Part 6

31 3 1
                                    

"Fabian, adikmu dimana?" tanya Cassie ketika dia mendengar suara putranya yang baru saja pulang sekolah.

"Tadi aku lihat dia main bersama dengan Pamela didepan, aku sudah bilang kok agar mereka jangan pergi main terlalu jauh."

"Ya sudah, cepat ganti baju sana, setelah itu kamu makan lalu kamu lihat adikmu ya, jangan biarkan mereka pergi main jauh-jauh." Cassie memberi perintah tanpa dia mengalihkan matanya dari desain dekorasi gedung di tangannya.

"Iya, Ma." Fabian kembali melanjutkan langkahnya menuju anak tangga tapi sesaat kemudian dia berhenti. "Oya, Ma, tadi Mama teman Fabian minta nomor telepon Mama, katanya Kakak teman aku mau menikah."

"Iya tadi sudah menelepon, Mama minta mereka datang ke gallery saja." Fabian mengangkat bahunya lalu dia kembali melangkah naik.

Cassie cukup bangga pada putranya, walaupun usianya baru tiga belas tahun tapi dia pintar melakukan pemasaran, dia selalu melakukan promosi pada teman-temannya atau guru-gurunya dengan caranya sendiri, dia juga tidak lupa membawa kartu nama Ibunya untuk dia berikan pada orang tua teman-temannya yang kebetulan dia jumpai atau bahkan orang tua dari teman-teman adiknya.

Berkat dia Cassie sering sekali mendapat klien baru, mereka selalu mengatakan mendapatkan kartu nama dari Fabian dan mereka juga memuji cara Fabian menawarkan jasa Ibunya karena dia tidak pernah malu dan pandai sekali berbicara sampai mereka mengira Cassie telah mengajarkan Fabian cara 'menjual' padahal Cassie sama sekali tidak pernah mengajari putranya apapun tentang usahanya.

Tapi tampaknya Fabian memang sudah mengerti dengan pekerjaan Ibunya, dan dia tahu dengan apa yang harus dilakukannya karena sering kali Ibunya membawanya untuk membantu dengan pekerjaannya, sehingga Fabian melakukan apa yang menurutnya dapat dia lakukan.

Cassie malah bersyukur Fabian akhirnya sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya, padahal dulu dia bahkan enggan keluar dari dalam rumah karena trauma yang pernah dialaminya, hingga membuat Cassie harus meminta bantuan seorang konselor anak, butuh waktu satu tahun bagi Fabian untuk dapat keluar dari rasa trauma dalam dirinya.

"Ma, apa makan siang hari ini?" tanya Fabian saat dia turun setelah berganti pakaian.

"Javanese vegetable salad with peanut sauce and sweet ice tea, kesukaanmu," jawab Cassie.

"Ma, gado-gado dan es teh manis." Cassie lalu tertawa mendengar anaknya meralat.

"Sedikit bergaya, Fabian, memangnya salah?"

"Kita tidak sedang berada didalam restoran mahal sampai harus mengubah nama menu kan, Ma." Cassie kembali tertawa mendengar protesan anaknya.

Hal yang paling menyenangkan untuk Cassie adalah saat dia bisa bercanda dengan anak-anaknya, itulah sebabnya dia selalu berusaha untuk bisa meluangkan waktu bagi mereka sebanyak mungkin, karena baginya anak-anaknya sangat berharga, untung saja Cassie memiliki usaha yang membuatnya masih bisa meluangkan banyak waktu untuk mereka.

Cassie memang tidak setiap hari mendatangi gallery, tanggung jawab gallery sudah sepenuhnya dia serahkan pada asisten kepercayaannya, dia hanya akan datang ketika dia perlu untuk datang kesana, menangani klien yang benar-benar butuh ditangani olehnya, klien kelas menengah keatas, sementara klien kelas menengah kebawah biasanya ditangani oleh para karyawannya yang lebih sering dia sebut asisten.

Dia bukannya memilih-milih klien, semua ini tentu dia lakukan untuk mengembangkan SDM anak buahnya sendiri, mereka bisa menggunakan namanya agar bisa mandiri dan dia juga tentu tidak bisa menangani semua klien sendirian.

Namanya yang sudah cukup besar sekarang membuatnya memiliki banyak klien dari berbagai macam kalangan, dan dia menggunakan hal itu untuk membuat anak buahnya merasa percaya diri dengan keahlian yang mereka miliki agar suatu hari nanti mereka dapat mandiri seperti dirinya.

The Wedding Planner's MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang