Aaliyah sedang berbaring di tempat tidur, dengan buku erotis di tangannya. Begitulah biasanya dia menghabiskan akhir pekan ketika tidak ada kelas atau melakukan apa pun. Dia perlu mengalihkan pikiran sejenak dari kampus dan pekerjaan rumah.
Aaliyah punya kebiasaan berbaring di tempat tidur dengan tanktop pendek dan ketat, dan selalu melepaskan celana tidurnya ke lantai sebelum melompat ke ranjang. Dia hanya akan mengenakan celana dalam katun putihnya dan tanktop tanpa bra di baliknya. Ketika jalan cerita semakin panas, itu akan memudahkannya untuk bermain-main dengan dirinya.
"Aaliyah, kau di dalam, Sayang?" Suara ayahnya terdengar di balik pintu, dan pria itu mengetuk sebentar lalu membukanya.
Denver, untuk sekali lagi melakukan kesalahan dengan tidak menunggu sahutan dari putri tirinya ketika datang mengunjunginya. Karena setiap kali Denver masuk tanpa aba-aba, dia kerap menemukan Aaliyah berbaring dan membaca buku hanya dengan atasan dan celana dalam yang kadang-kadang ada bintik basah. Itu membuat penis Denver selalu keras.
Aaliyah adalah putrinya yang seksi. Gadis itu tumbuh dengan sangat baik. Rambutnya gelap dan melewati bahu, matanya abu-abu cerah, dan mulutnya kecil lucu. Aaliyah sangat mirip mendiang ibunya, terutama dengan kaki panjang berwarna krem itu dan payudaranya yang selalu menonjol keluar melalui atasannya yang ketat.
Denver tahu dia seharusnya tidak boleh mengagumi tubuh gadis kecilnya seperti ini, tetapi sejak ibu gadis itu meninggal beberapa tahun lalu, kencannya selalu berakhir buntu. Sebagian wanita yang dikencaninya tidak ingin serumah dengan Aaliyah dan repot-repot mengurusnya. Denver marah, dia bahkan rela bertaruh apa saja demi mengurus Aaliyah walaupun gadis itu hanya putri tirinya. Denver bahkan memenangkan hak asuh dari keluarga mendiang istrinya.
Denver bukan pria berpenampilan buruk di usia pertengahan empat puluhan. Dia memiliki mata biru muda yang tajam dan rambut gelap yang tidak menunjukkan tanda-tanda beruban. Rambutnya selalu dipangkas pendek untuk memamerkan fitur wajahnya yang maskulin, dan dia juga berhasil menjaga kebugaran dengan pergi ke gym beberapa kali seminggu setelah bekerja.
"Ayah, tidak bisakah kau mengetuk dengan benar sebelum masuk?" Aaliyah mendengus sambil buru-buru menutupi bagian bawah tubuhnya dengan seprai.
Denver menelan ludah, bayangan celana dalam putih kecil putrinya yang lucu dan kaki krem rampingnya membara di benaknya. "Maaf, Sayang. Ayah selalu lupa. Ayah membuatkanmu wafel. Kau mau?"
"Mmm, wafel? Aku mau, Ayah!" Aaliyah terkikik, melipat sudut halaman dan meletakkan bukunya. Kemudian dia membungkuk ke lantai untuk mengambil celana.
"Ayah, jangan lihat! Aku harus memakai celanaku!" celoteh Aaliyah, berdiri dan mengenakan celana piyamanya yang sangat lembut dan ringan. Sebelum Denver berbalik, dia terpaku melihat pusar kecil Aaliyah dan gundukan yang menonjol dari celana dalamnya yang punya dua titik basah.
Kepala Denver pusing dan telapak tangannya terasa sangat berkeringat. Begitu Aaliyah menepuk pundaknya dan mengatakan bahwa gadis itu sudah selesai, Denver tiba-tiba merasa sangat hangat. "Oke, Sayang, Ayah akan membuatkanmu daging asap juga."
"Yay! Terima kasih, Ayah!" Aaliyah melompat dan mencium pipi ayahnya, memeluknya dengan erat sebelum bergegas turun ke dapur. Denver mendengus dan melihat ke bawah ke bagian depan celananya yang sesak. Dia berharap Aaliyah tidak memperhatikan penisnya yang keras.
Setelah sarapan, Aaliyah mencium kembali pipi ayahnya yang dua hari lalu dicukur. Sekarang pipi dan dagu itu ditumbuhi bulu-bulu tipis dan tajam, membuatnya tergelitik. "Baiklah, Ayah, aku akan pergi mandi dan lanjut membaca buku. Alurnya semakin bagus!" seru Aaliyah, dengan pipi tampak memerah. Dia teringat kedua tokoh utama di dalam cerita akan segera berhubungan seks untuk pertama kalinya.