Part 10

22 3 0
                                    

Bangunan panti asuhan yang Cassie kunjungi saat ini masih tetap sama seperti sebelum Cassie tinggalkan lima belas tahun yang lalu, halamannya masih dipenuhi dengan tanaman bunga dalam pot, sebuah pohon jambu dan mangga di kedua sisi bangunan, di halaman belakang terdapat tanaman sayuran dan rempah-rempah diatas sepetak tanah sempit, hanya cat tembok dari bangunan ini saja yang kadang berganti warna sesuai dengan mood sang pemilik dan tentunya para penghuni panti yang datang dan pergi silih berganti.

Dan Cassie selalu merasakan aroma kerinduan ketika dia memasuki halaman panti asuhan ini, kesejukan udara pagi yang bercampur dengan hangatnya sinar mentari menjadi suasana yang paling Cassie rindukan, saat biasanya mereka akan disibukkan dengan kegiatan pagi rutin mereka.

Bangunan ini sudah berusia 25 tahun, yang dibangun oleh sepasang suami istri berhati mulia, yang sangat menyayangi anak-anak.

Untuk menghibur istrinya yang tidak bisa memberikan keturunan bagi suaminya, sang suami membangun panti asuhan ini agar istrinya bisa menjadi Ibu bagi semua anak yang ditampung oleh mereka meskipun hanya bersifat sementara sampai orang tua baru mengangkat anak-anak panti asuhan itu menjadi anak mereka.

Tapi sekarang pemilik panti asuhan ini hanya tinggal sendiri, suaminya telah lama meninggal dunia dan sebagai istri, Ibu Melisandae benar-benar mendedikasikan hidupnya untuk anak-anak dan beliau memilih untuk tidak menikah lagi, meskipun suaminya sudah cukup lama meninggalkannya.

"Chloe." Sebuah suara tak asing dari perempuan tua yang telah dia anggap sebagai Ibunya memanggil.

Cassie tersenyum saat dia berbalik, dan menemukan perempuan berkacamata itu berjalan ke arahnya, dia pun segera menghampiri lalu memeluknya.

Meski Cassie sering menemui pemilik panti asuhan ini sebulan sekali, tetapi ketika dia bertemu, dia tetap ingin memeluknya.

"Namaku Cassandra, Bu, Ibu jangan memanggilku dengan nama itu lagi."

"Tapi kamu masih menoleh saat Ibu memanggilmu dengan nama itu."

"Ada apa Ibu memanggilku?" Cassie mengalihkan.

Dia yang biasanya bersikap profesional ketika bekerja, langsung menjadi manja ketika melihat Ibu Melisandae tanpa memikirkan usianya sekarang.

"Haruskah Ibu memanggilmu dulu jika ingin bertemu denganmu." Dengan sikap seorang Ibu yang memarahi anaknya, Ibu Melisandae memukul pelan lengan Cassie.

"Kan dua minggu yang lalu aku baru kemari, Bu."

"Kamu kesini hanya untuk memberi uang."

Ya lalu, aku harus bagaimana?

"Kamu sama saja seperti donatur-donatur lain."

Dimarahi seperti itu Cassie merasa tak enak hati, dia tidak mungkin beralasan hari-harinya selalu disibukkan dengan pekerjaan, apapun alasannya, Ibu Melisandae tidak akan menerima jika Cassie bersikap cuek.

"Jangan kesibukan kamu jadikan alasan hingga membuatmu tidak bisa menengok orang tua, kau ingin Tuhan mengurangi klienmu agar kau rajin menemui orang tuamu?" selalu seperti itu yang dikatakan Ibu Melisandae jika Cassie beralasan sibuk.

"Maaf, Bu." Ibu Melisandae lalu mengajak Cassie ke rumahnya.

Bukan ke kantornya melainkan ke rumahnya, meski anak angkatnya ini selalu datang seperti seorang donatur, tapi tentu saja Ibu Melisandae tidak akan memperlakukan anaknya demikian, Cassie tetap anak baginya, anak yang telah dia dan suaminya adopsi ketika gadis ini berusia dua belas tahun.

Ketika dia dan adiknya datang ke panti asuhan ini begitu rapuh, tidak berdaya dan membenci dunia, karena telah menganggap dunia sudah bersikap tidak adil padanya dan adiknya yang masih anak-anak.

The Wedding Planner's MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang