Hallo,
Jangan lupa tekan vote untuk menandakan kamu suka part ini.
Serta komen pendapatmu tentang part ini!
Follow akun penulis agar mendapat notifikasi update part selanjutya.
Let's goo
🏃♂🏃♂🏃♂
Setelah kepergian Galvin, Aura melangkahkan kakinya menuju kantin yang berada di dalam gedung. Ia berjalan dengan santai sembari melihat-lihat.
Di koridor ia kembali bertemu dengan pemuda yang tadi. Kali ini pemuda itu tidak sendirian melainkan bersama seorang perempuan. Mata si pemuda terus menatapnya tanpa berpaling sedikitpun. Aura merasa aneh di tatap oleh pemuda tersebut.
Malas melayani tatapan si pemuda, Aura melanjutkan langkah kakinya. Galvin tiba-tiba menghampirinya membuat seluruh mata tertuju pada mereka.
"Ikut gue," titah Galvin.
Galvin seperti biasa menarik tangannya, mereka berjalan melewati beberapa mahasiswi. Aura merasa sangat risih dengan perilaku Galvin.
Sampai di sebuah tempat yang menjadi saksi permusuhan mereka. Tempat apalagi kalau bukan rooftop, cuaca sejuk pun bisa berubah jadi panas jika ada mereka di sana.
Akhirnya Galvin melepaskan cengkeraman pada tangan Aura. Ia mengambil tumpukan kertas yang ada di sofa lalu memberikannya pada Aura.
"Mau lo apa sih?" tanya Aura.
"Susun tumpukan kertas ini sampai rapi, setelah itu beliin gue minuman di kantin tapi pake uang lo," jawab Galvin.
Dasar tidak modal pikir Aura, masa membeli minum saja Galvin harus memakai uangnya. Mengeluh hanya menambah beban pikiran. Lebih baik ia segera menyelesaikan tugas dari Galvin. Jika bukan karena janjinya tidak akan mau ia sampai jadi babu seperti ini.
"Gue mau tahu, lo tadi ngapain di sana sama Derin," ujarnya.
Aura yang tengah sibuk menyusun tumpukan kertas menoleh sekilas. Ia ingin waktu bisa di putar, agar semua kesialan ini tidak terjadi.
"Kepo amat!" jawab Aura.
Galvin mengeluarkan ponsel dari saku celananya, ia menekan video yang sempat ia rekam tadi. Ia menunjukkan rekaman pada Aura.
"Gue punya video lo manjat tembok tadi, kalau gue kirim ke rektor gimana, ya," lontar Galvin dengan sifat jahilnya.
Habis sudah kesabaran Aura jika terus berada di dekat Galvin. Lama-lama ia benaran akan memakaikan Galvin kain kafan seperti yang ia tulis di kertas kemarin.
"Sialan lo! Awas aja lo berani kirim, gue bunuh lo!" ancam Aura, tangannya sudah terkepal.
"Ih, takutnya," ledek Galvin, puas sekali mengganggu Aura. Menurutnya Aura hanya memberi ancaman saja tapi tidak benar di lakukan.
Aura menghentikan kegiatannya, berjalan mendekati Galvin. Ia tidak sadar tali sepatunya terlepas, hal itu membuatnya tersandung. Galvin menahan lengan Aura agar tidak terjatuh.
"Dasar ceroboh," ucap Galvin, melepaskan tangannya dari lengan Aura.
Aura mendecak kesal mendengar ucapan Galvin barusan. Kalau bukan karena Galvin ia tidak mungkin tersandung.
"Eh, lo tadi bilang Derin?" tanya Aura.
Ia juga lupa menanyakan nama pemuda yang terkena lemparan tas miliknya. Padahal ia hendak menjalankan permintaan si pemuda.
"Hm," deham Galvin.
Apalah Galvin ini sangat menyebalkan bukannya menjawab malah berdeham. Aura berpikir ada kutub selatan di dalam tubuh Galvin.
"Siapa Derin?" tanya Aura, tingkat penasarannya semakin bertambah.
Galvin malas menjawab pertanyaan Aura. Lagipula yang di tanyakan Aura tidak penting untuk di jelaskan.
Melihat Galvin terdiam membuat Aura merasa aneh. Ia bingung kenapa Galvin malah terdiam. Apa dirinya terlalu banyak bertanya sampai Galvin muak.
"Dia musuh gue," jawab Galvin.
Raut wajahnya berubah menjadi datar, padahal tadi ia terlihat santai. Mengapa sifatnya gampang sekali berubah.
"Kenapa dia bisa jadi musuh lo? Dia merebut orang yang lo suka?" tanya Aura.
"Ck, bacot!" decak Galvin.
Aura tersadar ia seperti orang yang terlihat banyak tanya dan sok akrab, bukannya mereka adalah musuh. Musuh tidak akan mengajak musuhnya berbincang.
Ia kembali duduk dan merapikan tumpukan kertas yang lumayan banyak. Dalam diam Aura merenungi nasibnya.
Galvin melihat sekilas ke arah Aura, ia merasa terlalu kejam pada gadis itu. Namun, ia tepis rasa kasihannya, ia harus tetap fokus menjalankan rencana agar Aura di keluarkan dari kampus. Rencana Galvin membuat Aura di skor dibatalkan, ia mengganti rencananya.
Gue harus bisa buat dia keluar dari kampus, batinnya.
Cacing di perut Aura memberontak meminta di kasih makan. Untungnya ia sudah menyelesaikan tugas dari Galvin.
"Gue mau ke kantin, lo mau minum apa?" tanya Aura.
"Es teh," jawab Galvin singkat.
Aura meninggalkan Galvin yang asyik bermain handphone. Mungkin sedang chattingan dengan pacarnya.
Ia menuruni tangga untuk ke kantin yang ada di lantai satu. Aura lagi-lagi berpapasan dengan pemuda yang namanya sampai sekarang Aura tidak tahu.
Langkahnya terhenti saat mendengar ucapan si pemuda. Ia berbalik untuk menatap siapa lawan bicaranya.
"Kita belum kenalan," ucapnya sembari mengulurkan tangan.
"Gue Aura," jawab Aura singkat tanpa menjabat tangan si pemuda.
"Gue Derin Ervancer Vision, panggil aja Derin, kalau mau panggil sayang juga boleh," ujarnya lalu menarik kembali tangannya.
Derin Ervancer Vision adalah mahasiswa yang di cap buaya muara oleh hampir seluruh mahasiswi dari berbagai jurusan. Wajahnya tampan tapi kelakuannya cocok untuk dicelupkan ke selokan.
Aura melanjutkan langkahnya menuruni tangga. Derin masih stay di tempat, meski Aura sudah menghilang dari pandangan.
"Aura, dia gadis yang menarik," lirih Derin, ia menampilkan senyum penuh arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALVARA ( On Going )
Ficção GeralAura Algin Caira adalah mahasiswi baru yang mendapat kesialan saat ospek. Dari semua kesialan itu ia mendapatkan suatu kebenaran. JANGAN LUPA BACA Selengkapnya di GALVARA!!