"Sejak saat itu senyumannya hilang ditelan waktu."
•••
"Jadi, kamu masih tetap mau menghadiri acara perpisahan sekolah setelah apa yang terjadi dengan keluarga mu?" Tanya perempuan berusia 32 itu nampak menginterupsi.
Jema mengangguk. Ragu.
Diana menghela napas panjang. "Jema, sadar. Kamu masih harus pikir-pikir lagi. Lihat ke belakang, keluarga kamu sedang hancur. Tante cuma enggak mau kamu datang ke sana dan menjadi orang yang menyedihkan. Kamu tau kan, saat ini kasus papamu ramai dibicarakan banyak orang. Kamu mau di ejek karena punya papa yang korupsi seperti itu?" Diana tak habis pikir dengan cara berpikir Jema saat ini. "Kalau kamu mau Tante bisa bantu ambil raport, ijazah, dan SKL kamu di sekolah." "Kalau kamu mau," ulangnya penuh penekanan.
Jema menundukkan kepala dalam. Satu kata yang menggambarkan perasaannya saat ini, frustasi. Ya, dia sangat marah pada papanya. Dia belum bisa menerima kenyataan bahwa papanya melakukan korupsi di perusahaan besar yang telah beliau tempati mencari nafkah selama 25 tahun lamanya. Jema hanya merasa... Kecewa.
Disaat teman temannya berbahagia merasakan kelulusan di masa putih abu abunya, Jema justru harus merasakan penderitaan, kehancuran, dan kesedihan yang mendalam. Sebenarnya kesalahan apa yang telah ia perbuat di masa lalu?
"Jema..."
Sontak kepalanya mendongak melihat ke arah lelaki berkacamata yang juga merasakan penderitaan yang sama.
Ia merengkuh tubuh Jema guna memberikan kekuatan disaat dirinya juga sama rapuhnya. "Gapapa, ada kakak di sini," ucapnya lembut. Menciumi kepala Jema. Membuat tangis Jema semakin pecah dalam pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebenarnya Kita Ini Apa?
أدب المراهقينHilman datang dalam hidup Jema. Tanpa diundang datang begitu saja. Mendekati dan selalu menembakkan anak panah pada Jema. "Kalau mahar Lo berapa?" Datang, deketin, lalu apa setelahnya? Jema tak habis pikir apa maksud dan tujuan Hilman mendekatinya...