BROTHER III

459 52 27
                                    

Suasana malam itu begitu hangat, tampak biasa-biasa saja di kediaman keluarga Yibo. Dari rumah sebesar itu hanya ada mereka berdua. Kenapa? Karena Yibo risih dengan orang asing. Tidak tahu juga tapi sangat terganggu jika ada orang lain yang tinggal selain bersama adiknya. Atau memang otak seorang Yibo Wardana saja yang kotor karena sering memerhatikan paha mulus sang adik.

Biasanya untuk bersih-bersih setiap harinya mereka menyewa go clean. Jadi Yibo kerja mereka juga kerja. Otomatis Yibo tidak akan melihat manusia lain di dalam rumahnya.

Selain itu memasak adalah di tangan yang tepat, yaitu nyonya besar Zhanuar Abigel. Bercanda, kadang mereka terlalu malas memasak jadi lebih memilih memesan makanan atau makan malam di luar.

"Koh, laper ni." Zhan datang dari lantai dua terus nimbrung kokohnya yang di sofa lagi mengerjakan apa juga Zhan tidak paham.

"Ya makan, atuh." Jawab Yibo santai tanpa mengalihkan matanya dari buku di pegangannya.

Ruang tamu mendadak dingin. Yibo melihat adiknya sudah menyipitkan matanya, menatap Yibo seperti akan menguliti.

"Koko peka dikit kek! Adeknya laper juga."

"Ya kan bener makan? Salah ya?"

"Ko Waaaang!" Teriak Zhan di depan mata Yibo. Kesel dia tuh. Tidak mau tahu, dia pundung.

Yibo Wardana pun mengusap dadanya sabar. "Sabar, sabar. Kalo sabar bisa liat pantat Zhan yang lebar."

"Yaudah. Ganti baju kita makan di luar."

"Yyeey. Sayang Koko banyak-banyak." Zhan memeluk kakaknya dengan erat.

"Ya ampun Zhan! Lepas ih."

"Hehe." Senyum Zhan manis banget anjim. Yibo pengen ngap dia sekarang.

Sepeninggalan Zhan, Yibo menggigit bukunya saking gemasnya dengan sang adik. Gini amat punya sodara rasa pacar.

BROTHER

Yibo kini sudah berdandan rapi memakai celana jeans hitam, kemeja biru laut dimana membalut kaos putih di dalamnya. Spatu snikers membalut kakinya pun menambah kesan tampannya.

"Koh! Ayok.." Zhan datang dari kamarnya memakai kemeja juga tapi besar kotak-kotak kuning putih, celananya kempol bersaku di setiap sisinya berwarna putih dengan ukuran di bawah lutut. Sepatu snikers marmud menjadi pilihannya.

Yibo sejenak terpanah dengan penampilan adiknya yang luar biasa gemesin. Rambutnya menutupi dahinya. Sialan, jika bukan adiknya sudah disantab olehnya. Eh, tapi sudah pernah menciumnya juga.

"Koh? Kenapa?"

"Ha? Nggak. Kamu yakin pakek ini?"

"Yalah? Mang napa?" Tanya Zhan. Dia juga agak aneh sih ngerasanya.

"Ya udah. Janji jangan jauh-jauh dari Koko?"

"Ya memangnya kenapa juga? Kan ke warung depan aja to?"

"Ke warung aja dandan kaya mau kondangan." Sarkas Yibo.

Memang mereka mau makan di luar, hanya saja tidak ke restoran. Tempatnya agak jauh lantaran sekalian jalan-jalan keluarga. Hgrem, kencan.

Kebiasaan Zhan jika berjalan berdua dengan Yibo adalah dia akan menggandeng kokonya. Gamau ilang kayak pas di pasar malam tahun lalu. Dia ilang mencari Kokohnya yang kemana juga tidak tahu. Akhirnya ketemu pas sama-sama di parkiran. Tololnya Yibo saat itu tidak sadar jika adiknya tidak di belakangnya. Jadi sejak saat itu Zhanuar selalu menggandeng Kokohnya.

"Koh koh, bakso yuu."

"Ayo." Yibo mah fine-fine aja. Lagian rejeki nomplok digandolin ni bocah.

Mereka duduk di salah satu lapak yang ada di taman kota ini. Tempatnya ramai jadi mereka harus antri. Zhan duduk lesehan di depan meja, di seberangnya ada Yibo.

BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang