Chapter 3 : Makan Malam dari Pak Dosen

28 5 1
                                    

Hari ini hari Kamis, tepat tiga hari setelah aku melakukan wawancara di gerai Chicken Resto. Saat ini, aku tengah mengikuti kelas Wawasan Kewirausahaan yang diajar oleh Pak Cakra. Kalau boleh jujur, Pak Cakra adalah dosen paling membosankan menurutku. Bayangkan saja dia hanya membacakan tulisan yang telah dibuatnya pada PowerPoint. Tulisan panjang yang nyaris tidak terbaca dari posisi dudukku sekarang, aku duduk di baris kedua.

“Pak, tulisannya apa bisa diperbesar?”

“Bagi yang tidak terbaca, nggak perlu khawatir. Dengerin dulu aja, nanti PPT-nya saya share ke kalian kok.”

Hmm … iya, Pak. Minggu lalu udah banyak diprotes, eh sekarang belum diperbesar juga. Sepertinya harus bawa kaca pembesar. Eh, ngaruh nggak sih? Tiba-tiba saja ponselku yang berada di dalam saku celana bergetar. Segera kuraih ponsel tersebut untuk mengecek notifikasi apa yang baru masuk.

HRD Chicken Resto

Dear, Raisa Asmara. Selamat Anda lolos menjadi Store Crew Chicken Resto. Anda dapat mulai bekerja pada hari Jumat, 1 September 2023 pukul 08.00 s.d. 13.00 di gerai CP Gardenia. Seragam telah disiapkan oleh kami. Terima kasih.

-HRD Chicken Resto

Aku langsung membalas pesan email tersebut. Aku senang bisa keterima kerja secepat ini. Aku butuh uang karena uang yang kupegang semakin tipis.

“Apa ada pertanyaan?”

“Tidak, Pak.”

“Baik, sekian pertemuan kita hari ini. Jumat depan kita lanjutkan ya. Selamat sore semuanya.”

“Sore, Pak. Terima kasih.”

Waktu telah menunjukkan pukul 16.30. Setelah Pak Cakra meninggalkan ruang kelas, para mahasiswa dan mahasiswi mulai berhamburan keluar kelas, termasuk aku yang langsung menuju lift. Aku bersama-sama memasuki lift bersama teman-teman sekelasku.

“Akhirnya kelar juga Pak Cakra baca teksnya. Gue hampir ketiduran tadi.”

“Sama. Membosankan banget ngajarnya, mana kelas sore lagi. Bisa nggak sih ganti dosen?”

“Setuju banget kalau bisa ganti.”

“Menurut gue Pak Cakra masih mending, kita masih bisa main HP kalau bosen. Kalau Bu Yuni, bisa diusir!”

“Bener, banget. Fix banget, Bu Yuni dan Pak Cakra adalah dosen UJU yang paling nggak banget. Paling the best sih Pak Dio. Udah ganteng, baik, ngajarnya enak. Bener nggak, Sa?” ujar Luna sambil merangkulku.

“Iya, Lun. Bener banget.”

“Lo baik-baik aja? Kok dari tadi diem aja?”

“Gue baik kok. Hanya capek aja.”

“Oh, gitu. Syukurlah.”

Beberapa saat kemudian. Lift yang kami tumpangi tiba di lantai dasar. Setelah pintu lift terbuka, kami langsung berpencar karena perbedaan tujuan, ada yang ke toilet, ada yang ke perpustakaan, dan ada yang ke parkiran. Aku sendiri langsung menuju gerbang kampus, pulang ke apartemen.

-oOo-

Aku baru saja selesai mandi. Dengan masih berbalutkan handuk, aku beranjak menuju dapur untuk mencari makanan yang bisa aku makan. Kubongkar beberapa lemari yang ada, tetapi  aku tidak berhasil menemukan apapun.

“Sial, ternyata nggak ada yang bisa aku makan. Harusnya tadi mampir ke minimarket dulu. Ah, masa harus keluar lagi? Terpaksa aku harus keluar lagi, daripada kelaparan di sini.”

Aku beranjak ke kamar untuk berpakaian. Saat aku sedang berpakaian, tiba-tiba aku mendengar suara ketukan dan suara samar-samar dari pintu depan

“Hmm … siapa ya? Tumben banget ada yang ngetuk kamarku.”

“Iya, sebentar,” teriakku agar orang yang mengetuk mendengar.

Setelah selesai berpakaian, aku langsung beranjak membuka pintu depan. Tak kusangka, ternyata orang yang mengetuk pintu kamarku adalah Pak Dio.

“Sore, Raisa.”

“Hmm … sore Pak Dio. Ada apa Bapak ke sini?”

“Saya mau kasih kamu ini. Diterima ya?”

“Apaan ini, Pak?”

“Nasi goreng untuk kamu, Raisa. Tadi saya dapat dua porsi goreng dari salah satu mahasiswa. Dia ulang tahun katanya. Dua kebanyakan untuk saya, maka saya putuskan untuk kasih kamu satu.”

“Terima kasih, Pak. Saya jadi nggak enak.”

“Santai aja. Kamu belum makan ‘kan?”

“Kok Pak Dio tahu?”

“Kelihatan dari wajah kamu. Lesu banget.”

“Masa sih, Pak? Memangnya kelihatan ya?”

“Saya bercanda. Saya juga pernah muda, Raisa. Jam segini memang jam-jamnya mahasiswa-mahasiswi yang habis kelas belum makan. Jadi tolong dihabiskan ya nasi gorengnya.”

Aku tersenyum kecil.

“Sekali lagi terima kasih buat nasi gorengnya, Pak. Kebetulan memang saya belum makan malam.”

“Sama-sama. Selamat makan ya? Saya permisi.”

Pak Dio beranjak pergi, masuk ke unitnya. Setelah Pak Dio hilang dari pandangan, aku kembali ke dapur. Kuraih kotak plastik berisikan nasi goreng dari paper bag yang diberikan Pak Dio. Aku mulai menyicipi nasi goreng tersebut.

“Hmm … nasi gorengnya enak juga. Pasti harganya mahal.”

Selesai menyantap nasi goreng pemberian Pak Dio, aku membuka laptopku untuk mengerjakan beberapa tugas untuk minggu depan.

To be continued … ©2024 WillsonEP

My Neighbor, My LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang