17

137 13 0
                                    

Dengan langakah besar, tubuh yang di tegakkan, dan kepala yang terangkat lurus.

Seorang gadis berjalan dengan langkah besar menuju suatu kelas, ruby berjalan menuruni anak tangga, lalu berbelok ke arah kanan koridor.

Dengan kedua tangan yang ia masukan ke saku rok di atas lutut yang ia kenakan.

Saat ia akan berbelok memasuki kelas tersebut, bisik bisik sisaa dan siswi lainnya mulai ia dengar kembali, desas desus itu membuat nya terusik. Sehingga dengan tatapan mata nya yang tajam dan menghunus bagai pedang.

Ia menatap satu per-satu siswa dan siswi yang ada di sekitarnya itu, dengan gerakan cepat juga mereka langsung menunduk tak berani.

Ruby lanjut melangkahkan kaki nya menuju satu bangku, yang terdapat seorang pemuda yang menelungkup kan wajah nya, di dalam lipatan tangan.

Ruby menarik kursi kosong di sebelahnya, lalu duduk dengan tegap.

"Ko balik lagi za?." Tanya pemuda yang masih menelungkupkan tangannya. Wajah nya ia hadapkan ke tembok putih di samping nya.

Tak ada jawaban apapun dari sang empu, nevan menyirit dalam lengkupannya.

Membuat nya terpaksa mengangkat wajah nya, dan berujar.

"Za, minum gu-" begitu melihat siapa yang ada di samping nya, nevan pun terdiam seketika, nevan memundurkan kursi nya sehingga menempel pada tembok.

"Ngapain?." Tanya nya begitu terkejut dengan sosok perempuan, yang saat ini sedang menyilangkan kedua tangannya.

Mendapati pertanyaan itu, ruby mulai memajukan tubuh nya untuk mendekat pada sang lelaki, dengan tubuh yang lebih tinggi, tentu mudah bagi ruby untuk mengukung nevan, pun saat mereka duduk seperti ini.

Mendapat perlakuan tiba tiba seperti itu, tentu membuat nevan lagi lagi terkejut, wajah nya mulai memerah, suasana tiba tiba memanas, apalagi dengan nevan yang menyadari bahwa mereka hanya berdua di dalam kelas saat ini.

Lelehan keringat mulai turun dengan lambat, membuat tangan ruby terangkat untuk mengusap nya dengan jari tangan nya sendiri.

Nafas nevan mulai menipis, ia menahan nafas nya beberap detik, sehingga wajah nya kian memerah.

Sampai ruby melonggarkan jarak kedua nya, barulah ia bisa bernafas lega.

"Why you don't get a lunch?." Ruby bertanya dengan tatapan yang menuju mata coklat milik nevan.

Sementata yang di tatap tak bisa menatap balik, dan hanya menunduk sembari sesekali mencoba menolehkan atensi nya ke kanan, dan ke depan.

Tak sabar dengan nevan yang hanya diam, sang gadis langsung menarik tangan nya untuk  berdiri, lalu menuntun nya yang hanya diam mengikuti.

Nevan menjadi flashback, ketika ruby menolong nya di kantin beberapa waktu yang lalu, walaupun gadis itu bilang ia tidak niat 'menolong' nevan tetap berterimakasih atas hal itu, karna ruby membawa nya dari situasi tegang itu.

Namun syukur itu hanya ia panjatkan sementara, karna ketika ruby mulai menarik nya keluar kantin, ternyata dua kali lipat pasang mata itu menuju pada nya.

Ngomong ngomong berterimakasih, ia jadi ingat bahwa ia belum mengucapkan itu pada ruby, setelah gadis itu menolong nya 2x.

Nevan di bawa ke rooftop, dengan tangan yang masih terus bertaut, dilihat nya piring makanan yang sudah tersaji di atas meja, lengkap dengan jus jeruk yang seperti ny sangat menyegarkan.

Ruby menarik nevan menuju sofa, lalu kedua nya duduk dengan semilir angin yang berhembus.

"Makan." Singkat ruby, yang langsung memakan makanan nya dengan hikmat.

Begitu pula nevan, niat hati ingin menolak pun gugur, kala aroma steak di depannya ini masuk ke dalam hidung nya.

Kedua nya makan dengan diam, karna sama sama khusyu menikmati makanan itu.

Beberapa menit kemudian, ruby selesai menyantap habis makanannya, ruby yang sudah membersihkan bibir nya menggunakan tiasue itu menoleh kala nevan dengan cepat menghabisi makanannya.

"Gausah buru buru, gue tungguin." Ucap nya menenang kan.

"Gabisa, nanti telat masuk kelas." Halau nevan, dengan mulut penuh makanan.

"Gue tanggung jewab, you forgot who i am?."

"Cih, sombong." Decak nevan dengan suara mengecil, yang tetap di dengar ruby, membuat gadis itu terkekeh.

Mendengar kekehan ruby, nevan menoleh, menatap wajah yang biasanya datar ataupun terlihat seram itu, kini dihiasi dengan senyuman tipis yang sungguh terlihat manis.

Ruby itu cantik, ia attractive, ia terlihat masculine dengan tampilan dan juga prilaku nya. Nevan akui itu, pantas saja banyak lelaki yang mengantri untuk menjadi pacar nya.

Gadis itu menyentuh pinggiran bibir nevan yang terdapat sauce, dan membersihkan nya dengan lembut.

Membuat nevan terhanyut dalam prilaku gadis itu, ruby merapihkan rambut nevan yang acak acakan yang juga sedikit basah karna berkeringat.

Ruby membalikan badannya, menunduk seperti mencari sesuatu di bawah sofa.

Sampai ia memegang kipas kecil bergambar kuromi di tangannya, mengarahkannya pada sang pemuda yang kini terlihat kepanasan dengan kulit nya yang memerah.

"Punya lo kak?."

"Nope, kanaya."

"Lucu dehh, ka kanaya beli dimana ya?."

"You want?." Tanya ruby dengan alis mengangkat, dengan tangan kanan yang memegang kipas, serta tangan kiri menyingkap rambut nevan yang kini acak acakan.

"Emhhh, engga kok."

"Eh, ka kanaya itu punya pacar ya kak?." Tanya nevan, tangan lelaki itu menumpu dagu nya.

"Kenapa? Lo suka dia?." Mata gadis itu memincing curiga pada nevan, untuk apa ia bertanya seperti itu.

Mendengar ruby yang balik bertanya dengan nada sinis, membuat nevan bingung dengan pertanyaan ruby.

"Loh, kenapa?."

"Lo suka kanaya? Tipe lo banget dia?." Ruby makin gencar bertanya, dengan menghadapkan diri nya pada nevan, yang kini juga sudah menghadap ruby sepenuh nya.

"Ka kanaya kan cantik, pinter, lembut. Siapa yang ga suka dia?." Jelas nevan dengan mata berbinar.

"Cih."

sunshine And midnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang