we used to be.

42 11 0
                                    

Musim dingin sudah menyapa kota Tokyo. Salju tampak menumpuk di sepanjang jalan. Hanya di trotoar saja tumpukan salju itu dibersihkan. Memberikan akses bagi para pejalan kaki yang hendak lewat.

Kedua tangannya yang dibalut sarung tangan masih tetap terasa dingin. Hembusan napas yang ia keluarkan pun meninggalkan asap tipis di udara. Bersamaan dengan asmanya yang dipanggil oleh sosok yang sudah ia tunggu-tunggu sejak tadi.

"(Y/n)!"

Si pemilik nama pun menoleh. Tangannya sontak terangkat ke atas, memberikan lambaian pada lelaki yang berada beberapa meter darinya itu. Senyuman terbentuk di paras keduanya.

"Maaf, aku terlambat. Shift-ku ditambah selama satu jam secara mendadak," ujar Chifuyu meminta maaf. "Kau pasti sudah menunggu lama, 'kan?" Raut wajahnya tampak khawatir.

Gelengan kepala (Y/n) menjawab pertanyaan Chifuyu. "Tidak apa-apa, Chifuyu-kun. Tidak ada salahnya menunggu kekasih sendiri," jawabnya, lalu ia pun terkekeh.

Chifuyu masih tampak merasa bersalah. "Tetapi..."

"Sudah, sudah." (Y/n) menepuk bahu kekasihnya itu. Membersihkan sedikit salju yang menempel di sana. "Ayo kita pergi makan malam!"

Keduanya pun berjalan beriringan. (Y/n) menggenggam tangan Chifuyu. Genggaman tangan itu dieratkan lagi oleh si lelaki. Merasakan hangatnya tangan Chifuyu memang lebih baik daripada memakai sarung tangan manapun.

"Dingin sekali!" gumam (Y/n) seraya merapatkan syal di lehernya dengan tangannya yang bebas. Ia juga meniup tangannya itu. Berharap bisa menambahkan rasa hangat.

Chifuyu terkekeh melihat (Y/n). Lalu, ia pun mengulurkan tangannya. "Sini, berikan tanganmu."

Tanpa berpikir dua kali, (Y/n) menyambut uluran tangan Chifuyu. Namun, ia pun terkejut ketika rupanya lelaki itu malah menarik tubuhnya mendekat. Memberikan rasa hangat total ke seluruh tubuhnya.

Di tepi jalan yang sepi, di bawah cahaya lampu yang remang-remang, kedua insan itu saling bertukar kehangatan. (Y/n) membenamkan wajahnya pada ceruk leher Chifuyu yang diselimuti oleh syal tebal. Aroma khas milik Chifuyu tercium dari sana. (Y/n) sangat menyukainya.

Jari-jemari Chifuyu mengusap kepala (Y/n). Menyelinap ke dalam rambutnya. Menyisir rambut lurus (Y/n) secara acak. Seusai beberapa menit berlalu, keduanya pun memisahkan diri. Chifuyu menangkup pipi (Y/n). Ia mengusapnya perlahan, memberikan rasa hangat yang sementara.

"Apakah sudah terasa lebih hangat?" tanya Chifuyu, meminta pendapat (Y/n).

Yang ditanya pun mengangguk. "Sudah jauh lebih baik!" Gadis itu tersenyum lebar.

"Kalau begitu, ayo."

***

Restoran kecil dengan sedikit pengunjung menjadi tujuan mereka. Seorang pelayan datang menanyakan pesanan, lalu kembali dengan makanan yang sudah mereka pesan tadi. Dalam diam, baik (Y/n) maupun Chifuyu, keduanya menyantap makanan mereka masing-masing.

Memang seperti inilah suasana yang sudah biasa terjadi. Atmosfer yang membuat (Y/n) tidak pernah bertanya-tanya lagi mengapa bisa menjadi demikian. Pada awalnya, mereka yang bisa bertukar banyak cerita kini semuanya telah berubah.

Memang sebelumnya (Y/n) sempat memprotes pada Chifuyu soal diam-diaman mereka yang frekuensinya lebih sering ketika hanya sedang berdua. Tetapi, lama-kelamaan ia pun tidak berkomentar apa-apa lagi mengenai hal itu. Ia hanya menikmatinya. Menikmati kesunyian yang tercipta.

Sama seperti saat ini.

Chifuyu sudah menyelesaikan makanannya lebih dahulu daripada (Y/n). Seperti biasanya ia makan lebih cepat. (Y/n) sendiri hanya makan dalam diam. Ia memutar-mutar garpu di tangannya yang ujungnya sudah diselimuti oleh fettuccine. Seharusnya ia melahap makanannya itu, tetapi secara autopilot tangannya hanya ingin memainkan makanannya. Sementara, tatapannya beralih ke kaca jendela di samping mereka.

Langit malam tanpa bintang menaungi sepanjang jalanan hari ini. Netranya kemudian bergulir pada dua insan yang tengah berjalan beriringan. Laki-laki dan perempuan. Keduanya tampak sedang tertawa bersama. Si laki-laki mengusap kepala perempuan itu masih dengan tawa yang tersisa di mulutnya.

Melihat pemandangan itu, (Y/n) tersenyum pahit. Dahulu, itulah hal yang dirinya dan Chifuyu lakukan. Mereka bisa menghabiskan momen bersama hingga lupa waktu. Namun kini, Chifuyu yang ada di hadapannya sekarang saja hanya bisa melamun. Entah apa yang sedang ia pikirkan.

"Omong-omong, bagaimana dengan pekerjaan barumu?" celetuk (Y/n) tiba-tiba, memulai topik percakapan.

Chifuyu yang tengah melamun pun seketika lamunannya buyar. Ia menjawab, "Jauh lebih baik daripada sebelumnya."

"Syukurlah."

Lagi-lagi hening kembali memenuhi atmosfer di antara mereka. (Y/n) tidak tahu harus bertanya apa lagi pada Chifuyu. Demikian juga pemuda itu. Sunyi yang dulu sempat membuat (Y/n) merasa tidak nyaman dan canggung, kini semuanya terasa biasa saja. Mungkin memang sudah sewajarnya seperti ini, pikirnya.

Lima tahun sama dengan seribu delapan ratus dua puluh lima hari. Sudah selama itu pula hubungan di antara Chifuyu dan (Y/n) berlangsung. Mungkin, telah tiba saatnya bagi mereka mulai merasa jenuh dan juga bosan. Meskipun memang masih ada rasa sayang di antara mereka, nyatanya perasaan itu masih kurang untuk menghilangkan noda jenuh dan bosan.

"Bagaimana dengan kuliahmu, (Y/n)? Kau sudah di semester terakhir, bukan?" Chifuyu bertanya tiba-tiba. Membuat (Y/n) menatapnya secara refleks.

Ia pun mengangguk. "Ya, tahun ini aku pasti akan wisuda. Kau harus datang, oke?"

Chifuyu tersenyum simpul. Ia mengusap tangan (Y/n) yang berada di atas meja dengan lembut. Yang seketika mengejutkan si pemilik tangan. "Tentu saja aku pasti akan datang," sahutnya mantap.

Lalu, tatapan Chifuyu beralih pada makanan (Y/n) yang belum habis. Gadis itu pun mengikuti arah pandang Chifuyu. Ia baru tersadar bahwa makanannya masih tersisa sedikit lagi. Dengan sigap, ia mengambil garpunya dan memakannya hingga habis.

"Aku kira kau sudah kenyang. Tidak apa-apa jika kau sudah kenyang dan tidak bisa memakannya lagi," tutur Chifuyu pelan. Ia menatap (Y/n) yang mulutnya masih penuh dengan pasta itu.

Seusai mengunyah dan menelan makanan di mulutnya, (Y/n) pun menjawab, "Ibuku melarangku untuk membuang-buang makanan. Yah... meskipun terkadang aku membuangnya sedikit." Lalu, ia terkekeh. "Eh, sepertinya aku sudah pernah menceritakan hal ini padamu," tambahnya malu.

Chifuyu tertawa kecil. "Um, kau pernah menceritakannya padaku. Tapi, tidak apa."

Karena aku senang mendengarkannya, lanjut Chifuyu dalam hati. Namun, tidak ia ungkapkan pada (Y/n).

(Y/n) pun hanya mengulum senyumannya. Mungkin, hari ini terasa sedikit lebih baik.

***

END ━━ # . 'Thousand Winters ✧ Chifuyu MatsunoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang