Bab 8

18 2 0
                                    


"Papa akan dijadwalkan untuk operasi bulan depan...." Kata Reinard sore itu ketika aku mengantar papa untuk control kesehatannya ke rumah sakit. "Sejauh ini kondisi papa sangat baik."

Aku mengangguk kemudian melirik papa yang duduk di sampingku. Pria itu juga tak banyak bicara dan hanya menurut. Ia pasti sudah begitu percaya dengan apa yang Reinard katakan. Lagipula aku memang melihat papa lebih tampak sehat dari biasanya. Entah apa yang membuatnya terlihat lebih bugar setelah sakit. Tapi kata mama, berkat aku yang kembali pulang ke Indonesia.

"Oke, untuk segala sesuatunya aku serahkan padamu." Sahutku kemudian berdiri, di susul dengan papa. Kami sudah cukup lama berada di ruang konsultasi, dan akan segera pulang.

"Aku akan datang ke rumah jika sewaktu-waktu ada yang perlu di sampaikan." Reinard mengikutiku berdiri. Aku menoleh ke arahnya dengan alis berkerut. Aku pikir ia akan melepasku dan papa di ruangannya, tapi ternyata ia mengikuti kami sampai ke lorong.

"Besok pagi, jangan lupa datang ke rumah ya Rei...." Kata papa ketika kami bertiga berjalan beriringan. Papa menepuk lengan Reinard dengan pelan. "Mama juga sudah kangen sarapan sama kamu."

Aku melengos ke arah papa. Memberi kode agar ia tidak dengan sembarangan mengundang Reinard ke rumah untuk sarapan bersama. lagipula itu juga masih terlalu pagi, Reinard pasti banyak kesibukan.

"Pa, Julia udah pulang. Jadi enggak perlu tambahan personel lagi di meja makan untuk sarapan." Tegasku.

Papa hanya melirikku, kemudian bergumam. "Orang di meja makan kita, kursinya masih banyak....."

Reinard tersenyum padaku. "Tentu saja pa. Reinard juga sudah lama tidak mencicipi masakan mama." Ia tidak mengindahkan kalimatku. Pria itu sama sekali tidak merasa canggung ketika bertemu denganku, setelah apa yang terjadi diantara kami beberapa hari yang lalu. Apa yang terjadi malam itu dan seterusnya adalah murni kecelakaan. Ciuman itu atau semua hal yang kulakukan padanya selama aku tidak sadar adalah sebuah ketidaksengajaan.

Saat aku meninggalkan apartement-nya tanpa permisi, ia terus menelponku. Namun aku tidak peduli. Aku tidak ingin berbaik hati lagi dengan Reinard. Apalagi setelah aku tau dengan jelas bahwa ia masih punya hubungan baik dengan Rena. Etah hubungan seperti apa, aku tidak ingin tau dan tidak mau tau.

"Kalau begitu, papa ke toilet dulu ya. Kalian ngobrol-ngobrol lah dulu....." kata papa kemudian.

"Aku anter pa...." aku meraih lengan papa.

"Nggak usah." Papa melepaskan tanganku dari lengannya. "Papa Cuma ke kamar mandi sebentar. Lagipula itu kamar mandi pria, wanita enggak boleh masuk!" setelah mengatakan hal demikian, papa berlalu begitu saja meninggalkanku dan Reinard. Berdua, dengan rasa yang amat sangat canggung.

"Bilang papa, aku nunggu di mobil." aku berbalik dengan cepat namun Reinard lebih dulu mencekal lenganku.

"Aku mau tanya!" ia menarikku untuk menghadap ke arahnya. Rona mukanya serius namun tenang. Khas Reinard sekali.

"Tanya apa?!" aku meronta. Mencoba melepaskan tangannya dari lenganku. Ini rumah sakit, dan kami adalah sepasang mantan pasutri. Bisa dibayangkan bukan, gossip apa yang akan beredar ketika karyawan lain melihat apa yang kami lakukan sekarang?

"Kenapa kamu pulang nggak bilang aku?" Tanya pria itu setelah melepaskan cengkeramannya di lenganku. "Kenapa teleponku nggak diangkat?"

"Emang kenapa, aku pulang ke rumahku sendiri. Kenapa kamu sewot?" sahutku. "Lalu untuk masalah telepon, aku enggak sembarangan angkat telepon orang asing."

"Apa aku orang asing Julia?"

"Iya, kamu orang asing."

"Jadi kamu anggep aku orang asing?"

Klandestin 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang