Beberapa tahun yang lalu, saat berusia sepuluh tahun, Lisa dan Rose menikmati momen di sebuah restoran sederhana. Lisa duduk dengan mata terpejam. Rose berdiri di belakangnya, dengan lembut menyingkirkan kedua tangannya dari matanya Lisa.
Lisa membuka matanya perlahan, senyumnya merekah saat ia melihat cupcake cokelat berukuran sedang di hadapannya, lengkap dengan lilin kecil yang berdiri kokoh di atasnya.
"Selamat ulang tahun, Lisa!" Rose segera menghampiri tempat duduknya, kemudian dia menatap senyum Lisa yang cerah.
"Kau ingat hari ulang tahunku!"
"Mana mungkin aku melupakan hari ulang tahunmu. Nah, sekarang kau harus meniup lilinnya."
Lisa memperhatikan Rose yang sedang menyalakan lilin dengan korek apinya, saat api menyala, kedua mata Lisa ikut berbinar, memancarkan kebahagiaannya.
"Jangan lupa buatlah permohonan."
"Ehm!" Lisa mengangguk, dan langsung mengatup kedua tangannya sebelum dia memejamkan matanya, memohon sesuatu cukup lama. "...amen.. fiuhhh..."
Rose menepuk tangannya tanpa menimbulkan suara, kemudian memberikan dua jempolnya kepada Lisa yang sudah tersenyum manis.
"Kau memohon apa?"
"Rahasia."
"Yahh.. baiklah. Hari ini kau bisa pesan apapun yang kau mau, aku akan membayar semuanya."
Bukannya senang, Lisa justru menodongnya pertanyaan curiga, "Kau tidak mencuri, 'kan?"
Rose merengut heran, "Mana mungkin aku begitu! Ini semua memakai uang tabunganku. Dan juga, aku diberi uang saat aku membantu bibi Yam tadi. Oh ya, tadinya aku ingin sekali membelikan mu cake yang lebih besar, tapi ternyata uangku tidak cukup. Tidak apa-apa, 'kan?"
Lisa menggeleng cepat, menurutnya cake atau bukan itu sama sekali tidak penting.
"Yang penting kau mengingat hari ulang tahun ku, itu sudah lebih dari cukup!" katanya "...dan.. kau melakukan apa pada bibi Yam?" seketika Lisa menghapus senyum dari bibirnya, dan meneguk ludahnya kasar. Menurut cerita dari anak-anak yang dia dengar, bibi Yam itu mengerikan dan misterius. Lisa pernah memergoki bibi Yam sedang membawa kantung kresek besar dengan apron yang penuh darah.
Rose yang mengetahui cerita itu lantas tertawa saat dia melihat wajah Lisa menjadi tegang.
"Kenapa wajahmu seperti itu."
"Bibi Yam itu benar-benar menakutkan. Tubuhnya bau daging dan darah."
"Tentu saja karena dia tukang daging. Dia melakukan pekerjaan itu demi membiayai kehidupannya dan suaminya terkena stroke. Kau harus menghormatinya ketika bertemu lain kali, dia wanita yang baik."
Lisa mengangkat bahunya, kalau bisa sih, jangan bertemu. Pikirnya. Atau dia akan berlari terbirit-birit lagi seperti waktu itu.
"Aku membantunya mengantarkan daging ke beberapa rumah. Dia bilang, dia akan pindah setelah semua babi dan sapinya terjual."
"Kenapa dia pindah?" Lisa bertanya seolah dia peduli, nyatanya dia hanya peduli pada Cupcake di hadapannya.
"Aku tidak tahu, tapi aku tak sengaja mendengarkan perdebatannya bersama pemilik restoran--" Rose menghentikan perkataannya ketika dia melihat Lisa mulai melahap cupcake miliknya. "...apa kau tidak akan memberikannya padaku?"
"Sedikit saja."
Lisa langsung menyuapkan cupcake cokelatnya kepada Rose yang mengambil gigitan besar. Tentu saja dia langsung mendapatkan cacian kecil dari Lisa yang hanya membuatnya tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
90 DAYS | JENLISA [ON GOING]
Fiksi PenggemarKetika Jennie mampu memecahkan tembok dingin Lisa dan menciptakan transformasi yang indah, kisah cinta dan kehidupan yang penuh makna pun dimulai. Mereka bersama-sama menghadapi tantangan dan membuktikan bahwa cinta sejati tidak mengenal batasan. Ki...