T A P-!
T A P-!
T A P-!
Gadis itu terus berlari seolah dikejar sesuatu, tak memperdulikan umpatan-umpatan setiap orang yang ditabraknya. Entah kemana langkah kaki akan membawanya pergi.
Dimana?
Pertanyaan itu yang berada dalam benaknya sedari tadi. Dadanya sesak akibat berlari, ia berhenti dan menghirup gas O² dengan rakus. Punggung tangannya mengelap peluh di kening, wajahnya terangkat menatap taman bermain di hadapannya.
Park Eunha, gadis berusia 17 tahun yang tidak tau kenapa dirinya bisa berada ditempat ini, Korea Selatan. Bayangkan saja, dirinya saat itu berada di sekolahnya lalu debu menginvasi matanya dan saat dibuka, dia sudah berada di jalanan Seoul dengan orang-orang yang berlalu-lalang disekitarnya.
Daebak!
Dia sudah berusaha menghubungi nomor ayah dan ibunya, juga teman-temannya, tapi hasilnya nihil. Pergi ke kantor polisi pun, apa yang harus dikatakannya? Para polisi pasti akan mengiranya gila atau justru dicurigai salah seorang imigran gelap yang membuat pernyataan palsu agar tak ditangkap. Sebenarnya bagaimana semua ini dapat terjadi?
***
Eunha menenteng novelnya, dia berjalan menuju perpustakaan setelah dari ruang guru untuk membahas perihal olimpiade yang akan dia ikuti senin depan. Guru pembimbingnya, bu Lilis, mengatakan bahwa sepulang sekolah nanti semua peserta yang mengikuti olimpiade harus berkumpul di perpustakaan. Namun karena jam kosong, Eunha memutuskan untuk pergi ke sana lebih awal. Bukan belajar, melainkan membaca novelnya, lagipula kalau terus belajar, itu akan membuat otaknya jenuh #muridpintarjugabutuhhiburan. Sebelum kesana, dia pergi ke kelasnya terlebih dahulu dan mengambil ranselnya. Dia punya firasat bahwa gak lama lagi para murid akan di pulangkan. Percaya gak percaya, feeling Eunha gak pernah meleset.
Suara-suara yang berasal dari teriakan dan sorakan murid laki-laki terdengar. Eunha melirik ke jendela koridor, di sana beberapa siswa sedang bermain sepak bola di lapang, tak memperdulikan teriknya matahari. Angin berhembus, membuat Eunha dengan refleks menutup matanya guna menghalau debu. Namun sayangnya masih ada debu yang masuk ke matanya. Eunha menggosok matanya pelan dan ketika hendak membuka mata, angin kembali berhembus kencang. Bertepatan dengan itu, Eunha mendengar suara riuh dan ramai di sertai suara kelakson.
Perlahan dia membuka matanya, manik birunya menyipit lantaran cahaya menginvasi penglihatannya. Suara klakson kembali terdengar bersamaan dengan suara riuh. Eunha menjadi pucat, di sana, dia berdiri di tengah jalan dengan mobil-mobil mengklakson lantaran dirinya mengganggu arus lalu lintas.
"Hey, nak! Menyingkirlah dari sana! Apa kau ingin mati?!" teriak seorang pengendara mobil dan membuat Eunha tersadar dari rasa syoknya dan segera berlari pergi, menerobos kerumunan tanpa memperdulikan umpatan yang di lontarkan padanya.
Matanya menatap sekeliling dengan cemas, melihat banyaknya hangul, "What the... hell?!" dia memekik kecil, rasa cemas dan panik menginvasinya, membuatnya terus berlari tanpa tau arah, hingga dia sampai di sebuah taman bermain yang kumuh.
***
Duduk di sebuah ayunan tua, Eunha menatap langit cerah sambil meminum susu vanila dan memakan sebungkus roti yang dia beli di sekolah. Sebenarnya kurang, dia masih lapar akibat berlari tadi, tapi ... dia gak punya uang. Sebenarnya sih punya, cuma uang yang dia punya saat ini dengan mata uang rupiah, bukan won.
Ah, seorang Park Eunha-siswi berprestasi di sekolah terdeteksi akan jadi gelandangan di Seoul. Daebak!
T I N G-!
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent | Killer Peter
Fiksi PenggemarE V A N E S C E N T ⤷Meaning; soon passing out of sight, memory, or existence; quickly fading or disappearing. Park Eunha. Murid kelas 2 SMA yang entah kenapa dia bisa masuk ke dalam sebuah Webtoon bergenre action. "Gak bisa, aku letoy." -Eunha. La...