.05.

463 37 2
                                    


"Lia!"

"A-ah, ya?"

Sontak wanita yang merasa terpanggil itu pun menoleh, melihat rekan kerjanya berlari ke arahnya.

"Haah... Haah... Kamu ngapain di sini?" Ucap wanita itu yang berseragam suster itu pada temannya,Lia."itu dokter Matt manggil kamu , lebih baik kamu cepet kesana, soalnya keliatan penting banget." Lanjut nya menepuk pundak lia pelan.

"Ta-tapi aku-

"Udah ya, aku ada urusan." Suster tadi pergi meninggalkan Lia dengan tergesa-gesa.

Lia, wanita itu terlihat bimbang, apakah ia harus pergi mengabaikan perintah tuan muda, anak dari pemilik rumah sakit ini atau tidak pergi tapi mengabaikan panggilan dokter Matt yang seperti nya berhubungan dengan pasien.

"Hufftt, mungkin aku tinggal aja bentar, urusan ini juga gak bakal lama."

Lia pergi melangkahkan kaki nya ke ruangan tempat dokter Matt berada, sebenarnya ia merasa agak ragu akan keputusan nya ini. Tapi dirinya juga tak bisa mengabaikan panggilan dokter Matt yang kemungkinan besar berhubungan dengan keadaan pasien.

___________

"Eunghh..."

Lenguhan terdengar dari bibir mungil milik bocah yang terbaring di atas brankar itu. Ia mengerjabkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya.

Lean, bocah yang terbaring di atas brankar itu sekarang sudah bangun dari tidurnya dan mencoba duduk.

Melihat ke keseluruhan ruangan sampai sudut sudut nya. Tidak ada siapa-siapa selain dirimu di ruangan itu.

"Abang mana? Ean gak liat Abang." Bocah itu terlihat bingung dan linglung, ia mencoba turun dari brangkar. Susah payah ia turun dari brangkar. Tangan kanan nya terasa sedikit nyeri, ia ingat tangannya pernah di tusuk jarum. Sepertinya sekarang sudah di lepas.

"Ugh, sakit.." cicit nya, ia mengelus Pelan tangannya itu. Celingukan mencari keberadaan Abang nya itu, tak menemukan sosok yang di cari, ia memutuskan keluar ruangan yang memang tak di jaga siapa pun.

Ceklek

Ia mengintip dari celah pintu. Mengamati apakah ada seseorang atau tidak, ternyata lorong lantai itu sangat sepi, hanya ada dua orang yang seperti nya seorang suster.

Ia mengendap endap, menyusuri lorong sepi itu sendirian. Tak ada yang menyadari keberadaan nya itu.

Sedikit kagum dengan yang dilihat itu, karena memang ini pertama kalinya ia masuk ke rumah sakit. Ya, setiap ia sakit, ia selalu merawat dirinya sendiri tanpa bantuan siapapun.

Miris,bukan?

"Ugh.. ean halus pulang, nanti ibu malah."

Ia berjalan di lorong sepi itu sendirian, melihat interior yang baru pertama kali ia lihat. Langkah demi langkah ia bawa, sampai ia menemukan satu orang wanita sedang duduk.

Ia melangkah mendekati wanita itu.

Lean menarik ujung baju wanita itu pelan, " bibi."

Wanita itu sontak melihat ke bawah, siapa yang berani menarik baju nya ini?. Pikir wanita itu.

Melihat yang menariknya ialah anak kecil semata. Membuat wanita itu tersenyum kecil. Ia mengelus rambut lean, " apa yang kau lakukan disini sendirian, anak manis?"

Lean menatap polos, " em, ean mau pulang, tapi ean gak tau jalan nya.." ia menundukkan kepalanya sedih.

"Begitu, mau bibi antarkan? Kebetulan bibi mau kebawah sebentar."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Baby LeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang