BAB 19: Break

28 7 0
                                    

"Dari sekian banyak beban yang kamu punya, kenapa harus aku yang kamu lepas? Kenapa harus kita yang kamu selesaikan? "

_Ilesha Mutiadaksa_

•••🦋•••

Ilesha merasa lega saat Bentala akhirnya membalas pesannya, meskipun isi pesan tersebut tidak sesuai dengan harapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ilesha merasa lega saat Bentala akhirnya membalas pesannya, meskipun isi pesan tersebut tidak sesuai dengan harapannya. Ia berharap Bentala akan mencoba merayunya kembali, berusaha memperbaiki hubungan mereka, namun kenyataannya sangat berbeda. Bentala hanya mengirimkan permintaan maaf singkat dalam dua kalimat. Hal itu membuat Ilesha merasa kecewa sekali lagi.

Namun, meskipun merasa kecewa, rasa sayang Ilesha pada Bentala tetap mendominasi. Ia tidak bisa terus-menerus diam seperti ini; Ilesha menginginkan kejelasan mengenai hubungan mereka.

Dengan langkah mantap, Ilesha bangkit dari sofa dan keluar rumah untuk menelpon Bentala. Menyadari jika ia menelepon di dalam rumah, akan ada risiko orang tuanya yang sedang menonton televisi mendengarnya. Ilesha tidak ingin mamanya mengetahui hal ini, terutama karena mamanya tidak tahu bahwa Ilesha sudah memiliki pacar.

Setelah beberapa menit tanpa jawaban, akhirnya Bentala mengangkat telepon dari Ilesha. Suaranya terdengar serak, seolah-olah baru saja bangun tidur, meskipun sudah pukul 11 siang. Ilesha yakin bahwa tanpa teleponnya, Bentala mungkin tidak akan bangun pagi ini.

"Kenapa?" tanya Bentala dengan suara lirih.

"I want to meet you," kata Ilesha langsung ke intinya.

"Aku baru bangun tidur, Ilesha," sahut Bentala dengan suara masih terdengar mengantuk.

"Aku gak peduli, aku mau ketemu!" ucap Ilesha dengan suara sedikit menekankan ucapannya.

Terdengar Bentala menghela napas. "Ya udah, iya. Aku jemput."

Bentala langsung memutuskan panggilan secara sepihak setelah itu.

Ilesha menjauhkan ponsel dari telinganya tanpa terlalu memikirkan tindakan Bentala. Dia duduk di bangku teras rumah, menunggu kedatangan Bentala. Beberapa menit kemudian, motor Bentala terlihat memasuki halaman rumahnya dengan hati-hati. Bentala tak turun dari motornya, ia hanya terdiam menatap Ilesha yang beranjak dari duduknya dan menghampiri Bentala yang masih terlihat seperti baru bangun tidur.

"Maaf ya. Tadi aku tidurnya telat," ujar Bentala saat Ilesha sudah ada didepannya.

Ilesha mengangguk, mengerti bahwa Bentala pasti capek. "Ngga apa-apa. Ayo, kita bicara di taman deket sini aja."

Bentala tidak menolak. Ia kembali menyalakan mesin motornya yang berdenting halus, menciptakan helaian bunyi yang tenang di udara sepi. Ilesha naik dengan hati-hati ke belakang motornya, merasa sedikit gemetar karena tegang.

Saat Ilesha sudah naik dengan mantap, Bentala menggerakkan motornya dengan gesit. Mereka melesat dari perkarangan rumah Ilesha, melintasi jalan yang becek karena hujan deras tadi pagi. Perjalanan mereka menuju taman terasa singkat namun tegang, dengan angin berdesir lembut di sekitar mereka sebagai saksi diam dari pertemuan yang sebentar lagi akan mereka hadapi.

The Ephemeral (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang