Kim Bum telah bersiap untuk pergi bekerja. Min Jeong duduk di meja makan sambil menyiapkan sarapan. Ibunya menatap Kim Bum dengan wajah penuh harap.
"Kim Bum, kamu harus pergi. Ini kesempatan bagus untukmu," ujar Min Jeong, terlihat bersemangat.
"Aku tidak mau. Aku masih belum siap untuk bertemu wanita lain," jawab Kim Bum, nada suaranya penuh ketidakpuasan.
"Kenapa kamu terus-menerus seperti ini? Sudah lima tahun berlalu! So Eun sudah pergi dan kamu harus melanjutkan hidup," Min Jeong membalas, nada suaranya sedikit meningkat.
"Tapi, tidak semudah itu! So Eun adalah segalanya bagiku!" Kim Bum merasa emosi.
Min Jeong menghela napas, berusaha tenang. "Kamu harus membuka hati dan memberi kesempatan pada orang lain. Ji Won ini wanita yang sangat baik, dan dia bisa membuatmu bahagia."
"Bagaimana jika aku terus membandingkannya dengan So Eun? Apa yang harus aku lakukan jika hatiku masih terpaut padanya?" Kim Bum berkata, matanya mulai berkaca-kaca.
"Jangan berpikir seperti itu! Kamu tidak akan pernah tahu jika kamu tidak mencobanya. Ini demi kebaikanmu!" tegas ibunya, tampak tak ingin menyerah.
Kim Bum terdiam, merasakan perdebatan batin yang semakin berat. Ia tahu ibunya hanya ingin yang terbaik untuknya, tetapi rasa kehilangan So Eun terlalu mendalam.
"Baiklah. Aku akan pergi. Tapi bukan berarti aku siap untuk memulai hubungan yang serius dengan wanita lain," akhirnya Kim Bum menyerah, merasa berat hati.
"Syukurlah! Ibu yakin perlahan kau bisa membuka hatimu" Min Jeong menjawab dengan senyuman penuh harap.
Dengan perasaan campur aduk, Kim Bum bersiap-siap, mengenakan jas yang sudah disiapkan ibunya. Ia menghela napas dalam-dalam, berusaha mengusir bayangan So Eun yang terus menghantui pikirannya. Lima tahun berlalu sejak perpisahan mereka, tetapi sosok So Eun masih begitu jelas dalam ingatannya. Dia mengubah kehidupannya yang gelap menjadi berwarna. Bahkan So Eun maih selalu hadir dalam setiap mimpinya. Namun, cinta mereka terhalang oleh restu ayah So Eun, yang dengan tegas menolak hubungan mereka saat kuliah.
"Seandainya saja saat itu aku berhasil mendapatkan izin dari ayah So Eun, pasti saat ini kami sudah mempunyai keluarga kecil yang bahagia" gumamnya dalam hati, merasakan beban nostalgia yang tak tertahankan.
Kini, Kim Bum telah lulus dari jurusan hukum dan berhasil menjadi pengacara yang sukses. Namun, semua pencapaiannya terasa hampa tanpa kehadiran So Eun di sampingnya. Setiap kali ia meraih kesuksesan, rasa kehilangan itu kembali menggerogoti hatinya.
Saat pintu kafe terbuka, Ji Won masuk dengan senyum cerah dan langkah percaya diri. Kim Bum tertegun sejenak, terpesona oleh kecantikan yang dimilikinya, meskipun hatinya tidak bergetar seperti saat melihat So Eun.
"Hai! Kamu Kim Bum, kan? Maaf jika aku terlambat!" sapa Ji Won dengan ceria, seolah tidak ada yang bisa mengganggu semangatnya.
Kim Bum memaksakan senyuman, berusaha terlihat ramah meskipun pikirannya melayang jauh ke masa lalu.
"Oh, tidak apa-apa. Aku baru saja tiba," jawabnya dengan suara datar dan perasaan hampa.
Percakapan dimulai, tetapi fokus Kim Bum mulai pudar. Setiap kata yang diucapkan Ji Won seolah mengingatkannya pada So Eun, menambah rasa bersalah dalam dirinya. Ia berusaha mendengarkan, tetapi kenangan akan tawa So Eun selalu mendominasi pikirannya.
"Jadi, kamu bekerja sebagai pengacara? Pasti menarik ya?" tanya Ji Won, penuh antusiasme.
"Iya, cukup menantang. Tapi aku menyukainya," Kim Bum menjawab, sambil berusaha tersenyum.
Bayangan So Eun kembali menyergap pikirannya, mengingatkannya pada masa-masa indah yang mereka lewati di kafe ini, berbagi mimpi dan tawa. Semua itu sirna ketika ayah So Eun memutuskan untuk mengirimnya ke luar negeri demi masa depan yang lebih baik.
"Apa kamu punya hobi lain selain bekerja?" Ji Won bertanya, matanya berbinar ingin tahu.
"Aku suka membaca dan berjalan-jalan," Kim Bum menjawab, merasa jujur dan hampa sekaligus.
"Oh, seru! Mungkin kita bisa jalan-jalan bareng suatu saat?" tawar Ji Won dengan senyum ceria.
Mendengar kalimat itu, Kim Bum hanya bisa mengangguk. Dalam benaknya, ia berperang antara harapan dan rasa bersalah. Meskipun Ji Won tampak menarik dan penuh semangat, hatinya tak bisa menghilangkan sosok So Eun yang selalu ada dalam pikirannya.
"Apa aku bisa melupakan So Eun? Apakah aku pantas untuk mencintai yang lain?" pikirnya, merasakan hati yang tertekan.
Ketika percakapan berlangsung, Kim Bum semakin merasa terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya. Setiap kali melihat pasangan lain yang bahagia di sekelilingnya, rasa cemburu dan kesedihan menggerogoti hatinya.
"Kim Bum, kamu tidak mendengarkanku lagi ya?" suara Ji Won menyentakkan lamunannya.
Kim Bum tersentak, kembali pada kenyataan.
"Maaf, Ji Won. Aku hanya sedang banyak pikiran," jawabnya, berusaha mengembalikan fokus.
Obrolan terus berlanjut, tetapi semakin lama, Kim Bum merasakan betapa jauh jarak antara hatinya dan Ji Won. Meskipun mereka duduk berhadapan, namun perasaan mereka seolah membentang jauh, terhalang oleh bayangan masa lalu yang tak pernah pudar.
"Apa mungkin aku bisa menemukan kebahagiaan lagi?" pertanyaannya menggema di dalam hatinya, menciptakan keraguan yang tak kunjung sirna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glimpse of Us: She and Me
FanfictionKim Bum berjuang untuk melanjutkan hidup setelah putus dari So Eun. Meskipun kini ia menjalin hubungan dengan Ji Won, hatinya masih terikat pada kenangan bersama So Eun. Setiap kali melihat Ji Won, ia justru teringat pada sosok So Eun. Apakah Kim Bu...