Ini tepat dua bulan setelah ulang tahun Tonya yang kedelapan belas. Ibunya pergi sejak lima tahun lalu dan dia sekarang tinggal berdua bersama Quinton, ayah tirinya. Sejak ibunya tiada, Quinton mengambil peran ibu sekaligus ayah bagi Tonya. Jadi, Tonya benar-benar seorang Putri Kecil Ayah.
Hubungan Tonya dan Quinton menjadi sangat dekat karena keadaan, dan Tonya benar-benar dapat berbicara tentang apa saja dengan ayahnya. Kemudian suatu hari ketika Tonya duduk di pesta kelulusan SMA bersama ketiga temannya, dia mendengar semuanya cekikikan dan berbicara tentang pengalaman bercukur pertama mereka dan bagaimana rasanya. Tonya cukup terkejut bahwa orang-orang bercukur di sana dan ketiga temannya menertawakan kepolosannya.
Sisa malam itu, Tonya banyak melamun dan penasaran. Dia merenung apakah bisa menanyakan hal itu kepada ayahnya atau tidak. Ya, selama ini mereka memang telah berbicara banyak hal, tetapi satu-satunya hal intim yang mereka bahas adalah tentang menstruasi ketika Tonya mulai mengalaminya. Tonya berani membicarakan hal itu karena menurutnya setiap gadis pasti mengalaminya dan dia tidak perlu malu. Tapi mencukur vagina? Dia harus berpikir seribu kali.
Ketika Tonya sampai di rumah, gadis itu melepaskan sepatu dan meletakkannya di rak di samping pintu lalu menghampiri ayahnya di sofa ruang tengah. Walaupun senyum terlihat di bibir Tonya, Quinton dengan mudah bisa mengetahui suasana hati Tonya yang bingung sehingga dia bertanya, "Apa yang ada di pikiranmu, Sayang?"
"Uhhh, tidak ada apa-apa, Dad." Tonya menjawab cepat dan sungkan. Pria itu telah memberikan segalanya padanya, dia tidak mungkin membebaninya lagi dengan masalah yang cukup canggung ini.
Namun Quinton merapat ke tubuh Tonya dan memegang tangan gadis itu sambil menatapnya. "Pumkin," gumam Quinton dengan menyebut nama panggilan kesayangan putrinya itu. "Aku selalu di sini untukmu, oke? Kau adalah alasanku bangun setiap hari dan memilih untuk hidup, dan kau juga adalah alasanku bahagia. Melihatmu bahagia, membuatku bahagia. Melihatmu bermasalah, membuatku juga bermasalah. Jadi tolong, beri tahu aku apa masalahnya, Sayang. Aku akan melakukan apa saja untuk menyelesaikan masalah apa pun yang kau hadapi itu."
Quinton meletakkan tangannya di dagu Tonya dan mengangkatnya sehingga mereka bisa melakukan kontak mata.
Tonya menelan ludah cukup keras dan jantungnya berdebar kencang. Meskipun Quinton tidak muda lagi, tapi ayahnya masih cukup tampan dengan hidung bangir dan senyum kebapakan. Matanya biru bening dan mudah menyipit hangat saat menatap Tonya. Meskipun Quinton pekerja kantoran yang selalu tampil rapi dengan kemeja, rambutnya tetap dibiarkan liar dan agak panjang. Quinton juga rutin pergi berolahraga, kadang-kadang dia membangunkan Tonya di pagi buta untuk mengajaknya lari. Kadang-kadang juga mengajaknya ke pusat kebugaran. Ketika Tonya hanya duduk diam, dia mengganti besi dengan tubuh Tonya untuk diangkat. Tonya cekikikan di gendongan lengan ayahnya.
Dengan tubuh yang bugar dan kuat, Tonya selalu nyaman berada di dekat Quinton, ayah tirinya. Ketika Tonya berada di dekatnya, dia akan terhipnotis oleh kenyamanan yang diberikan ayahnya. Dan begitu juga yang terjadi hari ini. Tonya yang sejak tadi gugup sambil menggigit-gigit bibir, kini pelan-pelan mulai mengatakan sesuatu. "Uh, baiklah, Daddy. Umm, jadi, beberapa gadis di pesta kelulusan sekolah berbicara tentang..."
"Umm..." Tonya menggigit bibir bawahnya lagi dengan pipi memerah karena tidak tahu bagaimana harus melanjutkan ucapannya.
"Tentang apa, Pumkin?"
Tonya menunduk, memelintir tali tasnya. "Umm, tentang mencukur, Daddy..."
"Mencukur vagina mereka?" sambar Quinton dengan cepat.
Wajah Tonya menjadi lebih merah dan dia menganggukkan kepala. Tonya takut akan reaksi Quinton sekarang. Mungkin pria itu akan marah padanya. Tapi sebaliknya, ayahnya justru tersenyum, dan senyum tulus itu terpancar hingga ke matanya. "Ya, Sayang. Aku tahu kita belum pernah membahas hal ini sebelumnya, tapi mungkin ini saatnya."
Quinton mengangkat wajah Tonya yang malu-malu agar menatapnya lagi. "Pumkin, ya, sebenarnya aku suka sekali vagina yang dicukur, seperti teman-temanmu. Itu akan membuatmu menjadi lebih manis dan lembut. Apakah kau ingin aku melakukannya untukmu?"
Tonya tergagap. "Maksudmu... kau akan mencukur vaginaku dan membuatnya menjadi lebih manis dan lembut, Daddy?"
"Iya, Sayang."
"Yah, uh, boleh saja kalau itu membuatmu senang. Tapi, Dad, apakah seorang ayah boleh mencukur vagina putrinya?"
Quinton meraih jemari Tonya agar berhenti memainkan tali tas. Kemudian dia menyapukan tangan di atas tangan gadis itu dan meremasnya. "Begini, Pumkin, sejak ibumu meninggalkan kita, aku bertugas merawat dirimu dan kita sudah melakukan banyak hal bersama. Jadi, bukan masalah kalau kau menginginkanku untuk melakukan satu hal lagi untukmu. Lagipula, aku bukan ayahmu, aku ayah tirimu. Sekarang keputusannya pada dirimu, apakah tidak apa-apa kalau aku mencukurmu, Sayang?"
Tonya mengangguk dan darahnya berdesir. Dia tidak bisa membayangkan Quinton yang memiliki lengan indah dan besar akan mencukur kewanitaannya. Dia akan melihat jemari ayahnya yang panjang dan kapalan, bolak-balik di sekitar vaginanya. "Baik, Daddy, kau boleh mencukurku," jawab Tonya tersipu, sejauh ini, hal paling intim yang pernah dia lihat dari jemari ayahnya adalah mengumpulkan thong dan bikini kotornya.
Quinton mengedipkan mata yang membuat kaki Tonya gemetar. "Oke, sekarang pergi ke kamar mandi dan duduk di meja. Aku akan segera ke sana dan membawa apa yang kau butuhkan."
Dengan gembira, Tonya berdiri dan pergi ke kamar mandi. Dia duduk di meja di samping wastafel dan bersenandung sedikit sambil mengayunkan kaki menunggu ayahnya menghampiri. Tak seberapa lama, Quinton menyusul masuk dengan sekaleng krim cukur, handuk, dan pisau cukur. Ketika pria itu melangkah dan berdiri tepat di hadapannya, Tonya menarik napas gugup. "Mmm, apakah akan sakit, Daddy?"
Quinton menampilkan senyumnya yang menawan yang selama ini berhasil membuat Tonya tenang. "Aku akan lembut, Pumkin. Sini, biarkan aku membantu melepaskan pakaianmu."
Tonya tak bisa berkata apa-apa saat ayahnya melepaskan gaun dari tubuhnya dan jatuh ke lantai. Kemudian dengan gerakan yang handal, ayahnya berjongkok dan menarik lepas thong manis dan berenda yang melekat di antara kakinya. "Uh, Daddy," rengek Tonya, merasa amat terbuka dan terpampang sehingga dia ingin menutup kakinya lagi. Tetapi Quinton menahan keduanya seraya mendongak ke atas.
Bola mata Quinton yang sebiru laut memancarkan sinar dan isyarat, dan Tonya paham akan hal itu. Dia mengangguk dan membiarkan kedua kakinya tetap terbuka untuk ayahnya.
"Good girl," puji Quinton, menurunkan tatapan kembali dan mulai menyabuni Tonya dengan lembut. Ketika seluruh permukaan Tonya terbalur dengan krim cukur, Quinton dengan cekatan membuka pisau cukur. Melihat kilauan bilah pisau, Tonya menggigit bibir bawah mengantisipasi rasa sakit.
*******
Baca versi lengkap di KaryaKarsa!
Caranya? Klik link di bio akun ini Ya!