BAB 17: Wish list

23 5 0
                                    

"Tiba-tiba banget datang, ada apa nih?" tanya Ilesha, menaik-turunkan alisnya. Ia hampir sampai di depan cowok yang sedang menyisir rambutnya dengan jari-jarinya.

Bentala menoleh, menampilkan senyuman khasnya. Senyumannya lebar, membuat mata yang semula tajam kini menyipit dengan lembut.

"Mau dengerin cerita kamu, sambil jalan-jalan sore, mau?" kata Bentala setelah Ilesha berada di depannya.

Ilesha mengangguk dengan penuh semangat. "Mau..."

Bentala yang semula duduk di atas jok motornya langsung berdiri dan menepuk-nepuk kepala Ilesha dengan gemas. "Ayo, mau sekarang?" tanya Bentala yang mendapatkan anggukan antusias dari Ilesha.

"Kamu izin dulu gih sama Mama," titah Bentala. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Ilesha langsung berlari masuk kembali ke dalam rumahnya.

"Gemes banget cewek gue," gumam Bentala sambil merapikan tudung hoodienya.

Tak lama kemudian, Ilesha sudah keluar dengan wajah gembira.

"Let's go!" seru Ilesha, mengangkat tangannya yang terkepal ke udara.

"Let's go!" balas Bentala, lalu mereka tertawa bersama sebelum naik ke atas motor.

Hal-hal sederhana seperti ini membuat Ilesha semakin nyaman bersama Bentala.

•••

Bentala dan Ilesha melaju perlahan di atas motor pada sore hari yang sejuk. Bentala mengendalikan motor dengan mahir, sementara Ilesha duduk di belakangnya, tangannya melingkari pinggang Bentala dengan erat. Angin sepoi-sepoi menghempas wajah mereka, memberikan kesegaran yang menyenangkan.

"Kamu kenapa?" tanya Bentala sedikit menoleh kebelakang.

Ilesha berdehem, "Eum, kenapa?" tanyanya balik.

"Ayok ceritain kamu kenapa tadi?" ulang Bentala lebih spesifik.

Ilesha yang tadinya hanya memeluk saja kini tiba-tiba menaruh dagunya di bahu Bentala. Motor yang mereka naiki melaju pelan di jalan yang rindang, ditemani sinar matahari senja yang keemasan.

"Tadi siang kan aku berantem sama teteh," kata Ilesha, suaranya terdengar sedikit lelah namun tetap lembut. "Trus Aa aku malah ikut campur ngompor-ngomporin, tiba-tiba mama datang marah-marah nyeramahin, trus malah aku yang disalahin."

Bentala mendengarkan dengan seksama, matanya tetap fokus pada jalan di depan mereka. Dia merasakan beban perasaan Ilesha melalui pelukan erat dan nada suaranya. Bentala mengangguk perlahan, memberikan sinyal bahwa dia memahami dan mendukung Ilesha.

"Sabar ya, sayang. Kadang keluarga memang bisa bikin kita pusing," kata Bentala, suaranya tenang dan penuh pengertian. "Tapi aku yakin, mereka semua sayang sama kamu. Mungkin cuma salah paham aja."

"Kalo boleh tau, emang gara-gara apa?" tanya Bentala. Ia tak terlalu berharap Ilesha akan memberitahunya. Tapi jika Ilesha memberitahunya, dengan senang hati Bentala akan mendengarkannya.

Ilesha tak menjawab, ia hanya terdiam. Bentala yang mengerti tersenyum melirik kaca spionnya. "Ya udah, kalo emang ga mau ceritain, gak apa-apa."

"Gimana hari kamu?" tanya Ilesha seakan mengalihkan topik pembicaraan.

"Aku, sih, biasa aja. Gak ada yang asik. Tadi doang aku sempet bahagia pas kamu kirim pap, hehe..." jawab Bentala di akhir dengan kekehannya.

Ilesha mengangguk. "Terus kalo sekarang gimana?"

"Kalo sekarang? Eum..." Bentala berdehem panjang, membuat Ilesha menaikkan satu alisnya, penasaran dengan kelanjutan Bentala.

"Bahagia lah, kan lagi sama kamu," kata Bentala. Refleks, Ilesha langsung memukul bahu Bentala.

The Ephemeral (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang