One Night Stand

1.6K 19 0
                                    


Malam itu, Alina berdiri di depan cermin di kamar hotelnya, memeriksa gaun hitam elegan yang dipakainya. Pesta pernikahan sahabatnya baru saja usai, dan meskipun dia sangat bahagia untuk sahabatnya, ada perasaan kosong yang terus menghantuinya. Dengan sedikit ragu, dia memutuskan untuk menghabiskan sisa malam di bar hotel.

Bar itu cukup ramai, dengan musik jazz lembut yang mengalun di latar belakang. Alina memilih duduk di sudut yang agak terpencil, memesan segelas anggur merah. Dia merasakan lelah yang tak hanya fisik, tetapi juga emosional. Saat sedang menikmati minumannya, seorang pria tampan dengan senyum ramah mendekatinya.

"Apakah kursi ini kosong?" tanyanya, menunjuk kursi di sebelah Alina.

Alina tersenyum tipis dan mengangguk. "Silakan."

Pria itu duduk dan memperkenalkan diri sebagai Arga. Percakapan mereka dimulai dengan ringan, membahas acara malam itu, pekerjaan, dan kehidupan di kota besar. Ada sesuatu tentang Arga yang membuat Alina merasa nyaman, seperti dia bisa jujur tanpa rasa takut.

"Waktu sudah hampir tengah malam," kata Arga sambil melirik jam tangannya. "Mungkin ini terdengar aneh, tapi maukah kamu berjalan-jalan denganku di pantai? Tempat ini mulai terlalu bising bagiku."

Alina terkejut dengan tawaran itu, tapi dia merasakan keinginan yang kuat untuk keluar dari rutinitasnya dan merasakan kebebasan. "Kenapa tidak?" jawabnya dengan senyum.

Mereka berjalan-jalan di sepanjang pantai, berbicara tentang mimpi-mimpi mereka dan ketakutan terdalam. Malam itu terasa seperti mimpi yang indah, dan Alina merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Di bawah cahaya bulan, mereka berbagi ciuman pertama yang lembut, diikuti oleh malam penuh gairah dan keintiman.

Di kamar hotel, Alina dan Arga berbaring di ranjang, saling berhadapan dengan napas masih terengah-engah. Nafas mereka terasa hangat di kulit satu sama lain, dan tangan Arga perlahan menyusuri punggung Alina, membuat kulitnya merinding.

"Aku tidak pernah merasakan seperti ini sebelumnya," bisik Alina, matanya berbinar dalam cahaya redup.

Arga menjawab dengan suara serak, "Aku juga, Alina. Kamu membuatku gila."

Dengan cepat, Arga menarik Alina lebih dekat, bibir mereka bertemu lagi dalam ciuman yang panas dan penuh gairah. Tangan mereka saling menjelajahi tubuh satu sama lain dengan hasrat yang tak tertahankan. Alina merasakan jari-jari Arga yang kuat melingkari pinggangnya, menariknya lebih dekat hingga tubuh mereka bersentuhan tanpa celah.

Malam itu, mereka bercinta dengan intensitas yang menggelora, merasakan setiap sentuhan, ciuman, dan gerakan seolah-olah dunia di luar tidak ada. Alina melingkarkan kakinya di pinggang Arga, merasakan setiap denyut kehangatan di antara mereka. Arga membisikkan kata-kata manis di telinga Alina, membuatnya merasa diinginkan dan dihargai seperti belum pernah sebelumnya.

Saat mereka mencapai puncak kenikmatan, Alina menggigit bibirnya untuk menahan suara, tetapi Arga memeluknya lebih erat, membiarkannya bebas mengekspresikan perasaannya. Mereka terengah-engah, tubuh mereka gemetar dalam pelukan satu sama lain.

Setelah itu, mereka terbaring di ranjang, terbungkus selimut hangat, dengan napas yang perlahan kembali normal. Alina menyandarkan kepalanya di dada Arga, mendengarkan detak jantungnya yang teratur. Mereka terdiam dalam keheningan yang nyaman, tangan Arga masih membelai lembut punggung Alina.

"Ini terasa seperti mimpi," bisik Alina, matanya mulai terpejam.

Arga tersenyum, mencium kening Alina. "Mimpi yang tidak ingin aku akhiri."

Mereka tertidur dalam pelukan satu sama lain, dengan senyum kecil di wajah mereka. Malam itu, Alina merasakan rasa aman dan hangat yang telah lama ia cari. Dalam mimpi, mereka terus bersama, berjalan di pantai dengan cahaya bulan yang menerangi jalan mereka.

*****

Keesokan paginya, Alina terbangun dengan rasa bingung dan kebahagiaan. Dia menoleh dan melihat Arga yang masih tertidur di sebelahnya. Dia tahu bahwa malam itu adalah sesuatu yang spesial, tetapi juga merasa takut akan apa yang terjadi selanjutnya. Dengan hati-hati, dia berpakaian dan meninggalkan kamar hotel tanpa membangunkan Arga.

Hari-hari berlalu, dan Alina berusaha melupakan malam itu. Namun, saat kembali ke kantor, dia terkejut mendapati Arga berdiri di depan pintu kantornya dengan kemeja dan dasi, memperkenalkan dirinya sebagai rekan kerja barunya. Mereka saling berpandangan dengan campuran kebingungan dan perasaan tak terucapkan.

"Mari kita lupakan malam itu dan fokus pada pekerjaan," kata Alina, mencoba terdengar tegas.

Arga mengangguk, tetapi ada senyum tipis di wajahnya. "Baiklah, tapi aku tidak akan melupakan malam itu. Dan aku harap, suatu saat nanti, kita bisa berbicara tentangnya lagi."

Mereka berdua menjalani hari-hari mereka dengan profesionalisme, tetapi malam itu tetap membayangi pikiran mereka. Alina tahu bahwa sesuatu telah berubah dalam hidupnya. Satu malam yang tampaknya tidak berarti ternyata mengubah segalanya.

ONESHOOT!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang