Aku sedikit kaget mendengar pernyataan Pak Dio yang menyatakan perasaannya padaku. Aku pikir kedekatan kami selama ini hanya hubungan tetangga, mahasiswi, dan dosen. Ternyata Pak Dio memiliki perasaan lebih. Pak Dio pun menembakku detik itu juga.
“Apa kamu mau jadi pacar saya, Raisa?”
“Pak Dio bercanda ‘kan?”
“Saya sedang tidak bercanda, Raisa. Saya benar-benar menyukaimu, mencintaimu. Saya yakin kamu juga punya perasaan yang sama.”
“Pak Dio tahu dari mana?”
“Tatapanmu, Raisa. Jadi bagaimana? Kamu mau jadi pacar saya?”
“Saya ragu, Pak. Takutnya hubungan kita dipermasalahkan oleh pihak kampus.”
“Itu bukan masalah besar, Sa. Di kampus kita bisa berhubungan antara dosen dan mahasiswa. Kalau di luar kampus, kamu pacar saya. Banyak kok hubungan yang seperti kita ini.”
“Hmm … saya mau jadi pacar Pak Dio.”
“Kamu terima saya? Saya senang dengarnya. By the way jangan panggil saya Pak di luar kampus panggil Mas Dio saja ya?”
“Oke, Mas.”
-oOo-
Singkat cerita hari itu aku dan Pak Dio resmi berpacaran. Keesokan harinya aku langsung mengenalkan Pak Dio kepada Ibu dan Ara.
“Jadi ini pacarmu, Sa? Cakep bener. Saya Asmara, ibunya Raisa.”
“Kalau aku Ara, calon adik iparmu, Mas Dio.”
“Salam kenal, Bu. Ara. Saya Dio, pacar Raisa sekaligus dosennya di kampus.”
“Salam kenal, Nak. Raisa sudah cerita semuanya sama saya, tapi apa hubungan kalian nggak akan jadi masalah kedepannya?”
“Tidak akan, Bu. Saya dan Raisa sudah sama-sama sepakat kalau di kampus hubungan kami hanya sebatas dosen dan mahasiswa. Kalau di luar kampus, baru hubungan kami sebagai pacar.”
“Syukurlah, soalnya Ibu nggak mau ada masalah kedepannya. Raisa, meskipun kamu sekarang udah punya pacar, kuliahnya harus tetep bener ya?”
“Siap, Bu. Raisa janji kuliah tetap nomor satu.”
“Untuk Nak Dio, saya titip Raisa ya. Jaga dia dengan baik. Kalau Raisa males belajar, tolong dimarahi.”
‘Siap, Bu. Saya akan tetap profesional kalau masalah kuliah Raisa.”
“Iya, Bu. Ibu nggak perlu khawatir. Raisa udah gede.”
-oOo-
Hari ini tanggal 31 Desember 2024. Tepatnya malam sekitar pukul 21.00 di sebuah tempat makan yang lokasinya dekat dengan Bundaran HI, salah satu ikon Jakarta yang cukup terkenal. Tentu saja aku bersama dengan Mas Dio. Kami berdua sedang menikmati makan malam sambil menunggu malam pergantian tahun.
“Sa …”
“Ya, Mas?”
“Malam ini kamu cantik banget.”
“Ah, Mas bisa aja. Jadi biasanya aku nggak cantik?”
“Bukan gitu. Malam ini kamu lebih cantik dari biasanya.”
“Udah ah, jangan gombal.”
“Saya nggak gombal, Raisa. Kamu memang beneran cantik,” lanjut Mas Dio sambil mengacak rambutku dengan tangannya.
“Mas … jangan iseng deh.”
“Kamu lucu, Sa.”
Aku tersenyum kecil menanggapinya, kemudian kulanjutkan makan malamku yang belum habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Neighbor, My Lecturer
RomanceRaisa memutuskan untuk merantau ke Jakarta demi melanjutkan kuliahnya di salah satu universitas ternama, Universitas Jaya Unggul. Ia tidak mau menyia-nyiakan beasiswa yang telah didapatnya dengan susah payah. Selama di Jakarta, Raisa tinggal di sebu...