Marsella
Sebelum dinamika yang terjadi pada saat ini, seminggu sebelumnya, hubungan gue berjalan dengan baik-baik saja. Tapi tidak dengan kondisi tubuh gue minggu kemarin, gue merasa nggak enak badan.
Pagi itu, dengan segala kekuatan gue yang tersisa, gue mengambil handphone yang gue letakan di atas nakas samping tempat tidur untuk menghubungi Ranu.
Setelah selesai menghubungi Ranu, gue melanjutkan untuk tidur.
°°°
RanuGue membayar beberapa buah buahan dan beberapa snack yang gue beli di supermarket yang berada dekat dengan sekolah.
Setelah membayar gue berniat menuju ke rumah Marsella. Harus kalian tahu bahwa selama menjalin hubungan dengan Marsella, gue sama sekali tidak pernah masuk ke dalam rumah Marsella. Bahkan sekedar menyapa atau menyalami mamah Marsella pun, tidak pernah.
Kalau kata Marsella, "Ranu aku nggak mau kalau jadi bahan gosip tetangga, terus kalau tentang mamah aku. Mamah aku selalu sibuk, Ran." penjelasan Marsella kala itu yang masih di ingat benar oleh gue.
Selama ini gue hanya sebatas menjemputnya di depan gang perumahan dia. Iya, selama dua tahun.
Lalu tanpa pikir panjang gue menyalakan mesin motor dan meninggalkan area parkir supermarket tersebut.
Gue yang notabennya sama sekali belum pernah menginjakan kaki di perkarangan rumah pacar gue ini gue merasa takut. Gue takut, karena... gue hanya takut?
Sepengetahuan gue, Marsella hanya tinggal dengan ibunda nya. Lantaran yang seperti di katakan Marsella bahwa ayah nya sudah lama meninggalkan mereka berdua—Marsella dan bundanya, sejak Marsella masih kecil.
Sesampainya gue tiba di halaman rumah Marsella, gue turun dari motor lalu menyimpan helm dan tidak lupa untuk merapihkan sedikit bajunya yang sedikit kusut, lantaran gue lumayan banyak gerak di sekolah hari ini.
Setelah gue rasa cukup rapih, gue menuju pintu masuk rumah Marsella.
“Sumpah, gue grogi banget asli.” gus membatin. Dan sekali lagi, ini kali pertama gue menginjakan kaki dirumah kekasih gue.
Sebanarnya alasan yang Marsella berikan kepada gue, agak janggal. Tapi, gue nggak mau berprasangka buruk ataupun berasumsi. Padahal beberapa kali gue memaksa ingin sekali datang kerumahnya dan bermain disana. Tapi karena ada suatu dan lain hal jadinya gue dan dia setuju untuk bermain diluar saja.
tok tok tok..
“Permisi” gue mengetuk pintu rumah Marcella. Jujur gue sangat amat merasa grogi, benar-benar grogi.
Tak lama setelah pintu itu gue ketuk, pintu itu terbuka dan memperlihatkan wanita paruh baya dengan wajah yang sedikit tak bersahabat? Wajah yang masam, menurut gue.
“Cari siapa?” tanya wanita itu dengan nada sinis. Tanpa pikir panjang gue menjawab, “S-sella nya ada tante?”
“Enggak ada.” Pintu rumah Marella langsung saja di tutup dengan keras oleh wanita itu.
Gue bergeming, gue benaran bingung kenapa gue diperlakukan dengan begitu kasar apakah gue melalukan kesalahan? gue rasa nggak.
“Apa iya gue salah rumah?” gue memastikan bahwa ini milik kekasih gue. “Enggak ah, bener ini rumah cewek gue.”
Tak ingin ambil pusing gue bergegas cabut dari posisi gue untuk meninggalkan rumah Marsella, gue memasang helm di kepala gue dan menyalakan mesin motor lalu melajukan motor dengan kencang.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wrong Start
Teen Fiction"Sel, kayaknya nggak ada jalan lagi untuk hubungan kita," Dia menggantungkan ucapannya. "Kita, udah seenggak bisa itu, Sel." Lalu gue melihat air mata yang menetes dari pelupuk matanya. [] Jika memang ini awal yang buruk apakah kita bisa mengakhiri...