8. Kidnapped

801 80 38
                                    

Sudah beberapa minggu Jiwon dan Soohyun tinggal bersama, kini mereka menemui Soomen lagi-setelah mendapat pesan darinya.

"Wow, kalian berdua cukup mesra dengan bergandengan tangan begitu di depan mataku," katanya sarkas.

Soohyun dan Jiwon tertawa. "Benarkah?" Mereka kemudian duduk di depan Soomen.

"Hyunsoo membunuh orang lagi," Soomen membuka pembicaraan.

Soohyun dan Jiwon menoleh bersamaan, rasa takut mulai merayap di dinding hati mereka.

"Target selanjutnya, Jiwon." Soomen menatap iba, membuat Jiwon terkejut. Maksudnya, kenapa dia?

"Kenapa?"

Soomen menunjukkan daftar titik di peta persebaran kota. "Sebenarnya, Jiwon, bukan kau korban selanjutnya. Namun, kau sudah mengetahui keberadaan kami. Itu yang membuatnya marah." Raut wajahnya berubah menjadi serius. Jiwon menggenggam tangan Soohyun di bawah meja, lelaki itu mengangguk seolah mengatakan semuanya akan baik-baik saja.

"Hyunsoo terkadang masih menghubungiku, paling tidak setahun sekali. Isinya hanyalah lokasi yang ia gunakan, setelah itu nomornya tidak digunakan kembali. Namun, Soohyun tidak sama sekali. Itulah kenapa aku dan Hyunsoo merasa berada di level yang sangat berbeda dengannya. Bukan hanya aku. Hyunsoo benar-benar menikmati pekerjaan berbahayanya. Kali ini, dia sudah menghubungiku sebanyak dua kali di tahun ini." Soomen menatap Jiwon khawatir.

Jiwon menatap Soomen dengan raut takut. "Apa yang harus kita lakukan? Bagaimana kita bisa melindungi Jiwon?" Soohyun bertanya, suaranya dipenuhi kecemasan.

Soomen berpikir sejenak sebelum menjawab. "Kita harus lebih berhati-hati. Jiwon, kamu harus selalu bersama Soohyun. Jangan pernah pergi sendirian. Dan kita harus mencari tahu di mana Hyunsoo berada. Kita harus menghentikannya sebelum dia mencapai Jiwon."

Jiwon mengangguk, meskipun hatinya masih dipenuhi ketakutan. "Aku akan berhati-hati."

Soohyun meraih tangan Jiwon dengan lembut. "Kita akan melindungimu. Kita akan melewati ini bersama-sama."

Mereka bertiga mengatur rencana dengan cermat, memastikan Jiwon selalu berada dalam perlindungan. Namun, ancaman Hyunsoo terus menghantui mereka, membuat setiap langkah terasa berisiko.

"Bagaimana cara memancing Hyunsoo keluar?" Jiwon bertanya.

Soomen menggeleng, "Dia hanya muncul ketika mendekati targetnya, kalaupun ingin memancingnya, itu artinya hanya mengorbankan dirimu." katanya menatap tak tega.

Soohyun naik pitam, "Apa maksudmu mengorbankan Jiwon? Dialah yang harus tamat. Apa motivasinya melakukan semua ini?" tangannya ditahan Jiwon sebab Soohyun tampak hendak menghajar orang. Soohyun kembali duduk dengan tatapan lembut Jiwon.

Soomen memandang Jiwon dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

Beberapa hari kemudian, Jiwon pulang dari minimarket sendirian. Ia merasa aman karena lokasinya tidak jauh dari rumahnya. Seharusnya begitu. Namun, langkahnya terhenti saat merasakan ada seseorang yang mengikutinya dari belakang.

Jiwon mempercepat langkahnya, tetapi orang itu semakin mendekat. Dia berusaha mengambil ponsel dari dalam tasnya, tetapi sebelum sempat menelepon, seseorang menutup mulutnya dengan saputangan yang berbau menyengat.

Mata Jiwon membesar saat dia mencoba melawan, tetapi kekuatannya perlahan menghilang. Kepalanya mulai pusing, pandangannya kabur, dan tubuhnya terasa lemas. Dia menyadari bahwa dia telah dibius. Sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya, dia melihat sekilas wajah Hyunsoo yang dingin dan tanpa ekspresi.

Saat Jiwon terbangun, dia mendapati dirinya terikat di kursi di ruangan yang gelap dan dingin. Kepalanya masih pusing, dan tubuhnya terasa lemas. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi, dan rasa takut segera melingkupinya saat menyadari dirinya telah diculik oleh Hyunsoo.

Pintu terbuka, dan Hyunsoo masuk dengan senyum sinis di wajahnya. "Akhirnya kau bangun, Jiwon-ssi. Aku sudah menunggumu."

Jiwon mencoba berbicara, tetapi suaranya teredam oleh rasa takut. "Kenapa... kenapa kau melakukan ini?"

Hyunsoo mendekat, menatapnya dengan tatapan dingin. "Kau terlalu dekat dengan Soohyun dan Soomen. Mereka berdua adalah ancaman bagi misiku. Dan kau, Jiwon-ssi, hanya penghalang di jalan."

Jiwon merasakan air mata mulai mengalir di pipinya. "Tolong, jangan sakiti aku. Aku tidak tahu apa-apa tentang urusanmu."

Hyunsoo menggeleng pelan, "Sayangnya, aku tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja. Soohyun dan Soomen akan melakukan apa saja untuk menyelamatkanmu. Aku hanya perlu menunggu sampai mereka datang. Kehadiranmu hanya akan mengungkap identitas rahasia kami bertiga, Jiwon-ssi, tidakkah kau tau itu?"

Jiwon merasa tertekan, tidak tau hal apa yang akan menimpanya setelah ini, "Tapi, kenapa? Kenapa kau setega ini?"

Hyunsoo mendekati wajahnya, tangannya mencengkram wajah Jiwon, membuat gadis itu ketakutan dan sulit bernafas. Kedua tangannya diikat di belakang, begitu juga dengan kakinya.

"Di antara kami bertiga, hanya Soohyun yang memiliki kehidupan normal. Kau pikir, akan mudah baginya menjalani hidup kalau publik mengetahui bahwa kembarannya adalah seorang pembunuh dan seorang waria? Jika aku tertangkap, maka hidup Soohyun tamat. Apakah kau menghendaki itu? Dia adalah adikku, dan kau tidak berhak menghancurkan kami."

Jiwon menangis dalam cengkraman menyakitkan Hyunsoo, namun lelaki itu malah lamat memandanginya. Ia mendekati wajah Jiwon, lantas gadis itu mengalihkan pandangannya. Hyunsoo menyeringai, "Tapi... aku paham, kenapa Soohyun sangat ingin melindungimu."

Jiwon menatapnya tajam, takut dan gugup.

"Maksudku, dia sepertinya punya selera yang bagus. Apakah, aku juga harus mencoba dirimu?"

Jiwon penuh antisipasi dalam tatapan kelam itu, benar-benar takut hal terburuk akan terjadi padanya.

"Apakah kau menuduh adikmu sendiri?" balasnya tak mau kalah.

"Astaga, lihatlah jalang licik ini. Setelah keberanianmu ini, sepertinya, kau sangat kuat di ranjang, apakah hal ini yang membuat Soohyun ingin melindungimu?" ujarnya setengah mengejek.

Jiwon emosi, "Tak cukup menghinaku, kau juga memfitnah adikmu sendiri? Lalu, kakak macam apa kau?" balasnya elegan.

Hyunsoo mencengkram leher gadis itu, membuat Jiwon nyaris mati kehabisan nafas, lelaki itu tampak marah sekali---matanya begitu tajam menusuk, jika mata itu adalah pisau, maka Jiwon pasti mati saat ini.

Lelaki itu melepas cengkeramannya, membuat Jiwon menghirup udara sebanyak-banyaknya.

"Belum saatnya kau mati, Jiwon-ssi. Aku harus mencicipi mainan adikku, bukan? Mau aku mulai dari mana?"

"Jangan berani-beraninya kau menyentuhku dengan tangan kotormu!" peringatnya penuh kekhawatiran.

"Tangan kotor ini akan membuatmu puas, aku berjanji." ia melirik Jiwon yang tampak ketakutan melihatnya sekarang.

Di tempat lain, Soohyun dan Soomen mencari-cari Jiwon dengan putus asa. Mereka tahu bahwa waktu mereka tidak banyak, dan mereka harus menemukan Jiwon sebelum Hyunsoo melakukan hal yang lebih buruk.

“Jiwon diculik dan kau mengatakan bahwa aku harus tenang? Kau gila ya?” Soohyun menarik kerah baju Soomen.

“Bukan begitu, kalau kau marah-marah tidak ada gunanya sekarang.” Soomen menenangkan.

Soohyun menghempas tubuh kembarannya, merasa begitu frustasi dengan keadaan mencekik seperti ini. Lelaki itu duduk dengan tangan pada kepalanya, kemudian mengambil sebatang rokok untuk dinyalakan, lalu disesapnya dengan emosi yang tak terbendung.

“Soomen-ah, kau mungkin tidak tau, tapi sejak bersama Jiwon, aku merasa... hidupku lengkap. Tidak ada lagi yang aku cari sejak ada dia.”

Lelaki itu menangis, cukup takut menerka-nerka apa yang akan terjadi pada gadisnya.

“Soomen-ah, kau tidak akan tau kalau kau belum menemukan orang yang tepat, kau tidak tau apa-apa.” lantas ia pergi dari hadapan Soomen, menyisakan Soomen yang ingin mengucapkan hal yang tidak seharusnya ia katakan.

“Aku tau perasaan jenis itu Soohyun-ah, tapi aku tidak bisa. Tidak akan ada kesempatan itu, tidak satupun.” katanya pelan dengan merasakan nyerinya hati.

🍀

28062024

✅Behind The Life | Kim Soohyun Kim JiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang