Di sebuah taman yang teduh, terhampar keindahan alam yang memukau saat senja menjelang. Seorang gadis cantik duduk di bangku taman, namun ekspresi wajahnya tidak mencerminkan kekaguman terhadap musim gugur yang ada di hadapannya.
Ditemani gemerisik daun kering yang jatuh perlahan, dia memandangnya dengan tatapan datar, seolah tidak menyukai kehadiran musim gugur yang mempesona. Meskipun langit senja memancarkan warna-warna hangat yang memukau, sorot matanya terlihat dingin.
Udara sejuk musim gugur yang mengusap lembut pipinya tak mampu meredakan ketidaknyamanan yang tersemat dalam hatinya, menciptakan kontras antara keindahan alam dan perasaan dalam dirinya. Dan semua itu hanya membuat dirinya merasa jenuh.
Biasanya dia akan duduk di kursi taman itu lebih lama lagi. Namun jika di musim gugur, dia hanya akan duduk dan menikmati segelas kopinya.
Gadis itu beranjak dari taman menuju perpustakaan terbesar yang ada di tengah kota.
Berkutat di depan buku sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari. Tanpa buku, hidup nya mungkin akan terasa hampa. Kebiasaan yang setiap hari dia lakukan tak pernah membuat seseorang di dekatnya merasa nyaman, melainkan bosan. Tetapi, dia bukan seseorang yang akan mempedulikan ucapan seseorang tentangnya, atau bahkan dia tidak pernah menginginkan seorang pun hadir di dalam hidupnya. Seseorang bernama Lalisa itu hanya mendambakan sebuah kedamaian serta ketenangan dalam hidupnya. Seperti apapun harapan orang-orang tentang masa depan mereka, Lisa tak pernah sekalipun memimpikannya; Seperti burung yang menolak untuk terbang ke langit, begitu pula dirinya yang enggan membiarkan impiannya melayang ke arah masa depan yang cerah. Seperti bunga yang menutup kelopaknya saat matahari bersinar terang, begitu juga hatinya yang menolak untuk menerima cahaya harapan yang mengilhami impian-impiannya.
Dalam perdebatan antara keberanian dan ketakutan, Lisa memilih untuk tetap terdiam dalam kegelapan, menolak untuk membiarkan mimpi-mimpi menjelma menjadi kenyataan yang mempesona. Dan semua itu, tak lagi dia ragukan.
Setelah berjalan kaki sepuluh menit, Lisa tiba di tempat dimana dia bisa menemukan sejumlah cerita menarik, atau omong kosong yang mereka sebut impian itu di setiap rak yang dia lewati. Dia terus melangkahkan kakinya, mengabaikan buku-buku yang belum pernah dia sentuh dengan jari-jarinya. Lisa selalu melewati rak buku-buku fiksi, dia tak tertarik dengan kisah khayalan semacam itu, bahkan untuk sekadar melihatnya saja hampir tidak pernah dalam hidupnya. Sikapnya yang seperti itu pula mencerminkan prinsip hidupnya yang tidak suka mengulur-ulur waktu. Dia cekatan, ringkas, langsung pada intinya. Jika ada seseorang yang cerewet dalam hidupnya, dia mungkin akan mengabaikannya.
Tatapannya kini tertuju pada satu-satunya buku bersampul putih yang tersisa satu di rak paling atas. Meskipun seorang gadis pendek berambut coklat itu tampak mengalami kesulitan saat hendak menggapainya, Lalisa tak mempedulikan keberadaannya. Malah, dengan santainya Lisa mengambil buku itu lebih dulu dengan tangan panjangnya. Lantas membuat gadis cantik di hadapannya itu berbalik menatapnya dengan senyum.
"Apa kau mengambilkannya untukku? Terimakasih, kau baik sekali."
Gadis berwajah bulat itu terlihat penuh percaya diri sambil memperlihatkan kedua telapak tangannya. Menunggu gadis dingin di depannya itu memberikan buku yang sedari tadi dia inginkan ke tangannya. Namun, dia dikecewakan oleh rasa percaya dirinya sendiri. Gadis itu memunggunginya dan membawa buku itu tanpa mengatakan apa apa bahkan dia sama sekali tak menempatkan kedua matanya pada gadis pendek yang sudah terlanjur malu tipis-tipis itu.
Gadis berwajah bulat itu terpaku, dia memperhatikan punggung Lisa dan membiarkannya. Namun sebelum dia bergerak dari tempatnya, gadis itu mengembangkan senyum manis yang membuat kedua pipinya mengembang lucu.
Di sisi lain, Lisa membawa buku itu ke tempat duduk yang kosong. Perhatiannya hanya tertuju pada lembar-lembar yang dipenuhi tulisan di atasnya. Mengabaikan situasi, dan berpura-pura tidak melihat apapun, bahkan ketika gadis itu datang lalu duduk di hadapannya Lisa tak memberikan reaksi sedikitpun. Namun, indera pendengarannya tak bisa mengabaikan bunyi keras yang ditimbulkan oleh gadis berwajah bulat itu, ketika dia menghempaskan beberapa buku dari tangannya dengan kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
90 DAYS | JENLISA [ON GOING]
FanfictionKetika Jennie mampu memecahkan tembok dingin Lisa dan menciptakan transformasi yang indah, kisah cinta dan kehidupan yang penuh makna pun dimulai. Mereka bersama-sama menghadapi tantangan dan membuktikan bahwa cinta sejati tidak mengenal batasan. Ki...