BAB 2 - Mantan suami

399 39 7
                                    

Nala pulang ke rumah kontrakan menggunakan ojek, karena jarak rumah dari kantornya tidak terlalu jauh. Perjalanan untuk sampai ke rumah kontrakan hanya sekitar lima belas menit, dan sekarang ini wanita itu sudah sampai di ujung gang rumahnya lalu berjalan masuk dengan jalan kaki. Jalan di depan rumah kontrakan Nala bisa dilewati motor, hanya saja susah karena sempit. Itu sebabnya Nala memilih turun di ujung gang, karena wanita itu tidak suka menyulitkan orang lain.

Sore ini dia berniat datang kembali ke rumah mantan suaminya. Seminggu berlalu Nala tidak berani mengunjungi rumah itu karena menurut informasi yang didapatkan dari Bu Atun, Utari—, mantan mama mertua Nala sudah kembali ke Indonesia. Sore nanti Nala ingin memastikannya sendiri, apakah Utari benar ada di rumah atau sudah kembali ke singapura.

Sudah lebih dari dua bulan sejak kecelakaan terjadi, namun kediaman Wijaya belum seramai seperti biasa. Arham masih mendapatkan perawatan lanjutan di Singapura, keluarga Wijaya pun masih hilir mudik ke luar negara. Melihat lamanya pengobatan, kondisi laki-laki itu mungkin sangat parah. Kondisi yang menjadi kesempatan Nala, karena dalam dua bulan terakhir ini, dia dapat menemui anaknya meskipun harus sembunyi-sembunyi. Kadang Nala berhasil masuk ke dalam rumah, kadang juga hanya bertemu Saka di pinggir jalan.

Nala bahagia bertemu Saka, meskipun lewat pertemuan itu—, lukanya yang belum sembuh akibat dicampakan seakan dikorek terus menerus.

Langkah Nala seringan kapas, pagi tadi ia sudah menyiapkan bakpao isi coklat kesukaan Saka. Berharap nanti mereka memiliki waktu temu meskipun hanya sebentar. Sekedar untuk mendengar celotehan Saka yang bercerita banyak hal, hati Nala menghangat. Ia melupakan segala kesedihan yang berputar di sekitarnya.

Namun, senyum Nala mendadak musnah, berganti keterkejutan dan debar jantung yang meletup hebat. Sesampainya di depan rumah, tubuh Nala membeku ketika menemukan sosok yang selama ini dihindari. Arham duduk di kursi kayu reot depan rumah kontrakan Nala, menatap Nala dengan pandangan teduh yang dalam. Balutan ketenangan yang sengaja dipertahankan Arham memaksa Nala menahan nafas, ketakutan menjalar melewati setiap inci pembuluh darah.

"Ng—ngapain kamu ke sini?" tanya Nala terbata, namun setiap lafal penggalannya penuh penekanan. Jika laki-laki itu berniat jahat, Nala tidak akan segan untuk menjerit meminta pertolongan.

Nala tinggal di pemukiman padat penduduk, hanya suara pelan saja dinding rumah di sebelahnya berhasil mencuri tangkap. Tak heran jika hampir setiap hari Nala mendengar suara gaduh keributan rumah tangga, tangis anak kecil hingga desah orang dewasa.

Wajah Arham mengerut bingung mendengar pertanyaan Nala, sudut bibirnya terangkat tipis. Nala merasa aneh menemukan Arham yang hanya seorang diri, biasanya laki-laki itu didampingi setidaknya satu atau dua orang besar-besar yang berpakaian serba hitam.

"Kok kamu ngomongnya gitu sama suami sendiri, Naa?"

Nada itu, suara itu, panggilan itu mengingatkan Nala tentang Arham di masa lalu. Saat mereka masih saling mencinta, suara Arham yang manja dan menuntut perhatian.

Nala memundurkan langkah, tiba-tiba kakinya lemas hingga tubuhnya nyaris terhuyung jatuh. Ucapan Arham membuat Nala semakin ketakutan, entah karena hatinya sendiri yang hancur berantakan, atau karena dibalik panggilan itu ada ancaman yang siap menikam.

"Kamu nggak kangen aku?" tanya Arham tanpa ragu.

"Aku lagi nggak ada waktu untuk bercanda, katakan apa maksud kedatanganmu ke sini, apa yang kamu inginkan?" tanya Nala setelah berhasil menguasai diri.

"Kamu," jawab Arham enteng.

"Maksudmu?"

"Kamu ... Nala Nirmala, aku mau kamu."

Amnesia Ex-HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang