Mengundang Alaric sarapan di rumah adalah sebagian dari rencanaku. Aku cukup kesal dengan sikap baik papa ke Reinard dan juga cukup jengkel dengan Reinard yang terus menerus menuruti keinginan papa. Sebenarnya aku heran, sejak kapan pria itu berubah menjadi seseorang yang pandai mengambil hati orang tuaku. Seingatku, Reinard orang yang tertutup dan juga pendiam. Tapi ternyata dua tahun ini telah mengubah segala sesuatu tentangnya, dan aku nyaris tak mengenali Reinard dengan baik.
"Mbak Jul sengaja kan, mau bikin mas Rei panas." Bisik Rosa ketika Alaric turun dari mobilnya.
"Hush!" aku menyodok lengan Rosa untuk tetap diam dan tidak banyak bicara. Tanpa mengatakan hal lain aku langsung meyambut Alaric yang kini berjalan ke arahku.
"Nggak nyasar kan Al?" tanyaku basa-basi. Mana mungkin nyasar, secara pria kan paling pandai baca google maps. Tidak sepertiku.
"Enggak lah, aku cukup familiar dengan tempat ini." Alaric menyerahkan bungkusan yang dibawanya.
"Apa ini?" aku menimang benda yang Alaric berikan dengan penasaran. Dari aromanya aku mencium sebuah kue, masih hangat pula. "Kamu enggak perlu repot-repot Al...."
"Enggak kok Jul. ini hanya bingkisan untuk pertemuan pertamaku dengan keluarga kamu." Pria itu mengulas senyum manisnya. "Tapi karena ini masih terlalu pagi dan toko kue masih belum ada yang buka, jadi ini homemade special."
"Buatan kamu?" mataku membola.
Alaric tertawa kecil. "Menurutmu?" pria itu melipat kedua tangannya di depan dada. Pria yang mengenakan pakaian casual itu jauh terlihat menarik daripada stelan jas yang biasa dipakainya.
"Hmmm....." aku pura-pura berfikir sambil mengusap dagu. Tapi aku yakin seyakin-yakinnya bahwa bukan Alaric yang membuat kue ini. Pria itu tidak bisa masak. Sama sekali.
"Mungkin iya, tapi mungkin juga bukan. Karena.....beberapa orang sering belajar untuk melakukan sesuatu yang tidak biasanya ketika pertama kali berkunjung ke rumah orang lain, seperti ingin membuat terkesan?!"
"Benar! Aku memang membawa kue ini untuk membuatmu dan keluargamu terkesan. Tapi sayang sekali, meskipun aku sangat ingin belajar membuat kue, tapi aku yakin jika aku tak akan mungkin bisa membuatnya."
"Lalu?"
"Aku sengaja membangunkan tanteku yang memiliki bakery shop pukul empat subuh untuk membuatkan kue special untuk seseorang yang special."
"Me?" aku menunjuk diriku sendiri.
"Ya."
"Kalau begitu terimakasih banyak!" tawaku berderai.
"Julia, kok tamunya enggak disuruh masuk?" Mama muncul di depan pintu, diikuti papa di sampingnya. Sementara Rosa, entahlah....aku tidak tau keberadaan bocah ini. Sejak semalam ketika aku mengatakan bahwa ada temanku yang ingin sarapan bersama, wajahnya terlihat keruh dan sebal. Ia bahkan sempat menceploskan kalimat bahwa 'hanya keluarga yang boleh sarapan bersama'
What!
Keluarga?
Apa dia pikir, Reinard masih termasuk keluarga kita?!
"Selamat pagi, tante....om...." Alaric berjalan mendekati orangtuaku dan menyalami mereka dengan sopan. Akh, vibes-nya sudah seperti calon menantu yang ketemu camer.
"Ini to yang semalam Julia ceritakan." Mama menyambut tamuku dengan sopan. Bibirnya tersungging senyum dan sangat ramah. Begitulah orang tuaku, mereka selalu bisa menghargai semua orang dan bersikap baik tanpa memandang apapun. Meskipun aku sangat yakin, jika mereka tidak setuju jika tiba-tiba saja aku berpacaran dengan Alaric, karena di hati mereka hanya ada Reinard. Tapi mereka menghargai teman yang ku bawa pulang dengan bersikap baik.