Apa yang lebih indah dari kemerlap lampu kota?
Ya, gemintang di atas langit perkampungan. Sumatra Selatan satu dari tiga puluh tujuh provinsi yang ada di Indonesia. Orang-orang Melayu mendiam di sini, di bawah kaki bukit barisan yang melintang membelah pulau Sumatra. Dalam sebuah perkampungan damai yang orang-orang di dalamnya mayoritas petani kopi. Bujang tanggung merana sendirian.
Namanya Rasins. Nama yang jarang masuk kuping orang Melayu di sana. Dari pengusutan otodidak yang dilakukan Rasins namanya itu mirip nama satu band terkenal asal semenanjung Malaya. SINS band. Vokalisnya bernama Rangga Aditya. Semua lagu-lagu band itu familiar di telinga Rasins, karena sedari kecil mamaknya sering memutar lagu-lagu band itu ketika sedang membersihkan rumah pagi hari.
Dari cocoklogi itulah. Rasins menyimpulkan kalau mamaknya terinspirasi dari band tersebut saat memberikannya nama. Di belakang nama Rasins ada Agustian Saputra, yah itu karena dia lahir bulan Agustus dan Saputra karena dia laki-laki. Kalau dia perempuan pastinya Saputri namanya. Kalau dia di antara keduanya saputcong. Oke, saya hanya bercanda.
Izinkan saya mengantarkan anda menilik kisah Rasins yang aneh, tapi asik. Anda sudah siap? Kalau begitu kencangkan sabuk pengaman. Kuatkan iman. Jangan lupa berpegangan, kalau punya pegangan berilah saya pinjam seratus nanti saya kembalikan. Kalau saya menulis dan sudah dapat uang, itu pun kalau saya ingat kalau saya lupa tolong diikhlaskan.
***
Malam lugu seperti biasanya. Langit cerah gemintang berserakan. Dari kejauhan dengan toa yang digantung di menara masjid, adzan berkumandang merdu. Mengalahkan segala nyanyian duniawi.
"Kak, makan!"
Dari arah dapur, mamak memanggil anak bujangnya. Rasins keluar dari kamar depan. Celana kolor pendek dan kaos oblong bergambar-gambar adalah outfitnya sehari-hari.Rasins duduk menghadapi hidangi nasi. Telah lebih dulu duduk sang ayah, tanpa memandu doa bersama. Sang ayah yang akrab di panggil bak bersantap lebih dulu. Tanpa suara, hanya fokus pada pinggannya.
"Anu, Ras. Soal kuliah kamu, kamu kan keterima apa itu..." Mamak mencoba mengingat sesuatu.
"SNMPTN, Mak." Timpal Rasins seraya tangannya sibuk menyentong nasi ke pinggan.
"Oh iya, itu. Jadi, sepertinya mamak sama bak belum bisa menguliahkan kau tahun ini. Kalau kalu sedianya menunggu tahun depan saja bagaimana. Untuk tahun ini kau pergilah dulu ngerantau ke Jawa, nanti bak bakalan titipkan sama Kak Sepri agar kau ikut dia kerja koprasi dulu."
Mamak terhenti sejenak menunggu Rasins memberikan respon. Namun Rasins tak merespon apa pun.
"Kalaulah tahun depan mamak sama bak sudah ada uangnya. Kamu daftar lagi kuliah jalur SNMPTN itu, insyaallah kau biso mulai kuliah. Masih bisa kan ditunda dulu SNMPTN-nya?" Ungkap mamak suaranya selembut mungkin, berharap sang anak memberikan pengertian.
Rasins diam seribu bahasa.
Dia masuk rekomendasi SNMPTN dari sekolah. Memang belum lulus masuk PTN secara resmi. Tapi peluangnya lulus besar sekali, dia berada di ranking 48 dari 150 siswa yang masuk rekomendasi. Apalagi sekolahnya terakreditasi sangat baik. Peluangnya dipilih memang besar. Namun kenyataan kalau orang tuanya meminta untuk menolak itu lebih kentara dari sekedar peluang.Murunglah jadinya Lanang satu itu. Ia tak bersuara sepatah kata pun saat sepanjang melahap nasi dipinggannya. Mamak juga tidak melanjutkan kalimat-kalimatnya. Suasana malam itu hening. Rasins kembali ke kamarnya. Ia mengambil kertas dan pensil, melukis wajah seseorang.
Rasins telah melukis wajah itu sedari seminggu yang lalu. Namun tak kunjung beres kerjanya, seseorang di foto itu amat spesial baginya. Teman sekolah yang istimewa.
Saat tangannya piawai menggores garis demi garis. Seseorang mengetuk pintu kamar. Sahabat dekatnya yang kalau kerumahnya langsung mengeloyor tanpa permisi minta dibukakan pintu kamar. Rasins terkejut, buru-buru dia melepaskan pensil di tangannya, menumpuk lukisan yang sedang dikerjakannya di atas buku-buku novel dan buku-buku paket sekolah yang belum ia kembalikan.
Ia membuka kan pintu. Di balik pintu tanpa permisi Albar masuk, lantas berguling di kasur busa.
"Mamaku uring-uringan Mulu di rumah, aku nginep rumah kamulah."
"Kau habis ngapain?"
Albar tersenyum licik. "Ngejual beras."
"Yee... Wajar aja. Jangankan dimarahin kau direbus juga wajar aja kalau ngejualin beras di rumah. Lagian buat apa sih kau jualin beras, kayak ngak butuh makan aja." Ujar Rasins kali ini ia membuka laptop-nya.
"Ngudud boss... Ngudud. Aku yang jajan cuman sepuluh ribu rokok dua lima mana dapet sebungkus."
"Sekalian aja ngelintin. Ambi lintingan di bukit banyak yang nanem."
"Astagfirullah. Haram... Haram...." Albar berucap seraya menggelengkan kepala dan mengeluh dada.
Rasins menghela napas. Menggeleng melihat kelakuan sohibnya. Ia membuka Instagram dari laptop hitamnya. Membacai meme dan melihat postingan lomba menulis puisi dan cerpen. Dari sekian banyak postingan yang disajikan di pencarian. Satu postingan terselip.
Beasiswa untuk mahasiswa baru tahun ajaran 2022. Gratis beasiswa 6 semester Institut Teknologi dan Bisnis Lembah Dempo.
Begitulah tulisan di postingan tersebut. Rasins yang tertarik beralih menilik caption. Satu link disertakan. Ia menekan dan menemukan syarat dan ketentuan mendapatkan Beasiswa tersebut.
1. Rata-rata nilai semester 5 adalah 78.00.
2. Memiliki sertifikat kompetensi dibidang akademik dan/atau non-akademik.
3. Memiliki pengalaman organisasi dan/atau komunitas."Aku memenuhi semua ini," batin Rasins.
"Ngak usah kuliah. Kita ngerantau aja, ntar pulang banyak duit langsung nikahin cewek incaran. Kamu tau si Fitri temen SMP kita yang bikin dulu baru nikah? Sekarang udah janda. Kita incar. Kapan lagi dapat yang seken tapi masih mulus gitu." Ujar Albar yang tanpa disadari oleh Rasins telah berdiri di belakangnya.
"Kalau punya kesempatan kenapa enggak. Siapa tau masa depan lebih baik." Sanggah Rasins.
"Heleh. Itu Kak Dodo yang sarjana Sekarang apa buka salon kan dia."
"Ya karena dia bencong."
"Tapi dia sarjana."
"Tapi dia bencong juga. Kemaren aja minta dipanggil Ayuk¹."
"Emang iya?"
"Iyalah."
"Mending ngerantau. Fisik dan mental kita ditempah nanti, daripada kuliah ngabisin duit."
"Ini free boy!"
"Free fire?! Dahlah. Terserah kau aku mau tidur. Kalau mamak udah bikin sarapan besok, bangunin."
"Ngak tau malu kampang²!"
Adu argumentasi itu selesai. Rasins kembali ke laptopnya dan Albar menelungkup diri dengan bantal. Saat tiba-tiba dari luar terdengar suara ribut. Albar membuka telungkupnya demi mendengar itu, namun Rasins tak acuh. Kembali membaca informasi beasiswa di situs resmi Institut Teknologi dan Bisnis Lembah Dempo.
"Apa itu?!"
Rasins hanya diam. Tetiba dari luar mamak berteriak.
"Rasins bapakmu berkelahin!"
______
¹ kakak dalam bahasa Sumatra Selatan
² anak haram. Umpatan dalam bahasa Palembang sekelas anjirr.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERSPEKTIF PUAD
Teen FictionSudut Pandang Hati Sebuah Perjalanan tetang mengeranjangi kehidupan dan menelanjangi jiwa yang nyaman.