Kebulan asap sedikitnya hampir menyelimuti sebuah ruangan yang tidak terlalu lega dan tidak terlalu sempit ini, asap itu berasal dari bibir ranum seorang wanita berusia sekitar tiga puluhan. Wanita yang tubuhnya dibalut baju tidur berbahan satin dan sedikit menerawang itu tengah duduk bersama seorang gadis yang usianya sekitar dua puluhan, gadis dengan penampilan sederhana bertubuh mungil serta wajah yang terpoles makeup minimalis. Gadis ini hanya diam saja menunduk menatap pantofel kerjanya yang agak kotor, ingin membuka suara dan memulai percakapan tapi mulutnya tidak mampu dan hanya diam sudah sekitar lima belas menitan. Wanita berbalut baju tidur itu juga diam menghisap putung rokoknya yang entah sudah berapa putung yang dihisapnya.
Hingga, wanita itu menghabiskan rokoknya barulah ia berdeham untuk memulai obrolan dengan gadis di depannya yang dari tadi diam bak patung Pancoran.
"Mera? Ada yang mau diomongin?"
Gadis yang barusan dipanggil Mera itu mendongak dan menangkap pertanyaan yang ditujukan padanya. Ia dengan mata yang sedikit bergetar dan menelan saliva ditenggorokannya itu berusaha membuka mulutnya. "Kak? Boleh gak Mera pinjam uang, Ibu dikampung belum tebus obat." Ucapnya lirih.
Wanita ini membelalak matanya kaget bokongnya bergeser mendekati sosok Mera disebelahnya. "Mer, lo yakin mau pinjem duit gue buat Ibu lo?" Tanyanya lalu dijawab anggukkan oleh Mera. "Mer, lo tau duit gue hasil gue ngangkang, lo yakin mau pinjem duit gue buat Ibu lo dikampung?"
Mera mengangguk yakin. "Kak Lala, cuma kakak yang bisa bantu aku sekarang, aku gak masalah dari mana uang kakak."
Lala menggeleng tak habis pikir, "Mer lo gak masalah tapi gue ngerasa bersalah anjir."
Mera dengan matanya yang sudah berkaca-kaca itu menatapi binar Lala yang tersirat kecemasan karena rekan kerja sekaligus gadis yang sudah dianggapnya adik ini kiranya kehabisan akal.
"Kak.. aku gak mungkin minta sama Koko, gaji aku lagi dipotong karna pecahin gelas cocktail kemarin."
Lala mendengus sebal dengan menyilangkan tangannya. "Oke, oke. Tapi, lo harus janji sama gue ini terakhir lo pinjem duit ke gue. So, bukan karna gue pelit tapi gue gak mau Ibu lo terima uang yang gak halal."
Mera tersenyum haru lalu ia memeluk tubuh Lala karena perasaannya terasa lega ia berhasil mendapatkan pinjaman uang dari rekan kerja seniornya. Meskipun, memang uang hasil kerja Lala berbeda dengan hasil kerja Mera yang lurus-lurus saja pikirnya tidak masalah ini ia lakukan demi ibunya dikampung demi kesembuhan ibunya dan ia berjanji di dalam hati bahwa hari ini adalah terakhir ia meminjam uang kepada Lala untuk keperluan ibunya.
Lala mengambil seputung rokoknya dan ia jepit rokok itu di dua sela jarinya. "Lo balik deh ke kos gue transfer dua menit lagi," ucapnya lalu menjetikkan korek pada ujung rokoknya.
Mera mengangguk bahagia. "Makasih ya kak." Ia lalu bangkit dari duduknya dan mengambil langkah keluar dari ruangan yang temaram ini.
Mera, ia saat ini berada di toilet untuk mengganti pakaian kerjanya ke pakaian santainya. Ia bekerja di sebuah tempat hiburan malam lebih tepatnya di club yang cukup besar namanya, sehari-harinya ia bekerja mengenakan seragam waitress dengan rok span pendek sepahanya namun ia melapisi kaki kecilnya itu menggunakan stoking. Di club itu ia hanya bertugas mengantar makanan dan minuman pesanan pengunjung, kadang kala ia mendapati pengunjung nakal ketika sudah di jam rawan atau tidak sengaja bertemu pengunjung yang sudah terlalu mabuk. Namun ia menanggapinya dengan santai dan sopan, karena ia sudah ditraining oleh pihak manajemen club tempat ia bekerja. Ia hanyalah seorang gadis rantauan dari kampung yang mencoba mengambil peruntungannya di kota yang terkenal akan kerasnya kehidupan ini.
Ia dengan langkah kakinya itu berjalan meninggalkan club tempatnya bekerja, wajahnya tersirat akan kebahagiaan apalagi ketika ia mendapat notifikasi uang masuk dari rekan seniornya Lala. Ia langsung saja mengirim uang pinjamannya itu ke rekening ibunya, saat sudah berhasil ia beralih ke kontak untuk menghubungi nomor ibunya. Walaupun ini sudah malam bahkan hampir masuk jam pagi, ibunya disana akan tetap menjawab telepon darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MERAH MENYALA
RomanceDi dunia yang sudah tidak muda lagi dan penuh fatamorgana ini, terkadang membuat kita berpikir hidup hanyalah untuk kesenangan diri. Kita egois pada diri kita sendiri tanpa disadari, memaksakan diri kesana-kemari mencari kesenangan tidak perduli den...