BAB 10: Intro (end of the world)

34 6 1
                                    

"Bibi Jah Bibi! Bibi jahhh!" teriak seorang anak kecil sambil meloncat-loncat di atas kasur, membuat gadis yang sedang tidur di kasur tersebut langsung terusik.


"Eugh...." erang gadis itu sambil merentangkan tangannya. Namun, detik berikutnya matanya terbuka sempurna.

"Mala!" pekik Ilesha keras. Ia langsung membawa anak kecil itu ke hadapannya karena anak kecil yang bernama Komala itu hampir saja terjatuh dari kasur.

"Sejak kapan kamu ke kamar, Bibi, hah?" tanyanya. Ilesha mencium gemas Mala. Ia menciumnya bukan karena lucu, tapi karena tingkahnya. Coba saja Ilesha telat bangun, apa yang akan terjadi pada kepala ponakannya itu? Mungkin akan ada benjol seperti bola bekel di kepalanya.

"Uuu Jajah," ujar bocah berumur 1 tahun 8 bulan tersebut, membuat Ilesha mengerutkan keningnya bingung, tak mengerti.

"Uuu Jajah?" Ilesha mengulang.

Bocah itu mengangguk. Ilesha mulai berpikir, apa maksud dari keponakannya itu? Namun beberapa detik kemudian ia ber-oh panjang, "Oh.. Mau jajan?! Bilang kek dari tadi," katanya gemas sambil kembali mencium pipi chubby Mala.

"Mama kamu di mana?" tanya Ilesha. Ia masih heran mengapa bocah ini bisa naik ke atas kasurnya yang bisa dibilang cukup tinggi untuk bocah seumuran Mala ini. Apa mungkin ini ulah ibunya? Karena Ilesha tahu, kakak perempuannya itu senang sekali menitipkan anaknya padanya, walaupun Ilesha sedang tidur sekalipun. Contohnya seperti tadi.

"Uhh.." jawab Mala dengan memanyunkan bibirnya. Tak lupa juga telunjuknya ia tunjukkan ke arah luar kamar. Ilesha mengangguk, sudah pasti memang ini ulah kakaknya.

"Awas aja!" kesal Ilesha lalu ia beranjak dari tempat tidurnya sambil menggendong Mala bak karung beras.

"TETEH!" teriak Ilesha menemui wanita yang sedang menonton TV.

"Sengaja banget lo nyimpen nih bocah ke kamar gue?" Ilesha mendudukkan dirinya di atas sofa sebelah kakaknya, tentunya dengan Mala yang ada di pangkuannya.

"Iya, sengaja," jawab Sovi dengan santai.

Ilesha memajukan bibir bawahnya dengan kesal. Kakaknya itu dari ia belum menikah sampai menikah sama saja, nyebelin.

"Sebagai anak yang nganggur, yang kerjaannya cuma di kamar dan main kalau ada yang ngajak saja, lo harus punya kerjaan dari gue, ya minimal ngasuh anak gue," sambungnya.

"Baru juga beres ujian gue, belum lulus," kata Ilesha membenarkan ucapan kakaknya. Belum lulus belum bisa dianggap nganggur kan? Lagi pula jika ia mencari kerja juga kalau SKL atau ijazah belum keluar mana bisa. Kecuali kerjaan yang tanpa syarat ijazah SMA.

"Terserah lo, deh," putus Sovi. Jika ia kembali berbicara topik ini akan panjang dan tidak akan selesai dalam satu jam, yang ada ujungnya malah ribut. Sebagai kakak yang tidak mau ribet, Sovi mengalah.

"Mandi sana lo, pulang main bukannya langsung mandi malah tidur. Mandi habis itu ajak jajan anak gue," ucap Sovi.

"Kan gue udah bilang, gue miskin, gak ada duit!" ucap Ilesha menekankan tiga kata terakhir.

"Duit gue."

Ilesha tersenyum senang. "Nah, gitu dong. Uangnya lebihin, ya?"

The Ephemeral (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang