I

516 55 16
                                    

Matahari sore yang hangat menerobos masuk melalui celah-celah tirai, menerangi wajahnya yang lembut. Eleonora Octavia, dengan rambut cokelat panjang yang terurai di bahunya, sedang tenggelam dalam pikirannya.

Di depannya, sebuah buku harian terbuka, lembarannya siap menampung segala perasaan dan pemikiran yang bergejolak di dalam hatinya.

Eleonora mengambil pena yang terletak di samping buku hariannya dan mulai menulis. Setiap goresan tinta mengalir lembut, mencatat kata-kata yang telah lama ingin ia ungkapkan.

'21 Juni 1824

Hari ini, aku duduk di sini, di jendela kamarku, merasakan angin musim panas yang hangat. Sepertinya hari ini tidak ada yang istimewa, hanya hari biasa di mana aku merenung dan memikirkan masa depan. Apa yang akan terjadi padaku? Akankah hidupku selalu seperti ini, terjebak dalam rutinitas yang membosankan dan harapan yang tak pasti?

Di luar sana, burung-burung berkicau riang, seolah dunia ini tidak pernah mengenal kesedihan. Aku berharap bisa terbang bebas seperti mereka, menjauh dari semua tuntutan dan harapan yang membebani. Tapi aku tahu, sebagai putri keluarga Octavia, ada banyak hal yang harus kupenuhi, banyak tanggung jawab yang harus kupikul.

Oh, andai saja aku bisa menemukan seseorang yang memahami hatiku, seseorang yang bisa melihat dunia dengan cara yang sama seperti aku. Seseorang yang bisa membuatku merasa hidup dan penuh makna. Namun, itu hanya harapan yang tampaknya terlalu jauh untuk digapai.

Mungkin, entah di mana, ada sesuatu yang indah menantiku.

Dengan cinta dan harapan,
Eleonora'

Eleonora menutup buku hariannya dengan lembut dan meletakkan pena di atas meja. Ia menghela napas panjang, matanya masih menatap ke luar jendela, menikmati ketenangan sejenak sebelum suara langkah kaki terdengar mendekat.

"Eleonora, apakah kau di sana?" terdengar suara lembut namun tegas dari ibunya, Lady Octavia.

"Ya Ibu. Ada apa?" jawab Eleonora sambil berbalik.

Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok anggun ibunya yang berdiri di ambang pintu dengan senyum hangat. "Aku membutuhkan bantuanmu, sayang. Bisakah kau pergi mengantarkan pesanan kain tenun ke rumah Bibi Margaret? Kain itu harus segera diantarkan hari ini."

"Tentu Ibu. Aku akan segera berangkat."

Lady Octavia mendekat dan merapikan rambut Eleonora yang sedikit berantakan. "Terima kasih anakku. Jangan lupa, sampaikan salam Ibu kepada Bibi Margaret. Dia pasti akan senang melihatmu."

"Aku akan mengingatnya, Bu," jawab Eleonora, lalu bangkit dari tempat duduknya.

Setelah mengenakan sepasang sepatu dan mengambil tas kecilnya, Eleonora menuju ruang penyimpanan untuk mengambil paket kain tenun yang telah disiapkan. Kain itu terbungkus rapi dalam sebuah kotak berwarna cokelat muda, dihiasi pita biru yang cantik.

Dengan langkah ringan, Eleonora keluar dari rumah dan berjalan menuju rumah Bibi Margaret. Jalan setapak yang dilaluinya dikelilingi oleh pepohonan hijau yang rindang dan bunga-bunga yang bermekaran.

Angin musim panas yang hangat mengelus wajahnya, membawa aroma bunga yang segar.

Saat ia mendekati rumah Bibi Margaret, Eleonora melihat sosok-sosok yang dikenalnya, para tetangga yang ramah dan selalu menyapanya dengan senyuman. Ia membalas sapaan mereka dengan senyum lembut, merasa nyaman di lingkungan yang sudah dikenalnya sejak kecil.

Rumah Bibi Margaret berada di ujung jalan, sebuah rumah batu besar dengan taman yang indah di depannya.

Eleonora mengetuk pintu kayu yang kokoh dan menunggu beberapa saat sebelum pintu terbuka, menampilkan wajah ramah Bibi Margaret.

Love letter Eleonora || TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang