Chapter 1. Hello Doctor

20 1 0
                                    

*For best experience, read it with dark mode

*For best experience, read it with dark mode

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

BRUK

Seolah didorong oleh sesuatu, Rei terjungkal tiba-tiba dari kursinya. Selama beberapa saat, dirinya terpaku pada posisinya. Rasa nyeri di belakang kepalanya ia abaikan begitu saja kala itu karena pikirannya sedang mencerna apa yang tengah Rei alami.

"Halo!! Akhirnya kau sadar juga, Kak!"

Tiba-tiba, seorang gadis muncul di atas kepalanya. Rei mematung seketika, manik biru pucatnya membulat sempurna.

"Aduh, maaf aku mengagetkanmu, Kak," ujar gadis itu lagi yang melihat Rei terdiam saja dengan mata terbelalak. "Aku hanya khawatir Kakak tidak segera bangun,"

Selama beberapa detik, Rei tetap membisu. Tapi kemudian, ia perlahan membuka mulutnya.

"Kami-sama," sebut Rei yang mana itu langsung mengundang senyum lebar di bibir si gadis.

"Baguslah Kakak masih mengingatku!" ujar sang gadis—Kami-sama—riang, "dan Kakak terlihat tenang-tenang saja setelah aku bunuh sebelumnya. Ah ya! kuucapkan selamat datang di Asylum dan informasi tambahan lagi, Kakak saat ini berada di tahun 2096!"

"Asylum? Tahun 2096?" balas Rei bertanya balik guna memastikan apa yang didengarnya.

Kami-sama mengangguk-angguk beberapa kali. "Asylum adalah sebuah negara yang sedang tidak baik-baik saja karena adanya kehadiran hal yang tidak semestinya," lanjutnya menjelaskan.

"Negara? Seperti Inazuma atau Fontaine begitu?" tanya Rei.

"Betul sekali!" jawab Kami-sama memberikan acungan jempol.

Rei akhirnya bangkit dari posisi semulanya. Namun memilih untuk duduk saja ketimbang sepenuhnya berdiri. Dirinya membisu kembali sambil matanya menyusuri seluruh tempat yang jika Rei tarik kesimpulan adalah sebuah kamar. Kasur single dengan kakinya yang pendek, jendela yang tirainya menutupi seluruh sisi jendela, lemari, 3 pintu yang Rei tak tahu ada apa saja di balik ketiga pintu tersebut. Meja dengan di atasnya berserakan kertas-kertas dan buku, kursi—yang masih dalam keadaan jatuh—rak buku tua yang warna catnya sudah mengelupas.

Ia terus memperhatikan sekitarnya. Tiap inci berusaha untuk tak ia lewatkan sedikitpun, hingga akhirnya tatapan Rei berhenti pada sosok Kami-sama yang berjongkok di sampingnya dengan kedua sikunya berada di atas lututnya. Kedua telapak tangannya menopang dagunya, matanya memandang bingung ke arah Rei.

Search & KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang