| 12 | Menjadi Kita

3 0 0
                                    

[ Eudaimonia ]

Hari senin, yang di mana setiap sorenya ada latihan basket bagi Arilla, nanti pula akan ada seleksi untuk kelas sepuluh yang akan masuk ke ekstrakurikuler tersebut.

Karel San Akhtar Nalendra, ia pun masuk cabang olahraga basket. Apalagi waktu SMP yang sudah mengikuti ekstrakurikuler tersebut, sekarang hanya tinggal melanjutkannya saja.

Hubungan antara Karel dan Arilla pun semakin berlanjut. Apalagi perempuan itu, yang ingin memanggil Karel dengan nama San, katanya biar berbeda.

Hari ini pula masih pengenalan guru dan wali kelas masing-masing agar lebih akrab dengan murid-muridnya nanti.

Ah, ngomong-ngomong tentang KBM. Katanya akan diselenggarakan paling cepat minggu depan. Jadi untuk hari ini, hanya sesi perkenalan saja dengan guru serta lingkungan baru mereka.

Arilla menghela napas, waktu begitu cepat berlalu. Hari ini, di mana dirinya sudah kelas sebelas. Masa yang tidak boleh main-main dan harus fokus untuk masa yang akan datang.

Upacara telah selesai dan murid-murid pun dibubarkan dari lapangan.

Sama halnya dengan Karel, ia terlihat melangkah pergi ke kelas. Tak disangka, dirinya sekarang menjadi anak SMA.

Waktu cepat berlalu, jam pun sudah menunjukkan pukul 15.30 yang di mana sebentar lagi akan dimulainya latihan.

Arilla melangkah pergi ke arah lapangan. Pelatihnya pun sudah datang, banyak pula yang bergabung dengan basket, tapi ada seleksi karena perintah dari bidang kesiswaan.

"Ar, gimana sama yang lain? Bakal pada datang ngga kelas sebelasnya?" tanya Elita, teman dekat Arilla di basket.

"Ngga katanya," balas Arilla. Matanya memandang salah satu laki-laki yang berada di sebelah kanan. Itu khusus untuk kelas sepuluh yang sedang melakukan seleksi.

Karel pun berada di sana, memakai jersey bekas SMP dengan nama San yang tertera dan no punggung 17.

"Jadi dekat sama dia, Ar?" tanya Elita yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Arilla.

Arilla menoleh, menganggukkan kepalanya ketika mendengar pertanyaan itu. Hubungannya dengan Karel pun semakin dekat, ditambah keduanya saling bercerita dan bertanya kenapa masih sendiri. Ya, jawabannya karena orang di masa lalu.

"Jadi, gua sama dia malah makin deket," balas Arilla tersenyum ketika tidak sengaja bertatapan dengan laki-laki itu.

"Sampai pacaran, kah?"

"Belum, dia masih trauma sama masa lalunya. Kalau udah pulih pun, paling dia bakal nyatain perasaannya ke gua," balas Arilla.

Hari semakin sore, penyeleksian untuk anggota baru pun telah selesai. Kelas sebelas hanya datang untuk meramaikan, tapi mereka pun belajar dasar-dasarnya agar bisa lebih dikembangkan.

"Latihan hari ini sudah selesai, terima kasih yang sudah datang. Dan selamat untuk kelas sepuluh yang keterima jadi bagian anak basket."

Semuanya pun ikut tepuk tangan, mengapresiasi bahwa mereka telah berada sampai di sini.

"Latihan setiap di hari Senin dan Rabu, kalian wajib datang. Kalau ada alasan sakit, izin, atau memang tidak bisa ikut, boleh langsung bilang di grup," kata Elita menjelaskan kepada adik-adik kelasnya.

"Siap, Kak!"

"Kalian boleh bubar."

Mereka pun bubar dari lapangan dan ke arah tasnya masing-masing untuk persiapan pulang.

Arilla berjalan mendekati Karel, tangannya memberikan satu buah tote-bag yang berisikan mini bucket untuk laki-laki itu. Tidak ada yang spesial di hari ini. Selain, ia suka memberi kalau sudah ada hubungan dekat seperti sekarang.

"Eh, ini apa?" tanya Karel ketika menerima pemberian dari perempuan itu.

"Buat lu, terima, ya?" balas Arilla, ia memandang Karel lekat agar laki-laki itu menerima pemberiannya.

"Ngerepotin banget," timpalnya lagi. Karel masin tidak enak hati, mereka baru dekat dua minggu, tapi perempuan itu sudah memberikan gift seperti ini.

"Gua suka direpotin ko, jadi tenang aja. Itu khusus buat lu, jadi tolong terima, okey?"

Karel pun menganggukkan kepalanya, ia menerima pemberian itu. "Terima kasih, ya?"

"Sama-sama. Kalau begitu, gua pulang duluan. Lu hati-hati di jalan."

"Loh, ngga bareng aja sama gua? Biar gua anterin lu sampai rumah," balas Karel.

Arilla menggeleng. "Gua udah dijemput, kapan-kapan kita bareng lagi, okey?"

Mendengar itu, Karel mengangguk paham. Tidak apa, masih ada hari-hari selanjutnya agar mereka berdua bisa pulang bahkan berangkat bareng.

"Okey, deh, hati-hati, Ar," kata Karel melambaikan tangannya.

"Siap, lu juga!"

Karel tersenyum tipis, perempuan itu sangat lucu. Padahal mereka berdua belum ada hubungan jelas.

Ya, masih dibilang mereka berdua terjebak hubungan tanpa status yang disingkatnya hts di kalangan remaja sekarang.

"Dari siapa, Rel?" tanya Alzi menghampiri Karel, melihat apa yang dikasih kakak kelasnya itu kepada temannya.

"Dari cewek gua," balas Karel, ia tersenyum ketika mengatakan hal tersebut. Arilla benar-benar menggemaskan.

"Emang boleh, ya, secewek gua gitu," timpal Dean memandang temannya itu yang juga merupakan teman Karel.

"Emang udah jadian, Rel?" tanya Alzi lagi, tapi sepertinya temannya ini belum memiliki hubungan yang bisa disebut berpacaran dengan kakak kelasnya itu.

"Belum, sih, tapi gua udah ada niatan kok. Jadi kalian tenang aja, ngga mungkin juga gua biarin cewek kaya Arilla buat tetap nungguin ketidakpastiannya gua," jelas Karel. Ia pun langsung menggendong ranselnya.

"Gua balik duluan," lanjutnya.

Setelah mengatakan hal tersebut, Karel pun berjalan pergi meninggalkan sebagian teman-temannya ke arah parkiran.

Besok, ia akan menyatakan perasaannya kepada Arilla. Semoga saja bisa berjalan lancar tanpa ada hambatan sama sekali.

Kembali dengan Arilla, ia pun sudah selesai bersih-bersih. Sekarang waktunya untuk tiduran di atas kasur dengan memainkan ponselnya.

Arilla tersenyum tipis, laki-laki itu mengiriminya pesan. Kebiasaan Karel sekarang selalu bilang terlebih dahulu jika akan melakukan sesuatu.

Waktu semakin malam, tapi kedua remaja itu masih saling bertukar pesan. Nyaman dengan apa yang dilakukannya. Apalagi, Arilla yang mudah terbawa perasaan. Terbukti perempuan itu tengah senyum-senyum sendiri.

"Ngga sabar buat besok," gumam Arilla. Setelahnya, ia pun langsung mematikan ponselnya untuk tidur.

Arilla benar-benar menunggu hari esok, di mana ia dan Karel akan pulang bersama. Jujur saja, laki-laki itu sudah membuat hatinya berantakan seperti sekarang.

Tapi, sebentar.

"Gimana kalau ngga sesuai ekspetasi," lanjutnya berpikir hal sedemikian.

Benar, bagaimana? Ia tidak mau kalau semua yang dipikirkan tidak sesuai kenyataan yang ada.

Bagaimana kalau laki-laki itu hanya menjadikannya sebagai pelarian saja? Laki-laki zaman sekarang seperti itu semua kan?

Menyalakan ponselnya, Arilla pun kembali mengirimkan pesan. Ia harus menanyakan tentang keresahan hatinya sekarang.

"Ngga mungkin, gua pastiin kalau gua bukan laki-laki kaya begitu," gumam Arilla ketika membaca balasan Karel.

Arilla tidak membutuhkan kata-kata semata, ia hanya butuh tindakan agar perasaannya benar-benar yakin tentang laki-laki itu.

"Semoga aja sesuai ekspetasi yang ada."

[ Eudaimonia ]

Jumat, 12 July 2024
sinukalin

Apa Itu 'Eudaimonia'? [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang