Hari ini langit terlihat mendung, sepertinya hujan akan turun, pikir anak yang memakai seragam SMP itu. Dirinya tengah meneduh di halte sembari menunggu jemputan.
Tak berselang lama, hujan mulai jatuh membasahi daerah itu, tepat saat itu mobil jemputan yang ia tunggu pun datang, dirinya pun cepat cepat masuk.
"Tuan Lian, bagaimana hari anda?" Ujar tom sembari mulai menjalankan mobil dengan perlahan diakibatkan hujan yang begitu deras.
"Sudah ku bilang jangan memanggilku tuan muda jika hanya kita berdua bang hmphht" Lian menggembungkan pipi nya sembari bersedekap dada.
"Baiklah, bagaimana kabar kamu hari ini hmm?" Ujar tom, wajah Lian sontak semangat.
"Hari ini luar biasa, tahu nggak bang? Nilai matematika Lian seratus, terus OSN kemarin Lian lolos dan jadi juara 2, tinggal tunggu babak selanjutnya lagi" ujar Lian dengan semangatnya, tom pun ikut bahagia mendengarnya.
Di pertengahan jalan tiba tiba Lian merasakan sakit di bagian dada nya dan ia mulai kesusahan bernafas, tom menjadi panik dan memutuskan kerumah sakit, sampai di rumah sakit, Lian sudah tak sadarkan diri.
.
.
.
"Tuan muda memiliki gagal jantung dan asma, dia harus rutin melakukan cek" ujar dokter, tom mengangguk, dokter itupun memberikan resep obat dan pamit pergi.
"Bang, Lian mohon jangan kasih tahu siapa siapa" ujar Lian memohon sembari menggenggam tangan tom.
"Tapi Lian, ini penyakit serius" ujar tom, Lian menunduk dan mulai terisak.
"Lian nggak mau semua orang repot, biarkan mereka fokus pada ibu, Lian pengen liat ibu sembuh, nggak papa dengan Lian, adek masih butuh kasih sayang ibu, Lian mohon bang" ujar Lian memohon dengan sangat kepada tom, meski bimbang akhirnya tom setuju dengan catatan bahwa dirinya yang akan merawat Lian.
.
.
.
Kini keduanya telah pulang kerumah dan disambut hangat oleh semuanya, Lian pun berlari dan memeluk sang ibu terlebih dahulu kemudian sang ayah, dan terakhir mencubit gemas masing masing pipi adiknya.
"Ibu tau nggak, tadi Lian dapat seratus matematika, sama lolos OSN kebabak selanjutnya, Lian peringkat 2" ujar Lian menggebu gebu dengan senang.
"Hebatnya anak ibu, kamu mau hadiah apa?" Tanya sang ibu yang tersenyum teduh, Lian tampak berpikir dan dengan semangat menjawab.
"Lian pengen liat ibu sembuh" ujar Lian menghambur di pelukan sang ibu, priliya pun mengecup pucuk sang anak sembari mengangguk.
"Minggu depan kamu di rumah sendiri nggak papa kan sayang, ayah harus pergi ke Luar negeri buat berobat ibu kamu, adik adik kamu nggak mau ditinggal" ujar graxin, diangguki Lian.
"Asalkan ibu sembuh, Lian nggak masalah" .
.
.
.
Tiga tahun kemudian....
Ini adalah hari berarti bagi Lian, karena ia berhasil memenangkan lomba matematika tingkat nasional, dengan bangga ia memegang piala yang ke sepuluhnya itu.
"Mama pasti bangga sama aku" ujar nya dalam hati, Lian pun mulai mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan biasa dan dengan hati yang berbunga bunga.
Lian pun tiba dan memarkirkan motornya lalu dengan semangat masuk ke dalam rumah.
Bukan sapaan yang dia dapat seperti biasanya, melainkan kan tangis pilu, seluruh orang berada di rumah, dia baru menyadari banyak mobil yang terparkir di depan.
Tak lama sang ayah datang dengan mata sembab dan mulai memeluknya, sembari mengucapkan kata maaf berulang kali.
"Maaf kan ayah, ayah gagal menjaga ibumu" ujar graxin dengan tangis nya, Lian tak mampu berkata kata, lidahnya keluh, lelehan bening mulai menuruni pipinya, piala yang dengan bangga ia pegang terlepas dari tangan nya dan jatuh.
Raungan tangis pun ia keluarkan, tak percaya dengan apa yang di dengar nya, sejak saat itu, Lian tidak mau terlibat dengan lomba apapun, karena tak mau mengingat momen menyedihkan itu.
.
.
.
Malam menunjukkan pukul 21.02, Lian baru saja selesai cek keadaanya, dokter mengatakan bahwa waktu Lian tak lama lagi, entah itu kapan, dan lagi jantung Lian ternyata memiliki beberapa kerusakan.
Tom pun memeluk Lian mencoba memberinya semangat agar tetap bertahan.
Keduanya pun pulang dengan tom yang mengikuti Lian dari belakang menggunakan mobil.
Namun baru sampai di pertengahan jalan Lian berhenti, dan turun dari motornya, tom yang heran pun ikut turun.
Tom terkejut ketika Lian tiba tiba menceburkan dirinya kedalam got, tom pun segera mengangkat Lian ke permukaan.
"Hehehe, makasih bang, jangan kasih tahu ya, ini buat alasan kenapa lambat pulang". Tom memijat kepalanya karena kelakuan Lian yang sering tak terduga dan diluar Nurul.
Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan, untungnya jalanan mulai sepi, sehingga tak ada yang kaget ketika melihat penampilan Lian.
.
.
.
Malam pukul 12 malam, sesuai janjinya tadi siang, tom pun datang menghampiri Lian, Lian yang melihat kedatangan tom pun tersenyum senang lalu menyerahkan surat untuk di letakkan di atas kasurnya.
Walaupun berat tom tetap melakukannya, karena ia tahu waktu tuan mudanya ini sudah tak lama, sebelum pergi ia menyempatkan diri untuk memeluk Lian dengan erat, seolah tak ada hari esok.
Prolog end........
Bersambung.......
Jangan lupa like and comen 💚💙

KAMU SEDANG MEMBACA
jadi bungsu? siapa takut
Ngẫu nhiênNalian adreswara merupakan sulung dari keluarga adreswara, sering dikira bungsu karena perawakan nya dan tingginya yang lebih pendek daripada kedua adiknya. Nalian adalah anak yang cerdas, terbukti dengan dirinya yang mengikuti perlombaan dan selalu...