Prolog

43 7 0
                                    

Marsella

Rabu pagi, pagi yang belum terlalu cerah, tapi gue sudah bersiap untuk berangkat menuju ke sekolah.

Menghabiskan waktu kurang lebih lima belas menit untuk perjalanan dari rumah gue ke sekolah, keadaan sekolah masih bisa dibilang sepi lantaran kebiasaan gue selalu datang lebih awal.

Tapi, itu nggak menjadikan gue menjadi siswa yang teladan, gue masih suka bolos pelajaran. Salah satu contohnya, pelajaran yang paling bisa bikin gue tidur di kelas, mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Gue nggak tahu apa penyebab dari rasa kantuk gue yang nggak bisa gue tahan itu. Tapi yang pasti guru itu selalu mendongeng tentang kesuksesan anaknya. Itu penyebab utama dari rasa kantuk gue dikelas.

Oke, gue udah lumayan capek berjalan dari gerbang depan sampai tangga lantai dua, karena letak kelas gue yang berada di lantai tiga.

Mengharuskan gue menaiki tangga sebanyak tiga kali. Gue lumayan ngos-ngosan pada saat sampai di depan pintu kelas gue, sebelas IPS 2, ya seperti biasa, kelas masih dalam keadaan kosong melompong.

Cuman ada gue seorang diri.

Biasanya, sembari menunggu teman kelas gue mulai berdatangan, gue membiasakan diri untuk membaca novel bergenre romansa. Nggak usah ngetawain selera bacaan gue, karena nggak tau kenapa gue hanya bisa membaca genre tersebut.

Gue memasang earphone dikedua telinga gue, lalu membuka aplikasi spotify untuk memutarkan playlist yang udah gue buat khusus membaca novel.

Kebetulan gue duduk di kursi paling belakang di kelas, jadi gue lumayan nyaman dengan suasana ini, tenang, dan tak terganggu.

Ah... Tapi sial ketenangan gue nggak berlangsung lama, sekitar dua puluh menit berlalu gue mulai terganggu saat ada seorang lelaki mengetuk meja gue untuk mengalihkan perhatian gue yang pada saat itu fokus membaca novel.

tuk tuk tuk

Seperti mengetuk pintu tapi dia mengetuk tepat di meja, gue langsung saja mengalihkan fokus gue kepada mata lelaki yang ada disamping gue.

"Kenapa?" gue menoleh lalu bertanya malas.

"Udah sarapan?" tanya lelaki itu dengan tersenyum.

Gue bingung kenapa lelaki ini—pacar gue—bertingkah layaknya seorang ibu yang memastikan anaknya sudah sarapan atau belum.

"Belum, kalau kamu? Udah sarapan?" gue bertanya balik kepada lelaki itu dan dengan semangat dia menganggukan kepalanya.

"Kalau belum sarapan, aku, ini bawain bubur buat kamu sarapan." Dia mengangkat styrofoam yang terbungkus plastik bening yang berisi bubur ayam.

Gue tersentuh akan sikap dia.

"Makasih, ya, Ran" ucap gue berterima kasih kepada Ranu.

"Iya, sama-sama sayang." Dia menjawab dengan senyumannya yang sok imut itu.

Gue mendelik, "Ran, geli tau, nggak?" ucap gue sok garang.

"Hehehe, yaudah aku mau langsung ke kelas aku ya, ada PR yang belum aku kerjain soalnya." Dia berpamitan kepada gue.

Tapi sebelum dia benar-benar pergi dari kelas gue, Ranu mengulurkan tangannya tepat di atas kepala gue lalu mengelus pucuk kepala gue dengan senyuman yang biasa dia tampilkan kepada gue.

Sial. gue meleleh.

[]

Marsella Ganendra

Marsella Ganendra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ranu Pramoedya

Andhiga Putra BaskaraAmanda Amarra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Andhiga Putra Baskara
Amanda Amarra

Andhiga Putra BaskaraAmanda Amarra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zahran
Karel Kalingga

ZahranKarel Kalingga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Wrong StartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang