5. Fruits

14 5 0
                                    


"Aku mendengar keluarga Harold menjual buah-buahan segar. Mungkin untuk persediaan kita beli saja disana." Ucap Elise.

"Ya nyonya, anda bisa membelinya disana. Buah-buahannya sangat terjamin kualitasnya. Saya yakin akan memuaskan." Ucap Yaletha dengan sopan.

"Ah sepertinya kau tahu banyak tentang pedagang itu." Sahut Elise.

"Ya nyonya, saya berteman dengan anak keluarga Harold." Ucap Yaletha.

Caiden yang tadinya pokus pada koran, kini matanya beralih pada Yaletha. Menatap gadis itu datar tanpa ekspresi apapun.

"Kau dekat dengan anaknya?" Tanya Caiden.

"Ya tuan, Meisha Harold. Teman saya semenjak saya ke Rothenburg." Jawab Yaletha.

"Ibu bisa memesannya lewat dia." Ucap Caiden pada Elise.

"Baiklah, Yaletha aku akan memberimu notanya. Tolong sampaikan pada keluarga Harold."

"Dengan senang hati nyonya."

Yaletha segera menyampaikan perintah itu pada
Meisha. Lalu kembali ke kediaman Halstead.  Ia melanjutkan tugasnya membersihkan taman. Di gazebo sana ada Caiden bersama adiknya, Alden Halstead yang baru kembali dari pendidikannya.

Yaletha tak menyangka bahwa adiknya pun sama tampannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yaletha tak menyangka bahwa adiknya pun sama tampannya. Yang ia tahu Caiden berusia 25 tahun sedangkan Alden 20 tahun. Mereka terlihat sedikit mirip. Bedanya rambut Caiden berwarna hitam pekat sedangkan Alden berwarna coklat. Mungkin Alden mirip dengan Elise, karena Elise berambut coklat. Sedangkan Caiden mirip dengan sang ayah.

Yaletha salah tingkah ketika Caiden menangkap matanya. Ia segera melanjutkan tugasnya. Sebelum akhirnya tersandung oleh ranting pohon.

"Akh" 

Caiden tiba-tiba bangkit, meninggalkan Alden yang sedang bercerita masa belajarnya. Ia berjalan mendekat pada Yaletha yang tengah mengusap telapak tangannya.

"Ceroboh." Ucapnya dengan penuh penekanan.

Yaletha segera bangkit lalu menunduk.

"Maafkan saya tuan, saya akan berhati-hati." Ucap Yaletha.

"Pihak Harold sudah mengirim buah, sekarang siapkan buah untukku juga adikku."

"Baik tuan."

Sebelum membawa buah pada Caiden, Yaletha mengupasnya terlebih dahulu. Ia menata buahnya dengan rapi lalu berjalan menuju gazebo dimana ada Caiden juga Alden.

Yaletha meletakan buah dengan tangan kaku, sebenarnya ia gugup. Dari kejauhan ia menyadari tatapan Caiden tak lepas darinya.

"Diamlah disini." Ucap Caiden.

Yaletha berdiri dengan menundukkan kepalanya. Ia dibelakang Alden, sehingga berhadapan dengan Caiden. Tatapan Caiden begitu intens, sedikit membuatnya merinding. Namun, ia melengkungkan bibirnya. Membentuk sebuah senyuman kecil.

"Kak, apa kau sudah menerima salah satu lamaran? Aku dengar ada banyak sekali yang mengirimkan surat." Ucap Alden seraya mengunyah buah anggur.

"Aku tidak tahu." Jawab Caiden tanpa minat.

"Kapan kau akan mengabaikan ini? Ngomong-ngomong usiamu sudah cukup untuk menikah."

"Aku akan memikirkannya."

"Aku dengar lady Gwyneth menyukaimu."

"Ya, itu benar."

"Kenapa kau tampak tidak senang? Padahal lady Gwyneth itu cantik sekali."

"Apa kau pernah bertemu dengannya?"

"Tidak sih, aku hanya mendengar dari orang. Tapi, kali ini kau harus membuka hatimu. Lady Gwyneth akan sangat cocok denganmu, aku yakin itu."

"Alden, aku akan memilih pasanganku sendiri. Tidak perlu seyakin itu, kau belum pernah bertemu dengannya."

"Ah baiklah, baiklah. Tidak ada gunanya membahas ini denganmu."

***

Yaletha duduk disebuah kursi taman belakang, ia memejamkan matanya sejenak. Tanpa sadar, terlelap begitu saja.

Setelah beberapa menit, Yaletha membuka matanya dan ia terkejut begitu mendapati Caiden disampingnya. Tengah memperhatikannya. Dengan cepat ia berdiri memberi salam.

"Duduk." Titahnya. Awalnya Yaletha ragu, tak mungkinkan ia duduk disamping duke terhormat.

"Duduk saja." Akhirnya Yaletha menurut. Ia duduk dengan kaku disamping Caiden.

"Makan ini." Caiden memberikan dua buah persik, menyuruh Yaletha memakannya.

"Terima kasih duke." Ucap Yaletha.

"Kenapa tidak dimakan?" Tanya Caiden melihat Yaletha hanya menggenggam persik darinya.

"Saya akan memakannya, duke. Tetapi tidak disini." Jawab Yaletha.

"Makan saja sekarang."  Dengan ragu, Yaletha melahap buah persiknya. Ia tak bisa pokus, pria didepannya terus menatapnya. Jantungnya berdetak kencang.

"Cantik sekali." Gumam Caiden. Yaletha dapat mendengar dengan baik dua kata yang diucapkan Caiden.

"Yaletha." Caiden membelai wajah Yaletha, membuat gadis itu mematung sempurna. Ia bahkan tak melanjutkan kunyahannya.

Caiden merengkuh pinggang Yaletha, mendekatkannya pada tubuhnya. Matanya tak lepas dari mata coklat Yaletha.

"Kau cantik sekali." Ucap Caiden.

Seakan terhipnotis, Yaletha memejamkan matanya ketika Caiden membelai wajahnya. Ia tak sadar sekarang berada dipelukan Caiden. Sangat gawat jika ada yang melihat.

Tak lama, Yaletha membuka matanya. Dengan segera, ia mendorong Caiden. Menjauhkan diri dari pria itu.

"Tu-tuan, saya rasa ini kesalahan. Saya mohon maaf, saya harus kembali bekerja." Ucap Yaletha lalu melenggang pergi.

Caiden tersenyum, ia tak menyangka akan begitu tertarik pada gadis berambut merah itu.

***

To Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang