『 4 』Juru Selamat

45 9 2
                                    

"Kalian berdua ada niatan hidup nomaden 'nggak?"

Pertanyaan itu sejenak menciptakan keheningan, namun setelahnya terdengar suara seruputan mie instant yang begitu nikmat dari pemuda merah jambu. "Ngapain? Buang-buang duit aja." Sukuna meremehkan ajakan tersebut. Sementara Satoru, terlihat masih berfikir untuk mencerna pertanyaan yang dilontarkan oleh Suguru.

"Terus kuliah kita gimana?" Akhirnya Satoru angkat bicara. Si rambut gondrong mengendikkan bahu sekilas, jujur saja ia sudah tidak peduli dengan perkuliahannya.

"Alasan, ini aja lo lagi bolos!" Ucapan Sukuna tentu ditujukan kepada pria putih itu. Sementara Satoru mengoceh betapa jahat mulut seorang Sukuna Ryomen, Suguru hanya bisa menghela nafas berat.

"Gue sendiri kayaknya mau pindah kost deh. Daerah situ mulai 'nggak enak hawanya." Suguru berbicara pelan tanpa melakukan kontak mata kepada dua teman kuliahnya itu. Dan tentu saja kedua orang ini mengerti maksud dari kalimat Suguru; bukan berarti kost pemuda itu berhantu.

"Kalau lo mau numpang sementara di sini, gue oke aja." Sukuna menyeruput habis kuah mie instan di mangkuknya.

Suguru menoleh, menatap Sukuna dengan mata yang memicing. "Serius? Tapi gue boleh bawa cewek nggak?"

Di sisi lain meja bundar itu, si rambut putih yang tadinya mengikuti ritual Sukuna dalam menghirup kuah mie seketika menyemburkannya ke atas meja. "Hah?! Bawa apa tadi?!" Satoru melotot ke arah si rambut gondrong.

"Bawa cewek- maaf, salah. Maksud gue, boleh 'nggak cewek bertamu di sini?" Suguru seketika menyadari letak kesalahan kalimatnya. Berikut sehelai tisu yang ia serahkan kepada Satoru untuk melap wajah juga sekalian meja, sebelum si pemilik rumah mengamuk karena kuah mie yang mengotori meja jati mewahnya.

"Brengsek ya, lo. Padahal tampangnya kayak orang bener." Sukuna ikut menyeletuk, ditanggapi tertawa canggung dari Suguru sambil menggumamkan kata "bukan begitu".

"Nanako, Mimiko... Terus karena gue dari himpunan, setiap rapat anak-anak pasti ke tempat gue. Otomatis rumah lo nanti jadi markas himpunan, gimana? Masih mau nampung gue?"

Sukuna berpikir keras. Jelas ia tidak keberatan dengan dua nama yang disebutkan pertama. Bahkan, semua mahasiswa di angkatannya tahu bahwa Suguru sangat menyayangi kedua adik sepupunya itu. Tapi mendengar kata himpunan disebut, Sukuna langsung terdiam.

"Terlebih, dalam waktu dekat bakal ada agenda demonstrasi di Banyuwangi perihal itu tadi. Gue sudah ngirim page ke semua perwakilan kampus buat ngatur jadwal." Suguru melanjutkan dengan kalimat yang panjang dan membuat si rambut putih hanya mengangguk-angguk dengan ekspresi blo'on. Namun di sisi lain, Sukuna cukup terpancing untuk meresponnya.

"Semua kampus? Maksud lo kampus M juga ikut?" Sukuna mendadak antusias yang mana hal itu mengundang rasa bingung dari Suguru.

"Iya, ikut, dan memang harus ikut. Bukannya di demo terakhir mereka yang paling stand out orasinya?" Suguru terlihat mengukir senyum tipis, sementara isi kepalanya mengawang dalam ingatan demo mahasiswa di Kamis pekan lalu.

Satoru mengernyitkan alisnya, "Bukannya pentolan mereka cewek-cewek, ya?"

Pertanyaan itu rupanya mengusik kuping seorang Ryomen Sukuna. "Daripada lo, Sat, tiap demo ada aja alasan buat kabur." Yang merah jambu menyambar.

"Susah, Suk, keluarga gue ada yang di parlemen. Masa gue turun demo?" Satoru mengelak tidak terima. "Gue tetap bantu kok dari backstage!" Sebuah alasan ia lontarkan, namun sepertinya itu tidak membuat Sukuna berpuas hati.

"Sini! Ngomong depan muka gue yang nge-demo bapak sendiri!"

Satoru terdiam, sementara Suguru hanya mengulas senyum tipisnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ayahnya Sukuna kini menjabat sebagai salah satu wakil rakyat di daerah mereka. Yang mana artinya, tidak hanya sekali Sukuna melakukan unjuk rasa di depan kantor ayahnya sendiri.

Niskala; Wanodya [Ryomen Sukuna x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang