05; Luka Yang Dipaksa Lupa

222 21 0
                                    

°°°°°

"MAS HESA!!"

Yang dipanggil sontak menghentikan langkahnya, kepalanya menoleh kearah Jevin yang tertinggal jauh dibelakang dengan raut tanya.

Yang memanggil dengan suara lantang itu mengangkat tangannya menunjuk seekor kucing kecil dibalik semak dengan kondisi mengenaskan. "Kucing! Kasihan banget itu kakinya pincang!" Seru Jevin seraya berbalik menghampiri si kucing.

Baru saja hendak berbalik menyusul, Seno lebih dulu ngacir berniat lanjutkan balapannya di seberang. Tapi masalahnya dia jalan tanpa lihat kanan kiri. Bahkan tanpa sadar menyenggol kencang bahu Hesa yang jalannya paling depan hingga nyaris jatuh jika saja Jiro tak menahannya. Sedang si Seno sibuk terkekeh seraya mengejek Jiro yang juga hendak berlari mengejarnya.

Sebuah mobil sedan melaju kencang dengan kecepatan diatas rata-rata. Niat si sulung mengomel lantaran Seno yang berlari melintasi jalan tanpa menoleh, urung sebab mobil di ujung jalan telah melaju kencang dengan ugal-ugalan.

"MINGGIR!" Mahesa reflek berteriak memberi peringatan bahkan sudah siap berlari dengan niat menarik sang adik.

Senyum Seno luntur ketika kepalanya menoleh tepat ketika mobil tersebut nyaris beberapa meter sebelum menghantam tubuhnya.

Jiro selaku kakak kembar tentu tak tinggal diam. Tas nya digeletakkan asal lantas berlari mendahului Hesa, menarik lengan Seno yang masih sibuk kaget. Untungnya masih sempat, meski keduanya harus jatuh tersungkur dengan luka lecet di lutut dan beberapa tempat lainnya. Syukurnya hanya luka kecil dan luka gores, jauh dari sakitnya ditabrak mobil tentunya.

Jevin tinggalkan si kucing kecil lantas berteriak menunjuk mobil sedan yang nyaris saja menghantam tubuh saudaranya. "NYETIR PAKE MATA ANJING! MINIMAL TANGGUNG JAWAB GOBLOK!"

Sementara Hesa berlari kalang kabut menghampiri dua adiknya. Sosoknya dengan panik membantu keduanya untuk bangkit. "Kalian gak apa-apa?"

Jiro kasih telunjuknya dibawah hidung mancung Seno. "Masih nafas kok, mas."

Seno melirik si Kakak kembar dengan sinis, "apasih nying?!" Seno tepis telunjuk Jiro dari bawah hidungnya setelahnya menoyor kepala Jiro dengan sadis. "Goblok banget, jelas orangnya masih melek bisa berdiri begini."

Yang ditoyor cuman ketawa menanggapi kekesalan Seno yang kayanya masih badmood. "Soalnya lo biasanya yang paling dramatis. Minimal makasih abang, kek."

"Bodo! Kita cuman selisih menitan!"

"Sama aja gua abang lo."

Pusing dengan bahan ribut dua saudaranya, Jevin ikut bersuara menengahi keduanya, "stop! Kalian yang panggil gue abang."

Benar keduanya senyap untuk beberapa detik. Namun balasan kompak menyahut tak terima. "Lo sama kita cuman selisih sehari!" Jawab si kembar satu hati untuk kali ini.

Yang paling tua berdecak menanggapi guyonan adiknya. Sempat-sempatnya ribut padahal baru aja hampir disleding mobil. "Bercanda mulu. Ditanya bener-bener juga. Kalo sakit pulang aja duluan, biar mamas sama Jevin aja yang jemput Saka, Juna."

Seno dengan Jiro kembali kompak menggeleng, kemudian yang lebih tua bersuara, "udah deket juga, mas. Kita nunggu sini aja dah. Ntu dengkul si Seno berdarah lagi, mana mau dia ditinggal sendiri."

Sementara si korban reflek melirik dengkul kanannya, "bangsat emang ntu yang nyetir! Sembuhnya lama lagi!"

°°°°°

Keluarga Cemara [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang