16

155 6 0
                                    

Jangan lupa vote sebagai uang parkir ya :v



Happy reading and enjoying ⚓️🥂

⚠️ (Baca part sebelumnya)
⚠️ ( Baca sambil denger musiknya biar + feel🥂)

Roma, Italia - 2010

-Kalara's POV-

Rasanya dunia mimpiku sudah tidak lagi indah, tidak ada semenjak hari itu. Termasuk saat ini, sekitar satu jam lalu permainan gila itu usai, tentu saja aku tidak bisa memejamkan mata dan memasuki ruang mimpi. Semuanya terasa sakit, tubuhku, bibirku, buah dadaku, bagian belakangku dan terutama milikku dibawah sana. Aku merasakan ada sisa cairan amis mengering di ujung-ujung bibirku.
Sesaat setelah ia menyebut nama itu, aku sudah pasrah, ia terlalu kuat untuk dilawan dengan tiba-tiba seperti tadi malam. Ditambah aroma alkohol yang begitu kuat, aku berasumsi pria itu sedang mabuk. Ia hampir tak memberi ruang untukku bernafas apa lagi berteriak memohon untuk berhenti.
Pagi yang masih dini ini, ia masih di sampingku, tertidur tengkurap tanpa busana. Hanya tertutup oleh selimut putih yang sama-sama menutup sebagian tubuhku. Aku berusaha bergerak, menyampingkan badan ku agar bisa menghadap pria itu, oh god , rasanya tulang-tulangku tidak lagi bersatu. Aku bergerak seminim mungkin agar pria itu tidak terjaga.
Memang benar ternyata rumor itu, ia tampan sekali, pahatan wajahnya, rahangnya yang tegas tampak menawan bahkan saat tertidur. Sepertinya ia sedang bermimpi indah di alam mimpi sana. Bulu mata nya lentik, hidungnya mancung, rahangnya tegas, dagunya yang sangat indah dan cocok berpadu pada wajah tampannya. Aku tersenyum kecut. Bisa-bisanya di awal kemarin ia berlaku lembut sedangkan sekarang seperti layaknya iblis.

 Bisa-bisanya di awal kemarin ia berlaku lembut sedangkan sekarang seperti layaknya iblis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Anggap aja di samping cowo ini si Kalara yaaa..)

Saat ini aku hanya memandangnya, aku tahu keadaan tubuhku sudah tidak pantas dilihat, memar di leherku, bahkan tanda kemerahan tersebar di setiap titik. Lagi-lagi aku hanya tersenyum kecut pada diriku.

Matahari diluar sana belum muncul, masih bersembunyi diufuk timur. Burung-burung juga belum berkeliaran mencari makanan. Masih sunyi, udara pun masih sejuk, dapat kurasakan mereka mulai menyapu kulitku.

Perlahan, aku coba menyentuh bibirnya. Ingatan itu kembali bagai virus yang menyebar memenuhi pikiran,

°

"Fuck, bella" "kenapa kau tidak pernah mau menurutiku?"

Aku sudah tidak peduli nama siapa yang pria itu sebut.

Zavion terus saja memainkanku dibawah sana, tubuhku sudah tidak mengenakan sehelai benang pun, ia begitu cepat membukanya. Aku hanya bisa merintih dalam desahku, aku tahu itu bukan desah kenikmatan, sepertinya Zavion pun tidak peduli. Ia hanya menikmati sepihak. Keringatnya menyucur dari dahi hingga pelipisnya, dari bahu hingga dadanya. Ia mencengkram pinggangku begitu kuat,

"Ahh.."

"Ahh.."

Ia mendesah, matanya terpejam nikmat. Ia menegakkan badannya setelah tangannya puas bermain-main dengan sekali hentakan ia meloloskan benda berukuran besar yang sedang tegak itu ke dalam milikku, aku tersentak, walaupun ia sudah membasahi milikku, tetap saja memasukkan paksa benda sebesar itu membuat milikku berkontraksi sebaliknya, aku merasakan dinding-dinding milikku bereaksi, mulai saling mengerat seakan menjepit benda besar milik pria di hadapanku ini. Dengan cepat dan kuat ia memompanya, tanpa sadar ia mendorong tubuhku begitu kuat hingga kepalaku mengenai sandaran kasur. Tanganku menahan tangannya yang masih mencengkram kuat, aku ingin memohon, memohon untuk menghentikan apa yang ia lakukan pada tubuhku. Nihil. Bahkan ia tidak membuka mata saat aku merintih sakit akibat benturan.
Setetes air mataku jatuh, Zavion sudah lebih kuat dari sebelumnya, urat-urat pelipisnya bermunculan. Ia mendongakkan kepalanya ke atas, memompa lebih keras dan cepat di bawah sana, tubuhku mengikuti irama gerakannya, terkadang terangkat kecil akibat hentakan.

Vindicta - Love In RevengeWhere stories live. Discover now