BAB 22: Mencari Kabar

20 6 0
                                    

"Kita nggak putus, kita cuma break untuk memperbaiki diri, lalu kembali dengan versi terbaik kita masing-masing, kan?"
_Ilesha Mutiadaksa_

••••🦋••••

Ilesha mendudukkan dirinya di teras rumah. Ia menghela napasnya dengan kasar setelah itu ia melepas sepatunya. Rasanya sangat lelah sekali, padahal ia pergi tidak sampai seharian penuh.

Setelah beres melepaskan sepatunya, Ilesha langsung meraih ponselnya yang tergeletak di meja kecil di samping kursi. Ia tadi sempat menaruhnya di sana saat ia akan duduk. Meja itu penuh dengan majalah yang tampak usang, beberapa di antaranya terbuka pada halaman tertentu. Ada juga beberapa cangkir kopi yang belum dicuci, sepertinya itu bekas ayahnya.

Ilesha membuka satu aplikasi dengan gerakan cepat, jari-jarinya lincah menari di atas layar. Ia mengerutkan keningnya saat melihat salah satu temannya sudah memposting foto curcor mereka. Foto itu penuh dengan orang-orang yang tampak gembira dan ceria, mengenakan seragam sekolah yang sudah berwarna mencolok. Beberapa seragam tampak dipenuhi dengan coretan-coretan tanda tangan dan pesan-pesan perpisahan. Wajah-wajah dalam foto itu tampak berseri-seri, dengan senyum lebar yang menghiasi setiap sudutnya. Mereka berpose dengan berbagai gaya, memperlihatkan kebahagiaan yang terpancar jelas di tengah momen perpisahan itu.

Dengan cepat Ilesha melihat foto itu lebih dekat dan memicingkan matanya, berusaha mencari sosok orang yang membuatnya khawatir sejak tadi. Mata Ilesha bergerak cepat, memindai wajah demi wajah di dalam foto. Mencari dengan teliti karena ternyata banyak sekali orang yang ikut curcor ini membuat Ilesha bingung. Namun, tidak butuh waktu lama, Ilesha menemukannya.

"Zayn beneran ikut curcor ternyata," gumam Ilesha sambil men-zoom ke arah Bentala. Di sana, terlihat Bentala dengan wajah datarnya, tak ada raut bahagia. Bentala berdiri di tengah kerumunan, mengenakan seragam yang sudah penuh dengan curat coret berwarna seperti teman-temannya yang lain dan topi yang hampir menutupi seluruh wajahnya. Bahkan tak terlihat senyumnya sama sekali.

Namun, Ilesha tak bisa memungkiri jika Bentala tak bahagia, bisa saja memang ia sedang tak ingin tersenyum. Kebahagiaan Bentala bukan pada dirinya, jadi wajar jika Bentala bahagia tanpa dirinya. Meskipun begitu, hati Ilesha tetap terasa nyeri.

Ilesha mematikan ponselnya, suara klik yang kecil namun tegas menandakan keputusan akhirnya. Sudah cukup rasa khawatirnya itu, ia sudah melihat jika Bentala baik-baik saja. Ilesha kembali menghela napasnya, napas yang panjang dan berat, lalu melangkah masuk ke dalam rumahnya.

Ilesha menutup pintu kamarnya dengan pelan lalu ia melangkah dan melempar tasnya keatas kasur. Semetara dirinya sengaja duduk di sofa dekat jendela sambil menikmati semilir angin sore yang masuk dari arah jendela yang terbuka.

Saat Ilesha akan memejamkan matanya ia langsung dikejutkan dengan notifikasi di ponselnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Ephemeral (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang