhnya, Chika menatap manik sang kakak dengan dalam. Ingin menanyakan sesuatu namun Chika enggan.
"Kak ... Kakak tau 'kan apa alasan bunda nggak mau balik ke Jakarta?" Shani menoleh. Menghadap samping ke arah adiknya.
"Iya, kakak tau. Tapi itu semua nggak akan terjadi, karena ayah udah meninggal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing You - ShanChik [END]
General FictionMISSING YOU Menceritakan seorang kakak beradik yang berpisah karena perceraian orang tua. Sang kakak yang merasa kehilangan, begitu juga dengan sang adik. Hal ini merujuk pada kata 'Missing' atau 'Menghilang' Karena jarak yang terpaut jauh menumbuh...