She's Drunk

212 31 1
                                    

"Oh, God."

Park Chanyeol baru saja melakukan kesalahan terbesar. Lelaki itu melihat di balik selimut. Oh, great, ia tidak mengenakan sehelai benang pun. Chanyeol mengerling ke samping untuk memastikan penglihatannya beberapa saat yang lalu tidak salah. Dalam sepersekian milidetik itu hatinya berdoa, bahwa ternyata matanya rabun tingkat tinggi atau otaknya sedang tidak bekerja atau apapun itu; asalkanoh tidak, penglihatannya benar.

Im Yoona berada di sampingnya.
Oke, diulangi lagi.

Park Chanyeol tidur bersama Im Yoona (lagi).

.
.
.

Semua ini bermula dari panggilan penuh isak tangis dari Yoona pada pukul 10 malam, tepat sebelum Chanyeol hendak beranjak pulang dari kantor tempatnya bekerja. Mendengar itu, ia langsung meluncur dengan mobilnya menuju suatu bar di tengah ibu kota Seoul tempatnya tinggal. Di sana ia menemukan Yoona, masih dengan balutan pakaian kerjanya, menenggak sebotol soju sendirian.
Perempuan itu kembali menangis. Setiap isakan perempuan itu terdengar seperti petir yang menyambar-nyambar bagi pria di hadapannya.

"Aku kurang apa?"

Perempuan itu kembali menenggelamkan wajah cantiknya dengan kedua telapak tangannya, kepalanya menggeleng-geleng, frustrasi.

"Apa aku kurang cantik? Kurang pintar? Kurang baik? Kurang seksi?"

Lelaki itu hanya bisa menenggak air putih di hadapannya dengan gugup, memendam kata-kata yang selalu ingin ia katakan sejak dulu: Tidak, perempuan itu tidak kekurangan apapun.

"Oh, tidak, hiks," perempuan itu tiba-tiba saja tertawa dingin di tengah isakannya. "Katanya aku justru terlalu baik untuknya. Keparat. Semua laki-laki sama saja."

"Kau tahu, Yoona... dia bukan satu-satunya lelaki di dunia ini."

"Ah, Chanyeol, benar juga. Ada kau." Perempuan itu, Im Yoona, kemudian menggenggam telapak tangan lawan bicaranya dan mengusap-usapnya pelan.

"Kau selalu ada untukku. Kau selalu mendengarkanku. Kau selalu menyayangiku, kan? Iya, kan?"

Perempuan itu pun kemudian menghabiskan sebotol soju di genggamannya dalam beberapa tenggakkan sekaligus. Melihat ini Chanyeol hanya bisa menggelengkan kepalanya, yah, Yoona sudah sangat mabuk.

"Kau tahu, Chanyeol..." Yoona kemudian melanjutkan. "Kau sangat tampan, sangat baik, sangat seksi, mengapa aku tidak pernah melihatmu bersama seorang wanita?"

Chanyeol menghela napas. Ia harus cepat-cepat membawa Yoona pulang dari bar ini. "Yoona, kau sudah terlalu mabuk. Kita pulang, oke?"

Mendengar ini Yoona justru mendekatkan wajahnya ke arah Chanyeol, ujung hidung mereka bersentuhan. "Tidak, sebelum kamu menjawab pertanyaanku. Kau gay ya?! Hah?!"

"Yoona, cukup, kita pulang."

Chanyeol menarik pergelangan tangan Yoona, namun perempuan itu menepisnya keras. Lagi-lagi Chanyeol hanya bisa menghela napas pasrah, Yoona sudah terlalu mabuk. Meski begitu, ini bukanlah pemandangan baru baginya, selama sepuluh tahun mengenal Yoona, ia sudah hapal luar dalam kelakuan wanita berumur 26 tahun yang satu ini. Kalau sudah seperti ini, wanita ini tidak akan mendengarnya, ia akan...

"Buktikan padaku kalau kau tidak gay!" Yoona melingkarkan lengannya pada leher Chanyeol. "Cium aku!"

Yang dipeluk hanya memutar bola matanya, bosan. Yah, ini sudah terjadi berkali-kali... Oke, Ia tidak akan mengelak. Setiap Yoona melakukan itu, bahkan hingga detik ini, jantungnya seperti berhenti selama beberapa milidetik, paru-parunya kembang kempis. Namun ia tahu, Yoona tidak memiliki perasaan padanya. Yoona tidak pernah melihatnya. Yoona hanya mabuk, ia tidak boleh lengah dan terbawa perasaan hanya karena hal remeh ini.

•OneShoot Series• [M] Season 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang