21

1.7K 217 16
                                    

Chio panik, segera mendekat pada Oliver dan menumpu tubuh kecil itu. Para pelayan disana juga langsung berlari mendekat, mencoba membantu.

"Panggil ambulance!" Pekik Chio keras, bingung harus melakukan apa pada Oliver yang kesulitan bernafas sekarang.

"Oliver!" Chio sangat bingung, ia tidak pernah menangani orang yang terkena alergi sebelumnya.

Seorang pria menghampiri Chio dan Oliver yang terbaring di lantai, mengatakan bahwa dirinya adalah dokter. Chio dengan cepat memberikan tempat, membiarkan dokter tersebut memberikan pertolongan pertama sembari melonggarkan pakaian Oliver.

"Lepaskan saja pakaiannya" ujar Chio yang panik. Sang dokter berkata tidak apa-apa, karena pakaian yang digunakan Oliver. Setidaknya itu yang Oliver tahu sebelum dirinya kehilangan kesadarannya.

Chio memucat ketika melihat Oliver kehilangan kesadaran. Tangannya menekan nomor Jebrael, menelpon pria tua yang sekarang merupakan ayah dari Oliver.

"Halo, Chio?" Tanya Jebrael tenang, masih tidak tahu apa yang terjadi.

"Oliver.... Pingsan" ucapnya sebelum mendengar sumpah serapah dari ujung telepon, bertanya-tanya apa yang terjadi tanpa tahu jawabannya sebelum telepon terputus.

Ambulance tiba, membawa tubuh Oliver masuk ke dalam ambulance dan melaju menuju rumah sakit. Ponsel Chio terus berdering, tidak hanya dari Jebrael, tetapi juga dari Kheno, Elbrano dan Seno, sepupu sulungnya yang terkenal cuek dan tidak tersentuh kecuali saat ia mabuk.

Chio menjawab telepon Jebrael, mendengarkan betapa sibuk dan ributnya suara diseberang telepon sana. Yang mampu di ucapkan oleh Chio sebelum teleponnya ia matikan adalah, "Rumah sakit Celora. Sekarang."

Begitu sampai di rumah sakit, Oliver langsung dibawa oleh para perawat untuk segera ditangani, sedangkan Chio tertahan di lobi rumah sakit untuk menunggu. Selagi ia menunggu, Jebrael, Kheno, Elbrano, dan Seno tiba. Jebrael langsung memberikan satu pukulan mentah pada Chio, membuat pria 20 tahun itu terhuyung. Jebrael ingin memberikan tinjuan lagi, tapi dirinya di tahan oleh Kheno dan Elbrano. Tapi tidak dengan Seno yang memang terkenal karena temperamennya. Tanpa ada yang menahannya, ia menghajar Chio membabi buta dengan Chio yang menerima saja karena merasa bahwa diriny berhak mendapatkan tinjuan ini.

"Kau tau apa yang terjadi sebelum dia tinggal bersama kita?! Setiap detik dia ada di situasi hampir kehilangan nyawa! Dia bahkan belum sembih dari traumanya bodoh! Dan sekarang?! Kau yang membuatnya hampir kehilangan nyawa?!" Pekik Seno disela pukulannya. Jebrael tampak lebih tenang, sehingga hanya Elbrano yang menahannya dan Kheno mencoba menghentikan Seno.

"Berhenti! Ini di rumah sakit bodoh!"

"Terus kenapa?! Biar ku beri pelajaran pria dengan otak kosong ini. Siapkan saja dokter untuk merawatnya nanti." Ujar Seno tak ingin di bantah sembari meregangkan kepala dan tangannya, mendorong Kheno dengan mudah.

Kheno yang terdorong kembali menahan tubuh Seno, memberikan satu tinjuan untuk menyadarkan Seno, tapi yang ada malah ia juga menjadi sasaran dari Seno.

"Berhenti bodoh!" Pekik Kheno melawan balik pada setiap pukulan Seno.

"Kau dipihaknya hah?!" Pukulan Seno menjadi lebih tajam. Membuat Kheno kewalahan melawan kakaknya sendiri. Jebrael turun tangan, menahan Seno untuk berhenti.

"Lepas!" Pekik Seno menyentak lengan Jebrael yang menahannya, berhenti memberikan pukulan pada Kheno dan Chio yang terbaring lemah di lantai.

Keheningan melanda, begitu pula para suster dan sekuriti yang tadi datang untuk melerai. Aura kemarahan masih tercetak jelas, membuat siapapun yang ada disana merasa tidak nyaman dan gugup.

"Kenapa diam saja? Lakukan pekerjaanmu." Ujar Jebrael memerintahkan para suster tersebut untuk melakukan pekerjaan mereka. Mereka langsung membawa Chio dan Kheno yang terluka menuju ruang perawatan.

Tidak lama dari itu, sang dokter keluar, sedikit bingung menatap pada Seno dan Jebrael yang tampak masih emosi. "Kalian, keluarga dari saudara Oliver?"

"Ya, saya papanya"

"Apa Oliver tidak pernah tes alergen? Dia baru tahu dirinya punya alergi udang, tapi syukurnya cepat ditangani sehingga tidak membahayakan nyawanya. Oliver sudah baik-baik saja, tetapi masih tetap perlu tinggal di rumah sakit selama 2 hari 1 malam untuk melihat reaksi lanjutan dari alerginya. Oliver akan segera dipindahkan ke kamar pasien, jadi segera selesaikan berkas administrasi di meja administrasi ya." Jelas dokter tersebut secara rinci membuat tiga pria yang mendengarkan disana merasa lega dan Jebrael langsung mengurus administrasi Oliver dan juga Kheno serta Chio.

Brankar Oliver dipindahkan ke ruang pasien, sedangkan Oliver sendiri masih tertidur tenang di brankarnya. Baik Elbrano dan Kheno berdiri tepat di tepi brankar Oliver, menatap bagaimana pipi bulat itu memerah dengan bintik bintik merah yang mereka tebak pasti gatal. Dada Oliver juga naik turun dengan teratur, menandakan bahwa pernafasannya sudah baik-baik saja.

"El."

"Huh?" Sahut Elbrano bingung karena Seno tiba-tiba memanggilnya seperti itu.

"Aku ingin mabuk, dia lucu sekali gila." Ujar Seno sembari mencubiti pipi Oliver.

"Tahan dirimu gila! Dia sedang tidur!" Elbrano memekik tertahan, menarik jauh tubuh Seno dari brankar Oliver yang tentu saja tidak disetujui Seno.

"Hah... Aku ingin mabuk." Hela Seno lagi sembari duduk di Sofa dan menatap pada langit-langit.

"Dia... Dari Indonesia kan?" Tanya Seno setelah hening menyergap mereka berdua selama beberapa saat.

"Kenapa?"

Seno tidak menjawab, masih menatap pada atap-atap kamar rumah sakit dengan lekat dan senyap. "Sejak kapan organisasi kita melakukan perdagangan manusia?"

Elbrano terdiam. Menatap pada Seno seakan baru menyadari apa yang terjadi dan menyatukan semua kejadian di dalam pikirannya.

"Ada tikus." Ucap Elbrano begitu menyadari titik terangnya.

"Ya, tikus. Apa Jebrael tau?" Tanya Seno sekarang sembari menumpukan kakinya di atas meja.

"Panggil dia ayah, bodoh. Dia masih ayahmu."

"Ayah bodoh." Ucap Seno yang langsung mendapatkan pukulan dari kertas yang dipegang oleh Jebrael.

"Ada apa?"

"Kita punya perdagangan manusia?" Ulang Elbrano.

"Tidak. Tapi mereka mengatas namakan kita."

"Kau tidak bertindak?" Tanya Seno.

"Hah. Kau kira aku lamban? Aku sudah setengah jalan tau siapa pelakunya."

"Kenapa tidak bilang apapun?"

"Bilang pada siapa? Pemabuk seperti kau? Kutu buku seperti Elbrano? Si lemah lembut Kheno? Atau malah si pembuat onar Chio?"

"Kau meremehkan sekali." Ujar Elbrano kesal sebelum melanjutkan ucapannya, "sahammu bisa turun kalau aku tidak bekerja mengolah data-data itu. Lagipula gunamu apa di perusahaan? Kenapa melepaskan semua tanggung jawabmu padaku dasar lelaki tua?!"

Jebrael terkekeh dan hanya memberi jawaban singkat. "Latihanmu sebagai pemimpin perusahaan nanti."

Kheno masuk ke dalam ruangan Oliver dengan beberapa perban. Lukanya tidak parah karena ia sempat melawan Seno, tidak seperti Chio yang dipaksa berbaring di kasur rumah sakit karena ia perlu infus.

Oliver mendesah berat sebelum membuka matanya, merasakan tubuhnya tidak nyaman dan bercicit, "...kakak"

Kheno, Elbrano dan Seno langsung bangkit dari duduknya dan mengelilingi brankar Oliver. "Ya! Kakak disini!"

Jebrael yang melihat itu hanya menatap mereka malas, merasa cemburu karena bukan dirinya yang dipanggil Oliver. Tetapi respon Oliver selanjutnya membuat Jebrael tertawa terbahak-bahak.

"Bukan kalian. Tapi kakak Chio"

Ketiganya tertolak, membuat Seno ingin sekali lagi menghajar Chio tapi langsung di tahan oleh Elbrano dan Kheno.

Oh No... [slow Up]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang