Chapter 2 : Pertemuan Tidak Terduga

25 5 0
                                    

Hari ini adalah hari Sabtu, hari di mana aku libur kuliah. Aku bangun sekitar pukul 07.00 pagi tadi. Saat ini, aku tengah membeli nasi kuning untuk sarapan.

“Nasi kuning satu ya, Bu.”

“Oke, Mbak. Makan sini atau dibungkus?”

“Makan di sini aja, Bu.”

“Oke, tunggu sebentar ya, Mbak.”

Ibu penjual nasi kuning mulai menyiapkan pesananku. Tak lama, seorang pria datang dan memesan nasi kuning juga. Apakah aku kenal dengan pria itu? Awalnya sih aku ragu, tapi setelah dilihat-lihat lagi memang aku mengenalinya. Dia adalah salah satu dosenku di kampus, Pak Dio. Setelah memesan, dia langsung duduk tepat di hadapanku. Sebagai mahasiswi yang baik, aku langsung menyapanya.

“Pagi, Pak Dio,” sapaku sambil tersenyum kecil.

“Pagi. Kamu kenal saya? Kenal di mana?”

“Kenal, Pak. Saya mahasiswi kelas Bapak di UJU. Saya Raisa.”

“Raisa? Oh, iya pantas saja saya merasa pernah lihat kamu sebelumnya. Maaf ya, kalau saya sempat tidak mengenali kamu. Maklum, mahasiswa-mahasiswi UJU banyak banget.”

“Tidak apa, Pak.”

“Oh, iya kamu langganan nasi kuning di sini juga?”

“Nggak, Pak. Saya baru pertama kali makan nasi kuning di sini.”

“Oh, gitu. Kamu tinggal di daerah sini juga?”

“Iya, Pak.”

Beberapa saat kemudian. Ibu penjual nasi kuning datang menghampiri.

“Selamat menikmati, Mbak, Pak Dosen.”

“Terima kasih, Bu,” ujarku berbarengan dengan Pak Dio tanpa sengaja.

Ibu penjual nasi kuning hanya tersenyum, kemudian kembali melayani pembeli lainnya.

“Selamat makan, Pak.”

“Iya, Raisa. Silakan.”

Aku mulai menyuapkan satu sendok nasi ke dalam mulut. Hmm ... nasi kuningnya enak. Sepertinya aku bakal menjadi langganan. Tak butuh waktu yang lama, aku berhasil menghabiskan seporsi nasi kuning tersebut. Setelah pamit dengan Pak Dio, aku langsung beranjak menghampiri ibu penjual untuk melakukan pembayaran.

“Jadi berapa, Bu?”

“21 ribu, Mbak.”

“Uangnya pas ya, Bu,” ujarku sambil menyerahkan selembar uang 20 ribuan dan seribu.”

“Terima kasih, Mbak. Ini pertama kalinya datang ke sini ya, Mbak?”

“Iya, Bu.”

“Gimana nasi kuningnya enak nggak? Mbak suka?”

“Enak, Bu. Saya suka banget. Kayaknya bakal langganan.”

“Wah, makasih ya, Mbak. Ditunggu kedatangan selanjutnya.”

“Oke, Bu. Saya permisi dulu.”

Aku beranjak pergi menuju apartemenku. Sesampainya di apartemen, kubuka hoodie yang kukenakan hingga menyisakan sport bra. Ya, aku sangat tidak suka panasnya Jakarta. Sebelum beli nasi kuning tadi, aku sudah mandi tapi baru beli nasi kuning sebentar saja hoodie yang kukenakan sudah basah penuh dengan keringat. Kuputuskan untuk mandi lagi agar badan kembali segar. Apa boleh buat cucian jadi lebih banyak demi kenyamanan diri.

Selesai mandi, aku memutuskan untuk berbaring di tempat tidur sambil menikmati angin sepoi-sepoi dari kipas yang sebelum mandi kunyalakan.

“Lumayan juga ada kipas di sini. Kalau nggak ada, aku bisa mati kepanasan.”

My Neighbor, My LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang