Sinar matahari siang yang cerah menerobos melalui jendela, menciptakan pola cahaya yang hangat di lantai dan dinding putih ruang tamu. Di tengah ruangan, seorang gadis duduk di atas sofa empuk berwarna krem, tenggelam dalam layar ponselnya. Rambutnya yang sebahu dan sedikit bergelombang tergerai, memantulkan kilauan cahaya matahari.
Ia mengenakan kaus lengan panjang berwarna putih dan celana jeans, penampilannya sederhana namun manis. Jari-jarinya yang ramping bergerak lincah di atas layar, sesekali mengetik pesan atau menggulirkan halaman. Senyuman tipis muncul di wajahnya saat ia membaca sesuatu yang menarik atau lucu.

Gadis itu tersipu malu saat membaca pesan yang dikirim oleh Bentala. Tadi Ilesha sempat mengirimkan fotonya pada Bentala, ia pikir, Bentala tidak akan memujinya tapi dugaannya salah.
Di sebelahnya, sebuah meja kecil dengan segelas jus jeruk segar dan beberapa camilan ringan. Ilesha mengambil dan memakannya dengan perlahan.
Suara burung berkicau dari luar jendela, disertai dengan gemerisik daun-daun yang tertiup angin, menciptakan harmoni alam yang menenangkan. Di luar, taman rumah yang rapi dan penuh dengan bunga-bunga berwarna-warni menjadi latar belakang yang indah seakan mendukung suasana hati Ilesha.
Ruangan itu dipenuhi dengan aroma bunga dari vas besar di sudut ruangan, menciptakan suasana yang segar dan menyenangkan. Sementara itu, di televisi yang menyala tanpa suara, gambar-gambar bergerak menambah kesan dinamis pada suasana yang tenang.
Sesekali, gadis itu mengangkat pandangannya dari ponsel, menatap ke luar jendela dengan mata yang penuh mimpi dan harapan. Dia tampak terhubung dengan dunia digital namun tetap menghargai keindahan dan ketenangan sekitarnya. Di hari yang cerah ini, segala sesuatu tampak begitu seimbang, antara teknologi modern dan alam yang abadi.
"ILESHA!"
Teriakan dari seseorang yang berada di dalam dapur itu membuat Ilesha refleks menoleh. Terlihat seorang wanita yang umurnya tak jauh dari umurnya itu berdiri dengan berkacak pinggang, dengan seorang anak kecil di sampingnya.
"Apa, sih, Teh? Lo mah ganggu ketenangan gue aja," keluhnya sambil mengerutkan kening.
"Lo kalo mau tenang, mending pergi ke hutan Amazon. Pasti tenang, palingan dimakan anak konda," kata Sovi dengan nada sarkastis.
"Liat nih ponakan lo!" lanjutnya. Ilesha melirik. Ia menaikan satu alisnya seakan bertanya kenapa sama ponakan gue?
"Asuh, gue mau nyuci piring. Lo dari tadi kerjanya cuma main hape aja. Heran, libur tuh kerja kek," ujar wanita itu dengan nada kesal.
"Lah, lo gak liat tadi pagi gue nyuci baju, nyapu sama ngepel. Lo-nya aja yang masih molor!" balas Ilesha dengan nada tak kalah sengit.
"Seru nih ada keributan di siang bolong," seru seorang pria yang baru saja masuk ke dalam rumah.
"Diem lo!" kata Sovi dan Ilesha bersamaan.
Sontak pria itu langsung terdiam tak berkutik. Melihat tatapan dari kedua adiknya itu membuat nyalinya menciut seketika.
•••🦋•••
Di tepi sungai yang tenang, seorang gadis duduk sendirian. Kerudung pashmina nya tertiup angin sepoi-sepoi, dan mata hitamnya memancarkan ekspresi kekesalannya. Dengan gerakan tangan yang sibuk, ia melempar batu kecil ke air, menghasilkan ripples kecil yang memecah kejernihan permukaan sungai.
Di sekitarnya, pepohonan hijau memberikan teduh, sementara sinar matahari yang terik memantulkan warna-warna gemerlap di permukaan air yang tenang. Suara gemericik air sungai dan nyanyian burung-burung di kejauhan menambahkan kesan tenang namun gadis itu tetap merasa kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ephemeral (Tamat)
Teen FictionGengre: Romance, Misteri •••🦋••• Sinopsis: Ilesha Mutiadaksa adalah seorang gadis yang dibayangi masa lalu kelam, membuatnya berjanji untuk tidak lagi membuka hati pada siapa pun. Namun, semua berubah ketika Bentala Zayn Shailendra hadir dalam hi...