Pada malam yang hening nan jauh dari kehangatan, tubuh ringkih itu terkulai lemas di atas matrasnya. Di bawah temaram lampu yang menyala payah, tubuh itu tanpa pikiran juga tanpa beban. Hanya gerakan stabil dari dadanya yang mengindikasikan bahwa ia masih bisa disebut makhluk hidup.Pada malam yang hening nan jauh dari kehangatan, ada getaran asing yang menyentuh. Sontak kening itu mengkerut, perlahan menjadi lebih intens, perlahan tarikan napasnya serasa memberat seperti sebuah batu besar ditimpakan di atas dadanya yang rapuh, perlahan ... sentuhan tak nyata itu merambati kakinya.
Pada malam yang hening nan jauh dari kehangatan, pikirannya dibawa mengarungi suatu masa. Telapak kakinya yang dingin berpijak di atas aspal yang kasar. Penciumannya menghidu bau yang tajam dari sebuah kendaraan bermesin di bawah sana, di bawah jurang. Ia terkesiap sesaat sebelum merasakan sentuhan dingin dari tangan yang pucat. Aneh dan familiar.
"B-bagaimana ..." sosok pemilik tangan itu berbisik dengan suaranya serak hampir hancur.
Dalam tempat yang asing itu, mata dan mulut gadis tersebut terbuka bersamaan. Ia mencium aroma tak sedap dan pemandangan mengerikan di bawah kakinya. Tak sanggup bergerak apalagi berteriak. Biarkan indra penglihatan, penciuman, dan perasanya yang mengingat bagaimana momen itu terasa berulang.
"A-apa ..." Bibirnya menggumam, meracau dalam tidurnya yang tak tenang. Pada dua waktu dia merasakan sentuhan itu bertambah, di pergelangan kaki kanan serta kiri. "Hentikan—" teriakannya hampir bersamaan dengan matanya yang terbuka. Kali ini bukan tempat beraspal dengan jurang, tetapi kamarnya sendiri.
Kepanikannya belum mereda kala menyadari sentuhan itu tetap bertahan sekalipun dia keluar dari mimpinya. Di bawah kakinya yang seharusnya terbalut selimut, dapat ia rasakan sentuhan itu masih sama dinginnya. Gadis itu memberontak sebelum sebuah suara yang serak itu bergema. "B-bagaimana ..."
Dan pertanyaan itu menghantarkan tanda tanya hebat di kepala sang gadis sebelum ditutup oleh kilatan mata merah yang membara oleh ketidakterimaan. Olehnya, gadis itu akan dibuat sadar kembali setelah fajar menyingsing.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
HAVE A GOOD DAY
Chapter 01
Yang tampak berbeda
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Apa penilaianmu setelah kembali ke sekolah yang dulunya kau rindukan sepenuh hati? Kau baru kembali dari 'jeda' sesaat dan ketika kau kembali, kau tak menemukan satu pun temanmu yang tersisa. Semuanya sudah mendapat kelulusannya dan yang tersisa hanya dirimu. Berdiri dengan seragam yang sama, di tanah yang sama, nama yang sama, tetapi dengan semangat yang mengabu dan reputasi yang meredup. Apa yang kau rasakan?
Sejauh kaki gadis bersurai coklat kopi itu menapaki lorong yang ramai, tak ada satu pun tatapan positif yang terlempar ke arahnya. Keremehan, jijik, juga hinaan yang dia dapatkan. Namun, dia juga tak tau apa yang membuatnya pantas mendapatkan ini semua. Ingin bertanya tetapi menatap saja dia tak kuasa. Jadi dia memutuskan untuk menggigit bibir kuat-kuat, mencoba menahan hasratnya untuk berteriak bahwa ia tak mengerti alasan mereka memperlakukannya demikian.
Tiba di ruangan yang dia tahu akan menjadi kelasnya selama setahun untuk menunggu waktu kelulusannya, tatapan terkejut dari para penghuninya yang melayang. Gadis bermata hitam itu ikut terkejut. Mulutnya terbuka sedikit, "h-hai," sapanya dengan suara serupa lirihan.
Reaksi yang dia terima bermacam-macam. Ada yang memandanginya dari ujung kepala hingga ujung kaki, ada yang langsung berbisik dengan temannya, ada juga yang tak peduli.
"Beritanya ternyata benar. Tapi dia malah satu kelas dengan kita."
"Ah, siapa namanya? Ka? Ka apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Have A Good Day
Novela JuvenilPada tahun pertamanya, Inka Anaira dikenal sebagai Sang Pemegang Keberuntungan. Tahun keduanya ia dikenal sebagai Wajah Shankara. Tahun ketiganya, ia adalah Bintang Terakhir Yang Tersisa. Setelah liburan kecil-kecilan di pantai yang diimpikan semua...