3. Work

16 5 0
                                    



"Aku tidak menyangka akan bekerja disini." Sorak senang hati Yaletha tak henti-hentinya. Sejak sampai dikediaman Halstead, senyumnya tak pernah pudar.

Yaletha ditugaskan sebagai pembersih taman. Ini akan melelahkan tapi, Yaletha tak peduli. Pembersih taman bukan hanya dirinya, mungkin ia hanya akan kebagian menyiram atau memungut tangkai yang jatuh.

"Yaletha, jika duke memerlukan sesuatu kau harus memberikannya secepat mungkin." Ucapan Elise terngiang dibenaknya.

Itu berarti ia bisa bertemu duke dengan mudah. Saat ini, ia tengah duduk sembari menyeka keringatnya. Terik mentari membuat kulitnya kering. Namun, wajah cantiknya tak sirna. Wajahnya yang tersorot terik itu membuatnya semakin bersinar. Dengan bibir yang sedikit dipoles riasan itu, membuatnya semakin cantik.

Ketika sedang mengatur nafasnya, Yaletha segera berdiri kala melihat duke sedang melihat taman tak jauh dari tempatnya. Ia menundukkan kepalanya guna memberi salam. Tiba-tiba ia teringat taruhannya dengan Eithan. Mustahil. Ia tidak akan memenangkan itu. Lihatlah sekarang, ia menunduk sedangkan tuan duke berdiri tegak dengan wajah tegas.

"Tanaman apa yang paling kau sukai?" Matanya melotot, TUAN DUKE ADA DIDEPANNYA?

Yaletha segera mendongak. Mendapati dada pria didepannya. Dia sangat tinggi. Batinnya.

"Rose flower." Jawab Yaletha.

"Kenapa dengan bunga itu?"

"Dari sekian banyak warna bunga mawar, saya hanya menyukai mawar merah. Biasanya orang mengekspresikan perasaan dengan mawar. Mawar merah memiliki arti cinta yang menggebu-gebu juga keromantisan. Jadi, saya menyukainya." Penjelasan Yaletha diterima dengan baik oleh Caiden.

"Lantas, apa kau pernah merasakan cinta yang menggebu-gebu itu?"

"Saya tidak pernah merasakan itu untuk seorang pria, tetapi saya merasakannya ketika bersama keluarga dan teman dekat saya."

"Begitu ya." Seolah mengerti, Caiden menganggukkan kepalanya. "Bagaimana pekerjaanmu? Apakah melelahkan?"

"Rasa lelah itu tidak ada apa-apanya tuan, saya sangat senang bisa bekerja ditempat anda."

"Bagus sekali jawabanmu, Letha."

LETHA?

***
Hari-hari berlalu, sudah satu bulan Yaletha bekerja dikediaman Halstead. Gadis itu bekerja dengan giat, tak kenal lelah. Selama hidupnya, tiada hari tanpa bekerja. Bahkan, sejak usianya 10 tahun ia sudah bekerja. Orang tuanya mendidiknya untuk kerja, disaat orang lain menyekolahkan anaknya. Terkadang, gadis itu iri pada anak yang bisa sekolah. Namun, ia sadar. Orang tuanya tak akan sanggup menanggung biaya pendidikannya.

"Meisha!" Seru Yaletha.

"Hey kau! Kemana saja? Kau baru sekarang mengunjungiku ya." Ucap Meisha seraya membawakan tas milik Yaletha.

"Huh, aku haus."

"Ini minumlah." Meisha menyodorkan segelas air pada gadis disampingnya.

"Bagaimana? Apa ada perkembangan?"

"Entahlah. Sulit bagiku untuk bertemu duke walaupun satu atap dengannya."

"Aku dengar duke itu lebih suka berada di paviliunnya."

"Benarkah? Ah, kenapa aku tidak tahu apa-apa."

"Kurasa kau harus bisa kesana."

"Kau gila? Biasanya paviliun itu tempat pribadi. Memang siapa aku ini bisa kesana."

"Setelah duke itu jatuh cinta padamu, pasti kau akan sering kesana dan kalian akan me—"

"Tutup mulutmu!" Sela Yaletha dengan cepat.

Meisha sangat suka menggoda dan menjahili Yaletha. Pertemanan mereka tak pernah ada masalah. Mereka sangat dekat. Bagi Yaletha, Meisha adalah kakaknya. Dan bagi Meisha, Yaletha adalah adiknya.

Yaletha sanggup menghabiskan seharian dirumah Meisha. Dirumah Meisha terdapat banyak makanan dan sesuatu yang menyenangkan. Yaletha sering kali memetik buah-buahan dibelakang rumah. Itulah yang membuatnya tumbuh sehat. Tidak kurus juga tidak gemuk. Orang tua Meisha memanjakannya seperti anak sendiri. Memang benar Meisha bukan dari keluarga bangsawan. Tetapi kekayaannya tak dapat diragukan lagi.

Ayah dari Meisha mengelola perdagangan buah dan sayuran. Dagangannya itu terkenal dikalangan para bangsawan. Sehingga menghasilkan banyak keuntungan.

"Mei, aku akan kembali kerumah."

Sepulangnya dari kediaman Meisha, Yaletha dikejutkan dengan kedatangan Franklin.

"Nona, syukurlah anda kembali."

"Mohon maaf, apakah anda menunggu lama?"

"Tidak nona. Tuan duke memerintahkan saya untuk membawa nona ke paviliun."

PAVILIUN?

Yaletha segera mengatur ekspresinya. Ia dengan sopan menggangguk dan mengatakan akan dengan senang hati datang.

***

To Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang