2. Keduakalinya

36 14 3
                                    

Emilia dan Elvina memilih bangku paling pojok belakang, mereka lebih nyaman duduk ditempat itu, dibanding dengan tempat lain.

"Mau pesen apa? Biar gue pesenin," ucap Elvina

"Bakso sama es jeruk."

Elvina beranjak dari tempatnya menuju stan makanan, sementara Emilia ia sibuk memperhatikan murid-murid yang tengah asik menikmati waktu istirahatnya di Kantin.

Tak berselang lama Elvina datang dengan 2 mangkuk bakso dan 2 gelas es jeruk.

"Nih makan."

Ditengah tengah menikmati makanan, tiba-tiba datang seorang laki-laki dengan 3 teman lainnya "Gue sama temen-temen duduk sini ya? Kursi lain udah pada penuh," ucap salah satu dari mereka

Elvina melihat sekitarnya, dan benar kursi kantin telah penuh semua. Ia melirik ke arah Emilia guna meminta persetujuan.

Emilia hanya menganggukkan kepalanya singkat, tak sedikitpun melirik segerombolan laki-laki itu.

Mereka yang diketahui bernama Rafqi, Langit, Ezar, dan Fairel segera duduk setelah mendapat persetujuan.

Mereka fokus dengan makana mereka masing masing, hingga keheningan itu mendadak berubah menjadi ricuh.

"Lo!!" Emilia terkejut ketika melihat wajah salah satu dari mereka. Niat awal hanya melirik, tetapi berakhir dengan keterkejutan. Sungguh ia muak melihat wajahnya. Sanggat menjengkelkan!

Langit mengangkat alisnya seolah bertanya "apa".

Tanpa ba-bi-bu Emilia menjambak rambut Langit, biarlah ia dianggap tak memiliki perasaan. Mau bagaimana lagi? Ia telah kepalang emosi saat ini.

"Sakit bego! Lepasin tangan lo!" Langit berteriak emosi, apa-apaan perempuan ini tiba tiba menjambak rambutnya.

"Gara-gara lo, gue dihukum."

"Salah siapa telat, makan tuh akibatnya." Langit dengan santai kembali memakan nasi gorengnya seolah-olah ia tak terganggu dengan keberadaan Emilia.

"Andai lo ga cepuin, pasti gue ga dihukum."

"Derita lo."

"Nyebelin banget sumpah!"

"Ekhemm, awas nanti yang kepancing bukan cuman emosi, siapa tau perasan juga?" ucap Fairel dengan kekehan kecil.

"Ga akan," ucap Emilia dan Langit secara bersamaan.

"Biasanya nih yang ribut-ribut gini, besoknya ke pelaminan," gurau Ezar.

Mereka semua setuju dengan ucapan Ezar, tapi tidak dengan Langit dan Emilia. Mereka berdua menatap horor ke arah Ezar, sedangkan Ezar? Dia hanya tersenyum menanggapinya.

"Eh, tunggu-tunggu kalian berdua udah pada kenal?" ucap Ezar dengan alis terangkat satu.

"Belum, cuman tadi pagi ga sengaja ketemu aja. Dia ketahuan terlambat, mana lewatnya dari pager belakang lagi," ucap Langit seraya melirik Emilia sekilas.

Mereka semua mengangguk-angguk paham.

"Btw gua belum tau nama kalian," tanya Ezra

"Gue Elvina, kalau dia Emilia," jawab Elvina seraya menunjuk ke arah Emilia.

"Kenalin gue Ezar, salam kenal"

"Fairel"

"Langit"

"Nametag," ucap Rafqi dengan muka datar.

"Hah? Nama lo nametag?" tanya Emilia dengan raut bingungnya.

"Maksudnya liat nametag dia, namanya Rafqi." Fairel menimpali.

Emilia dan Elvina menampilkan wajah konyol setelah mendengar jawaban dari Fairel. "Lo kalau mau jadi cowok cool, ya jangan kebangetan anjir. Jatuhnya malah jadi cringe." Elvina nyeletuk dengan mulut pedasnya.

"Jelas-jelas nametag sama Rafqi banyakan nametag hurufnya," sambung Elvina.

"Pemikiran lo basi, apa gunanya nametag kalau gitu?" saut Rafqi dengan suara bass-nya.

"Bisa bacakan?" sambung Rafqi.

Elvina menatap datar ke arah Rafqi, apa-apaan laki-laki ini.

"Ga usah pada berantem, cuman masalah nama juga," timpal Langit.

"By the way kalian pindahan?" tanya Emilia.

"Iya, baru kemarin. Dadakan juga ini. Tanya aja tu sama si Langit," jawab Fairel.

Emilia menatap Langit seraya mengangkat alisnya bertanya.

"Bokap pindah tugas."

"Yang pindah tugas bokap lo doang kan? Kenapa mereka juga ikut pindah? Kenapa engga lo aja?"

"Kitakan bestie ya, udah klop banget. Jadi, kalau ada yang pindah kita juga ikut pindah. Mau sampai Amerika pun tak apa," jawab Fairel seraya menepuk dadanya bangga.

"Omong kosong. Jangan dipercaya, kita pindah emang ada perlu aja." Langit membenarkan.

Rafqi dan Ezra menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Setelah beberapa perdebatan kecil itu, mereka lanjut mengobrol layaknya orang lama yang kembali dengan cerita yang berbeda.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, bel berbunyi hingga seluruh penjuru sekolah, tanda pembelajaran selanjutnya akan dimulai.

Emilia dan Elvina menuju kelas mereka yang terletak di lantai dua, lebih tepatnya X1 MIPA 3. Pelajaran berlangsung dengan damai, tak ada masalah yang menimpa. Walaupun di benak Emilia sempat terlintas ide buruk; mencoba untuk kabur. Bagaimana tidak? Tiba-tiba dijam terakhir saat mapel fisika diadakan ulangan dadakan.

"Huh akhirnya pulang juga, gila banget masa ulangan dadakan, mana fisika ditambah jam terakhir lagi, apa ga meledak itu kepala?" cerocos Emilia dengan menggebu-gebu. Emilia itu paling benci dengan mapel fisika dan matematika.

"Lo nanti ada ekstrakurikuler gak?" tanya Emilia seraya mengemasi bukunya.

"Engga, kemarin gurunya bilang kalau libur dulu."

"Mau jalan?"

"Boleh deh, males juga di rumah. Ada nene lampir."

"Siapa? Ibu tiri lo balik?" sekarang seluruh atensinya mengarah ke Emilia.

"Yoi, males banget setiap hari dijadiin bahan adu domba." Emilia menghela nafasnya perlahan.

Elvina mendekat ke arah Eliana kemudian memeluknya. Sungguh dibalik sifatnya yang ugal-ugalan terdapat hati yang rapuh di dalamnya.

"Lo udah cari bukti buat kejadian waktu itu?" Elvina mengelus punggung sahabatnya guna menyemangati.

"Udah, tapi susah buat nyarinya Na. Kayaknya udah ada yang hapus jejak, biar engga ketahuan."

"Gue yakin, suatu saat pasti terbongkar." Elvina mencoba memberi semangat untuk sahabatnya.

"Ya udah, ayo jalan sekarang aja. Mau ke mall aja?" tanya Elvina.

Emilia menganggukkan kepalanya.

Mereka berjalan beriringan menuju parkiran. Namun sebelum itu, Emilia mengambil motornya yang diletakkan di warung belakang.

***

"Na, lo mau beli sesuatu ga?"

"Gue pengen nyoba cheesecake yang lagi viral itu."

Mereka berjalan menuju tempat penjualannya. Cukup panjang antriannya, sehingga mengharuskan mereka untuk menunggu. Hingga giliran mereka tiba; Emilia memesan rasa chocolate sedangkan Elvina memesan rasa matcha.

Setelah menerima pesanan, mereka menuju tempat duduk yang tersedia.

"Eh, itu Langit ga sih?" ucap Elvina dengan pandangan lurus ke arah kanan.

"Mana?" Emilia mengikuti arah pandang Elvina. Di depannya, dengan jarak yang cukup jauh terlihat Langit tengah berjalan dengan seorang remaja perempuan. Mereka terlihat sangat cocok.











Sampai sini dulu.
See you in the next chapter.

Berlabuh?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang